Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KOL Stories X Yasa Singgih: No Instan-Instan Club! Kalau Gak Mau Misqueen

        KOL Stories X Yasa Singgih: No Instan-Instan Club! Kalau Gak Mau Misqueen Kredit Foto: Instagram/Yasasinggih
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Mark Zuckerberg, Bill Gates, Zack Ma, Chairul Tanjung, Hary Tanoesoedibjo, hingga Budi Hartono merupakan contoh orang yang tak pernah mengenal lelah dalam mengejar mimpi. Masing-masing dari mereka bisa menjadi orang terkaya baik di dunia dan di Indonesia dengan melalui perjuangan yang panjang.

        Memang, tidak ada yang instan di dunia ini. Semua pasti melalui proses yang tidak singkat. Gak kaya bikin mie instan, yah! Sayang, banyak dari kita terutama yang masih muda ini justru berharap ada cara-cara instan untuk meraih kesuksesan.

        Baca Juga: Kisah Sukses Petani Milenial Jatu Barmawati Jadi Inspirasi di Program YESS

        Yasa Singgih menjadi sosok milenial yang bisa menjadi role model untuk membangun sebuah bisnis. Ia sukses membangun bisnis Men’s Republic yang sudah ia rintis sejak zaman kuliah dan sudah berjalan selama lima tahun. Bahkan, pria kelahiran 23 April 1995 ini masuk ke dalam deretan nama 30 anak muda di Asia di bawah 30 tahun yang mampu memberi warna di bisnis e-commerce dan ritel versi Forbes. Ia sukses berkat akulturasi bakat, kerja keras, kondisi lingkungan, dan didukung kemajuan teknologi masa kini.

        Namun, apakah ia meraih kesuksesannya secara instan? Jawabannya sudah pasti: TIDAK!

        Yasa telah mengalami masa gagal sejak kuliah dan ia terus belajar dari kegagalan tersebut bagaimana caranya membangun sebuah bisnis yang baik dan sustainable.

        Lantas seperti apakah Yasa bertahan mesti telah melalui serangkaian kegagalan? Apa saja yang perlu disiapkan agar bisa kembali bangkit? Simak bincang-bincang Warta Ekonomi bersama Yasa Singgih, Founder sekaligus CEO Men’s Republic, dalam KOL Stories.

        Saat ini banyak orang yang gak mau "misqueen", tapi dengan cara yang instan. Bagaimana pandangan Anda terkait hal tersebut?

        Pertanyaan ini sangat menarik bagi saya karena perjalanan Men’s Republic juga menempuh jalan yang panjang; jatuh bangun dalam membangun brand sepatu di Indonesia. Jadi kalau menurut saya pribadi, tidak ada sesuatu yang instan. Semua membutuhkan proses yang panjang, apalagi dalam membuat brand.

        Menurut saya, dalam membuat brand terdapat unsur yang paling penting, yaitu mendapatkan kepercayaan. Untuk mendapat kepercayaan dari customer, itu membutuhkan waktu yang lama. Jadi, dalam perjalanan sebuah brand, proses yang dihadapi tidak akan berjalan instan.

        Menurut Anda sendiri, wajarkah kegagalan itu?

        Mindset saya dalam membangun nama brand dan bisnis, yang namanya kegagalan adalah bagian dari permainan. Jadi, kegagalan datang satu paket dengan keberhasilan. Kita tidak mungkin bisa mendapatkan segala apapun yang kita inginkan tanpa ada gejolak dan rintangan karena prosesnya itu panjang dan ada jatuh bangunnya.

        Kegagalan adalah hal yang wajar karena sampai titik ini, Men’s Republic sudah mengalami beberapa kali gagal dalam produksi sepatu dan sempat dimaki-maki customer. Itu semua adalah kegagalan yang pernah terjadi agar kita bisa belajar menjadi brand yang lebih baik.

        Lalu, bagaimana rasanya mengalami kegagalan?

        Kegagalan itu pasti tidak ada yang enak. Rasa sakit itu wajar, kecewa itu wajar. Namun, yang paling penting adalah memahami bahwa kegagalan itu datang satu paket dengan keberhasilan. Justru dengan kita mengalami kegagalan, kita juga bisa belajar dari situ untuk menuju apa yang kita mau. Jika kita baru memulai sebuah brand, gagal di awal seharusnya kita bisa cukup lega.

        Sebaliknya, jika kita baru membuat bisnis, kemudian langusng berhasil, justru kita harus khawatir. Kenapa? Karena pasti ada sesuatu yang salah jika saat di awal semuanya berjalan baik-baik saja. Dengan kita mengalami kegagalan, kita bisa jauh lebih banyak belajar untuk ke depannya kita bisa menghindari kegagalan yang sama.

        Apa yang telah memotivasi Anda untuk terus bangkit dari serangkaian kegagalan yang menghampiri?

        Ada dua hal yang telah memotivasi saya. Pertama, menurut saya kita sebagai manusia mengetahui pasti akan ke mana hidup ini, apa tujuan kita? Ke mana arah kita? Jadi, dengan jelas kita bisa mengetahui kemudian bangkit lagi untuk mencapai sesuatu yang kita kejar.

        Kedua, kita bisa bangkit dari kegagalan karena kita mempunyai tanggung jawab. Sebagai sebuah brand, kita memiliki karyawan dan tim yang hidup dari Men’s Republic. Saat saya ingin menyerah, kemudian saya menjadi ingat apakah saya rela meninggalkan semua ini dan membuat orang-orang yang hidup dari brand ini ikut kehilangan pekerjaannya. Itu yang memotivasi saya agar bisa bangkit lagi.

        Kuncinya, sama seperti tagline dari Men’s Republic, berani melangkah. Kita pengen semua customer untuk bisa merasakan spirit berani melangkah. Pada tahun 2014, Men’s Republic dimulai hanya dengan produski 5 sampai 6 lusin sepatu dan itu pun berutang.

        Sampai hari ini, sebenarnya tidak masuk logika jika suatu perusahaan dimulai dengan utang, tidak ada latar belakang bisnis saat itu, tidak ada latar belakang desain sehingga harus rekrut karyawan. Ini bisa terjadi karena berani melangkah dalam segala hal. Jika kita berani melangkahkan kaki, biasanya pintu kesempatan akan mulai terbuka.

        Baca Juga: KOL Stories x Tama: Jurus Jitu Menyulap Usaha Kecil Jadi Besar!

        Menurut Anda apa yang harus dilakukan seseorang ketika mengalami kegagalan dalam perjalanan hidup?

        Baik, dalam kondisi ketidakpastian ini, saya melihat ada tiga hal yang bisa kita lakukan. Pertama adalah mengganti rencana. Jadi, perlu untuk mengubah haluan atau tujuan, baik secara permanen maupun sementara saja.

        Kedua, mengganti orangnya. Misalnya, dalam satu bagian ada empat orang, mungkin bisa dipangkas menjadi dua orang supaya lebih hemat budget. Atau misalnya, ada dua bidang yang terpisah mungkin bisa digabung menjadi satu bagian. Ketiga, mengganti model bisnisnya. Hal ini bisa dilakukan jika dirasa bisnis tersebut tidak relevan di zaman sekarang.

        Bagaimana cerita Anda jatuh bangun dalam membangun bisnis hingga akhirnya bisa sesukses seperti saat ini?

        Banyak pengalaman yang berkesan: pernah gagal produksi hingga ribuan sepatu. Jadi, kami sudah mulai produksi ribuan sepatu, tetapi saat itu kami merasa telah "dikerjai" oleh pabriknya ini sehingga pabrik ini memberi kami barang dengan material yang hampir expired sehingga banyak barang yang hancur.

        Itu membuat kami harus return semua barang, padahal banyak yang sudah kirim ke banyak customer. Pada akhirnya, kami harus ganti ongkos kirim pembelian customer dan kami juga harus tetap bayar ke pabrik karena mereka tidak mau menanggung. Saat itu, kami meng-handle ratusan chat tiap harinya karena orang marah mendapat barang reject.

        Kemudian, kami pernah ditipu saat mengikuti tender pengadaan barang. Saat itu, mereka meminta banyak sample yang nilainya mencapai jutaan rupiah. Namun saat pergi ke alamat yang tertera, kantornya tidak ada. Pernah juga saat kami belum mengerti bisnis, kami belum mengerti cara mengatur keuangan, mengatur jumlah stok barang, sehingga kami mempunyai banyak stok mati. Selain itu, kami juga pernah memiliki banyak utang. Jadi, perjalanan bisnis kami sudah lumayan berat.

        Adakah tips yang bisa dibagikan kepada kaum rebahan agar tetap strong dalam menghadapi pahit dan manisnya kehidupan?

        Kegagalan tadi terjadi karena kasusnya yang berbeda. Misalnya gagal produksi, kena tipu, dan manajemen yang salah. Jika saya rangkum dari banyak kegagalan sebagai sebuah brand, intinya satu, kita harus mulai bertumbuh. Artinya, kita harus bisa belajar.

        Dahulu saat baru memulai brand, kami belum mengerti cara membuat SOP ke customer. Namun pada akhirnya, kami bisa belajar bagaimana caranya membuat SOP tersebut. Saat itu, kami juga belum mengerti cara produksi. Oleh karena itu, kami juga belajar cara produksi yang baik.

        Dari segi eksternal, kita harus evolve, harus belajar, berkembang, dan tumbuh, kemudian menyesuaikan market untuk tetap relevan. Dari segi internal, kita juga harus pintar memberdayakan tim, semuanya juga harus ikut berkembang. Jadi, kata kuncinya menurut saya adalah kita harus terus bertumbuh dan berkembang, sebuah proses yang hanya didapat dengan belajar.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: