Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Singgung Kudeta Militer, Ketua Parlemen ASEAN: Kalau Bisa, Usir Myanmar dari Asosiasi

        Singgung Kudeta Militer, Ketua Parlemen ASEAN: Kalau Bisa, Usir Myanmar dari Asosiasi Kredit Foto: Antara/REUTERS/Kham
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kelompok Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (HAM) pada Selasa (2/2/2021) mendesak mengeluarkan Myanmar dari asosiasi itu. Peringatan itu keluar setelah para pemimpin militer negara Aung San Suu Kyi belum mengakhiri kudeta yang mereka luncurkan pada Senin (1/2/2021) kemarin.

        "ASEAN, negara-negara Asia lainnya seperti Jepang dan China, serta Barat perlu berhenti mengatakan 'hal-hal baik' tentang rekonsiliasi di Myanmar dan mengambil tindakan nyata," kata Charles Santiago, ketua Parlemen ASEAN untuk HAM, dilansir Radio Free Asia, Rabu (3/1/2021).

        Baca Juga: Apa Kata Pengamat Soal Perbedaan Sikap Negara ASEAN Terhadap Myanmar?

        “ASEAN harus memiliki delegasi tingkat tinggi yang mengunjungi Myanmar di hari-hari mendatang untuk menekannya agar mengembalikan pemerintah ke Aung San Suu Kyi ... seraya untuk memberi kesan (kepada mereka) bahwa kudeta tidak dapat diterima dan sangat tidak konsisten serta melanggar prinsip-prinsip ASEAN dan piagam ASEAN,” papar Santiago, seorang anggota parlemen dari Malaysia, mengatakan pada konferensi pers daring dengan kelompok pro-demokrasi lainnya, merujuk pada pemimpin sipil pemerintah Myanmar.

        “(Jika Myanmar tidak berbalik), saya pikir harus ada proses untuk mengeluarkan Myanmar dari ASEAN,” tambahnya.

        Santiago mengakui bahwa negara-negara ASEAN terpecah dalam tanggapan individu mereka terhadap kudeta tersebut, dengan Kamboja, Thailand, dan, awalnya, Filipina, dengan mengatakan bahwa pembangunan adalah masalah internal Myanmar. Khususnya, ketiga negara tersebut memiliki sejarah kudeta.

        Santiago adalah anggota oposisi di Malaysia, yang memiliki pemerintahan tidak terpilih dan berada di bawah keadaan darurat nasional pertamanya dalam lebih dari lima dekade.

        Indonesia, Malaysia dan Singapura, menyatakan keprihatinan serius tentang kudeta Senin (1/2/2021) di negara sesama ASEAN. Dan Kerajaan Brunei, sebagai ketua ASEAN tahun ini, mendesak agar kembali normal “sesuai dengan kemauan dan kepentingan” rakyat Myanmar.

        Manila, bagaimanapun, mengubah nadanya pada Selasa, dan juga menyatakan kekhawatirannya tentang kudeta militer di Myanmar.

        "Pemerintah Filipina mengikuti dengan keprihatinan yang mendalam atas situasi yang berkembang di Myanmar, dan khususnya prihatin dengan keselamatan Daw Aung San Suu Kyi," kata Departemen Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.

        Sementara itu pada Selasa (2/2/2021), Fortify Rights, sebuah kelompok Asia Tenggara, meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memberlakukan embargo senjata global terhadap Myanmar dan merujuk situasi di negara itu ke Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag.

        Partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi memenangkan 396 kursi di parlemen sementara Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan yang berafiliasi dengan tentara memenangkan 33 kursi dalam pemilihan umum pada bulan November.

        Sebelumnya pada Senin (1/2/2021)pagi, militer Myanmar menangkap Suu Kyi dan para pemimpin senior lainnya, kemudian mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun untuk menangani tuduhan kecurangan pemungutan suara terkait pemilihan umum tiga bulan lalu.

        Pada Selasa, Departemen Luar Negeri AS mengatakan telah menilai bahwa pemerintah terpilih di Myanmar digulingkan dalam kudeta militer sehari sebelumnya. Oleh karena itu, Amerika Serikat sekarang akan meninjau bantuan luar negeri kepada pemerintah Myanmar, kata departemen itu.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: