Tanggal 30 Desember 2020, masyarakat Indonesia merasa lega, karena mendapat hadiah berupa kebebasan dari rasa takut yang mencekam selama ini. Kegiatan FPI telah dilarang oleh pemerintah, karena semakin jauh dari kehidupan masyarakat Pancasila yang toleran terhadap perbedaan.
Hal tersebut disampaikann Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara dan Sekolah Tinggi Hukum Militer AM Hendropriyono dalam keterangan tertulis yang diterima Okezone, Kamis (31/12/2020).
Baca Juga: FPI Dibubarkan Gak Ngaruh! Orang-Orang Ini Langsung Deklarasi Front Persatuan Islam!
"Rakyat kini bisa berharap hidup lebih tenang, di alam demokrasi yang bergulir sejak reformasi 1998. Tidak akan ada lagi penggerbekan terhadap orang yang sedang beribadah, terhadap acara pernikahan, melarang mnghormat bendera merah putih, razia di cafe-cafe, mini market, toko-toko obat, warung makan, mal dan lain lain kegiatan yang main hakim sendiri," kata mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini.
Kegiatan kriminal yang terorganisir dengan kedok agama, kata Hendro, kini telah dihentikan pemerintah demi tegaknya hukum sekaligus disiplin sosial. "Hanya dengan disiplin kita bisa mncapai stabilitas, dan hanya dengan stabilitas kita dapat bekerja, untuk mencapai keamanan dan kesejahteraan bersama," ujarnya.
FPI yang berdiri sejak 1998, sambungnya, sudah menjadi keprihatinan dari masyarakat karena sepak terjangnya. "Gus Dur pada 2008 juga pernah ingin membubarkan, setelah kiprah FPI membuatnya geram selama 10 tahun," imbuhnya.
Dijelaskannya, SKB 3 Menteri ditambah Polri, Kejagung dan BNPT, menjadikan FPI sebagai organisasi terlarang. Semangatnya juga mengacu pada bukti keterlibatan 37 anggotanya, dalam kegiatan terorisme.
"Artinya, jika ada organisasi lain yang menampung eks anggota FPI, maka organisasi tersebut juga dapat dikenakan sanksi yang sama. Juga jika masih ada oknum yang ucapan atau tulisannya bernada menghasut, dengan melanggar UU 5/2018, maka dia dapat dikenakan sanksi karena tindak pidana terorisme," kata Hendro.
Sisi gelap apapun dari oknum tersbeut dapat diangkat ke tempat yang terang di ranah hukum. Karena itu, ia mengatakan kehidupan demokrasi harus diselamatkan oleh pemerintah, dengan cara membersihkan "benalu-benalunya".
"Para benalu demokrasi adalah para provokator dan demagog, yang termasuk dalam kejahatan terorganisasi (organized crime)," kata dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami