Keberadaan jaringan 5G sudah sangat dinanti masyarakat Indonesia. Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemeterian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Widodo Muktiyo tak memungkiri, hingga tahun 2022, prioritas pemerintah masih fokus menyelesaikan pemasangan infrastruktur jaringan 4G di seluruh wilayah Indonesia.
Mengingat masih ada 12.548 desa yang belum terjangkau layanan ini. Termasuk, membangun infrastruktur telekomunikasi di wilayah 3T, membangun BTS, menyediakan 7.634 titik lokasi internet gratis bagi UMKM untuk mendorong transformasi transaksi dari konvensional menjadi daring, serta menyediakan aplikasi daring khusus pelaku UMKM.
Baca Juga: Apa Kabar Kesiapan Jaringan 5G di Indonesia? Pak Menkominfo Buka Suara
"Meski demikian, Indonesia tetap mempersiapkan infrastruktur 5G," kata Widodo saat mengisi gelar wicara bertajuk 'Indonesia Telecommunications Industry Update: 5G, Mobile Economy, Digital Transformation' yang diselenggarakan oleh Forest Interactive secara virtual, Kamis (17/12/2020).
Kesungguhan menghadirkan jaringan 5G itu, menurut Widodo, tak bisa dibantah karena sudah bagian dari tuntutan peradaban. Komitmen pemerintah ini dibuktikan dengan melakukan lima langkah percepatan transformasi digital.
Yaitu, percepatan perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital dan layanan internet, roadmap (peta jalan) transformasi digital, integrasi Pusat Data Nasional, persiapan regulasi termasuk undang-undang perlindungan data pribadi, skema pendanaan dan pembiayaan transformasi digital, hingga menyiapkan kebutuhan SDM talenta digital.
Tahun ini, Kemenkominfo juga telah membentuk Gugus Tugas 5G (5G Task Force). Kabar terakhir, ada tiga operator yang lolos seleksi penggunaan pita frekuensi radio 2,3 Ghz rentang 2.360 – 2.390 Mhz. Mereka adalah PT Smart Telecom Tbk (Smartfren), kedua adalah PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri).
Widodo tak memugkiri, butuh lompatan besar untuk menghadirkan jaringan 5G. Meski begitu ia memastikan masyarakat sudah dapat menikmati teknologi generasi kelima ini tahun 2024. Apalagi jika peluncuran satelit SATRIA 1 terlaksana tepat waktu tahun 2023. Kondisi ini nantinya diyakini akan mempercepat ekskalasi spektrum 5G.
Sementara itu, menurut Kevin Henry, Head of Strategic Engagement GSMA Asia Pasific, pandemi Covid-19 turut memengaruhi peluncuran 5G di berbagai negara. Berdasarkan data GSMA Intelligence pandemi bahkan telah memperlambat percepatan koneksi 5G di kawasan Asia Pasifik hingga 18 persen dari target semula pada tahun 2020.
Baca Juga: Ikuti Langkah Amerika, Inggris Resmi Larang Penggunaan Teknologi 5G China
Di sisi lain, desakan publik terhadap koneksi internet yang lebih cepat dan latensi yang rendah di masa pandemi semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh pandemi yang tidak hanya mendorong percepatan akselerasi digital, tapi juga adopsi teknologi untuk menopang aktivitas bisnis/ekonomi dan koneksi keseharian menjadi lebih efisien. Maka, upaya menghadirkan jaringan 5G dapat segera diakses oleh publik pun kembali menggeliat di masa pemulihan.
GSMA Intelligence mencatat, pada September 2020 ada 101 operator seluler yang tersebar di 45 negara menawarkan layanan 5G. Sementara 77 operator telah mengumumkan peluncuran layanan seluler 5G. Khusus di Asia Pasifik, ada 9 negara yang meluncurkan layanan 5G secara komersial, 12 lainnya telah secara resmi mengumumkan rencana peluncuran.
Menurut CEO Forest Interactive Johary Mustapha pandemi Covid-19 juga telah melahirkan tren pasar baru di industri telekomunikasi tahun 2021. Dari Whitepaper Forest Interactive bertajuk “Telecommunications Industry Roundup 2020”, tren pasar itu meliputi peningkatan permintaan terhadap solusi mulai dari entertainment, rumah yang terhubung dengan IoT, gaming, aktivitas sosial, kesehatan, hingga edukasi digital.
Untuk sektor operator seluler, investasi teknologi 5G dan upaya mengembangkan ekosistem digital yang kuat akan tetap menjadi prioritas. Meskipun demikian, perubahan perilaku konsumen akibat pandemi tetap menjadi buah pikiran para pelaku industri.
Tapi, dengan memerhatikan perubahan perilaku konsumen akibat pandemi. Kondisi ini memberikan peluang baru bagi industri untuk memperat dan mengembangkan hubungan dengan konsumen. Terutama, dalam menghadirkan produk dan layanan yang andal serta mampu memberikan solusi digital yang inovatif dan ramah terhadap era pandemi maupun pascapandemi.
“Intinya, seluruh pelaku penyedia layanan digital harus memaksimalkan keahlian mereka untuk menjadi mitra utama bagi konsumen dalam dalam mewujudkan tujuan transformasi digital,” kata pria yang karib disapa Joe itu.
Baca Juga: Wah, Xiaomi Akan Rilis HP 5G dengan Harga Rp2 Jutaan, yang Benar??
Sementara di fase penerapan, scalable platforms dengan integrasi layanan yang disederhanakan akan membantu mempercepat digitalisasi melalui otomasi pekerjaan yang kompleks dan memakan waktu, memangkas waktu penetrasi ke pasar, dan meningkatkan kualitas penerapan layanan.
Namun, kata Joe, potensi besar teknologi seluler ini tidak dapat direalisasikan tanpa didukung oleh partisipasi aktif dari pemerintah, regulator, dan penyedia solusi digital.
“Kami sebagai pelaku industri perlu bekerja sama dengan lintas sektor untuk mewujudkan pasar yang dinamis, kompetitif serta ekosistem digital yang dibutuhkan dunia,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: