Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dulu Kawan, Sandiaga dan Anies Bisa Jadi Lawan di 2024

        Dulu Kawan, Sandiaga dan Anies Bisa Jadi Lawan di 2024 Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sandiaga Salahuddin Uno dinilai memiliki kans besar untuk kembali maju pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 setelah bergabung ke pemerintahan Jokowi. Jika benar maju nyapres, Sandi berpeluang bertarung dengan sejumlah nama, termasuk di antaranya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Jika di Pilgub DKI Anies dan Sandi berpasangan, apakah di Pilpres 2024 mereka akan jadi lawan?

        Potensi kedua sahabat ini untuk bertarung sebagai lawan di 2024 sangat terbuka. Ada sejumlah alasan yang mendasarinya. Pertama, dari sisi elektabilitas, baik Anies maupun Sandi sama-sama mumpuni sebagai bakal capres terkuat. Berdasarkan survei terakhir lembaga SMRC yang dirilis akhir Desember 2020, Anies berada di urutan ketiga capres unggulan di bawah Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto dengan ektabilitas 11%. Sandi di urutan empat dengan 7,9%.

        Baca Juga: Sandiaga Uno Optimis Bali Bisa Pulih seperti Selandia Baru Bebas Covid-19, Asalkan...

        Dari sisi dukungan politik, Anies dan Sandiaga Uno juga diperkirakan tidak akan sulit mendapatkan kendaraan untuk nyapres, yakni partai. Keduanya memang bukan ketua umum partai, apalagi Anies yang bukan kader partai, tetapi mereka punya magnet untuk dilamar dan diusung partai sebagai capres.

        Dimulai dari Anies. Sosok ini punya kans besar maju capres karena dukungan yang besar dari masyarakat, terutama kalangan pemilih Islam. Setelah Prabowo Subianto dan Sadiaga Uno menyeberang ke ke kubu pemerintahan Jokowi dan meninggalkan peran sebagai oposisi, praktis suara kelompok Islam kini bisa jadi hanya mengarah ke Anies.

        Partai yang disebut-sebut berpotensi mengusung Anies adalah NasDem dan juga PKS. Nasdem sejak setahun lalu secara terbuka menyatakan siap mengusung Anies jadi capres.

        Adapun dukungan PKS karena pertimbangan kesamaan ideologi dan kedekatan. Sejak di Pilgub DKI 2017, partai ini memang sudah mengusung Anies. Jika Nasdem dan PKS mengusung Anies, hal itu akan menarik karena dengan sendirinya akan melibatkan dua tokoh senior sebagai king maker, yakni Surya Paloh dan Jusuf Kalla. Paloh merupakan ketua umum NasDem, sedangkan JK dikenal dekat dengan Anies, termasuk berada di belakang layar saat Anies memenangi Pilgub DKI.

        Sementara, Sandi berpeluang nyapres setelah dia menerima jabatan menteri pariwisata dan ekonomi kreatif di kabinet Jokowi. Tentu bukan semata jabatan menteri yang membuat Sandi berubah arah dan berbalik mendukung Jokowi yang dulu jadi lawannya di Pilpres 2019.

        Sandi punya kalkulasi politik. Semua sudah dihitung dengan matang. Jika maju di pilpres dengan posisi sebagai oposan, itu akan berat baginya. Pilihan realistis adalah bergabung ke Pemerintah Jokowi meski dengan risiko ditinggalkan pemilihnya saat Pemilu 2019. Risiko lainnya adalah dia harus bersaing dengan Prabowo yang notabene adalah ketua umum Gerindra.

        "Sandi memerlukan eksistensi. Kalau dia mengambil posisi oposisi pada situasi politik yang powerfull di tangan presiden, akan rugi. Maka diambillah peluang memteri itu, sebagai running politiknya ke depan," ujar pengamat komunikasi politik dari Universitas Airlangga Suko Widodo, kepada SINDONews, Minggu (3/1/2021).

        Masuknya Sandi ke dalam koalisi Pemerintahan Jokowi memang menarik karena bisa mengubah peta politik menjelang Pilpres 2024. Koalisi PDIP dan Partai Gerindra bisa jadi akan menjadikan duet Puan Maharani-Sandi sebagai opsi baru menyusul elektabilitas Prabowo Subianto yang meredup.

        Tadinya, koallisi PDIP-Gerindra disebut-sebut menyiapkan Prabowo Subianto dengan Puan Maharani yang saat ini menjabat ketua DPR. Namun, belum apa-apa komposisi calon presiden dan calon wakil presiden (capres -cawapres) yang disiapkan PDIP-Gerindra tersebut terancam ambyar.

        Berdasarkan hasil survei SMRC, hanya sekitar 50% pemilih Gerindra pada Pileg 2019 yang akan memilih Prabowo seandainya pilpres dilakukan saat survei berlangsung (Desember 2020). Sebanyak 39% pemilih Prabowo pada Pilpres 2019 yang menyatakan akan memilih Prabowo.

        Dari pihak PDIP, selain Puan, nama Ganjar Pranowo juga disebut-sebut berpeluang diusung. Belakangan, nama politikus PDIP tersebut mencuat lantaran memiliki elektabilitas tertinggi berdasarkan survei. Karena itu pula, saat ini muncul usulan agar koalisi PDIP-Gerindra mengusung Ganjar-Sandi dengan perhitungan akan lebih mudah menang. Keduanya sama-sama dinilai mudah untuk diterima pemilih, terutama kalangan muda.

        Namun, apakah Sandi akan mendapat restu Prabowo maju di pilpres, terutama jika mantan Danjen Kopassus tersebut masih ingin maju bertarung untuk yang keempat kalinya? Menurut Suko, Sandi tidak punya jaminan itu, namun paling tidak dengan masuk bergabung ke pemerintahan, dia menjaga kansnya tetap terbuka.

        Baca Juga: Ibarat Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga: Gerindra dan PDIP Kena Getahnya!

        "Itu peluang maksimal yang saat ini bisa diambil Sandi," kata Suko.

        Jika PDIP-Gerindra mengusung Puan-Sandi atau Ganjar-Sandi, sederetan tokoh senior juga akan jadi king maker di belakang mereka, terutama Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Prabowo.

        Keputusan Jokowi merangkul Sandi sebagai menteri dinilai langkah sangat taktis dan strategis dalam menghadapi pilpres mendatang. PDIP sebagai partai berkuasa kini punya lebih banyak opsi calon.

        "Masuknya Sandi yang diuntungkan adalah kubu yang berkuasa. Sekarang mereka banyak opsi untuk pilpres, jika bukan Prabowo-Puan, bisa juga Puan-Sandi," kata pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio, kepada SINDONews, Minggu (3/1/2021).

        Dia melihat bahwa dirangkulnya Sandi merupakan bagian dari upaya kubu penguasa (PDIP) untuk melanggengkan kekuasaan hingga 10 tahun ke depan. "Terlihat kalau kubu berkuasa sedang menyiapkan panggung untuk 2024 agar terulang lagi sejarah 10 tahun berkuasa," katanya.

        Namun, Hendri menyebut masih panjang waktu sebelum pilpres digelar. Mengenai siapa-siapa nanti berpeluang maju nyapres dan menang, itu akan sangat bergantung pada momentum. Meski nama-nama tokoh seperti Sandi punya modal sosial dengan masuk ke pemerintahan, jika tidak didukung momentum, itu akan sia-sia.

        Momentum ini menurut Hendri, tidak hanya milik tokoh dari lingkaran kekuasaan, misalnya, Sandi, Erick Thohir (Menteri BUMN), Tri Rismaharini (Menteri Sosial), atau Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian), melainkan juga oleh tokoh dari kubu opisisi, termasuk Anies. Semua berpeluang mendapat momentum.

        "Bicara siapa yang akan menang pilpres, sebetulnya kuncinya adalah siapa nanti yang bisa menemukan momentum di awal dan bagaimana dia memanfaatkan momentum tersebut untuk Pilpres 2024," tandas Hendri.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: