PT PLN (Persero) kembali memperoleh sertifikat penurunan emisi gas rumah kaca dari tiga pembangkit energi terbarukan. Sertifikat tersebut diserahkan secara virtual oleh Direktur Regional Asia Tenggara South Pole, Kat Khunikakorn, kepada Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini, pada Senin (11/12021).
Sertifikat penurunan emisi yang diperoleh kali ini yakni sejumlah 1,2 juta ton CO2eq yang berasal dari PLTA Musi di Bengkulu, serta PLTA Renun dan PLTA Sipansihaporas di Sumatera Utara. Penambahan ini, secara total PLN telah memperoleh sertifikat penurunan emisi sejumlah 7,9 juta ton CO2eq.
Baca Juga: Dukung Masyarakat Tetap Produktif, PLN Jaga Pasokan Listrik Selama PPKM
Sebagian dari sertifikat penurunan emisi tersebut sudah terjual di pasar internasional. Tahun ini, PLN mulai membuka layanan pembelian sertifikat penurunan emisi bagi individu, organisasi, maupun perusahaan-perusahaan di Indonesia yang peduli lingkungan dan krisis iklim.
Sertifikat penurunan emisi ketiga PLTA ini diperoleh melalui mekanisme Verified Carbon Standard (VCS), yang merupakan standar kualitas yang paling banyak digunakan untuk memverifikasi dan menerbitkan sertifikat penurunan emisi sukarela.
Selain melalui mekanisme VCS, PLN juga mengembangkan program penurunan emisi gas rumah kaca melalui Clean Development Mechanism (CDM) yang merupakan salah satu mekanisme perdagangan karbon di bawah Perjanjian Protokol Kyoto.
Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini mengatakan, program CDM PLN meliputi dua pembangkit listrik tenaga panas bumi, yaitu PLTP Kamojang dan PLTP Lahendong. Kedua pembangkit tersebut telah memperoleh sertifikat penurunan emisi sejumlah 309 ribu ton CO2eq.
Pembangunan pembangkit energi terbarukan membutuhkan investasi yang sangat besar. Oleh karena itu, adanya insentif dari penjualan sertifikat penurunan emisi dinilai membantu pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
"PLN memandang pendanaan karbon sebagai peluang untuk mendukung aspirasi energi bersih yang kami canangkan. Kami berpartisipasi baik dalam pasar karbon kepatuhan maupun dalam pasar karbon sukarela dengan mengembangkan program-program penurunan emisi karbon melalui mekanisme CDM dan VCS," kata Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini dalam keterangan resmi, Senin (11/1/2021).
Pembangkit listrik energi terbarukan memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia dari sumber energi yang bersih dan ramah lingkungan. Sehingga hal ini membantu target pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca yang mengancam keseimbangan iklim bumi.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris pada 2016, dan berkomitmen untuk menurunkan 29 persen emisi gas rumah kaca pada tahun 2030. Salah satu strategi pemenuhan komitmen tersebut adalah dengan meningkatkan bauran energi baru dan terbarukan menjadi 23 persen pada 2025.
Rencana Usaha Penyediaan Listrik (RUPTL) Tahun 2019 - 2028 menargetkan akselerasi pembangunan pembangkit listrik EBT yang akan menurunkan emisi sebesar 137 juta ton CO2eq selama kurun waktu sepuluh tahun, jika dibandingkan dengan skenario tanpa akselerasi penetrasi EBT.
"Tahun lalu, PLN berhasil menjadi perusahaan dengan peringkat teratas di Asia Selatan dan Tenggara sebagai perusahaan kunci yang akan menentukan kesuksesan transformasi sistem energi dan dekarbonisasi, berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh World Benchmarking Alliance (WBA)," kata Zulkifli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Alfi Dinilhaq