Pakar Medis Erdogan Bilang Penyintas Covid-19 Hanya Perlu Satu Suntikan Vaksin karena...
Seorang ahli medis Turki menyuarakan dukungan pada studi yang menunjukkan bahwa satu suntikan vaksin sudah cukup memberikan perlindungan bagi para penyintas Covid-19, yang artinya bisa menghemat jutaan dosis untuk orang lain.
Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan pada Senin (8/2/2021), para peneliti dari Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York mengamati bahwa peserta yang sebelumnya terinfeksi Covid-19 memberikan respons antibodi yang sama atau lebih tinggi setelah mereka mendapatkan dosis pertama dari vaksin berbasis mRNA, dibandingkan mereka yang tidak tertular virus dan menerima dua dosis vaksin.
Baca Juga: Sudah 41 Juta Rakyat AS Terima Vaksin Corona, Jumlahnya Terus Bertambah
sebelumnya tertular virus melaporkan efek samping yang tidak menyenangkan seperti sakit kepala, demam, dan nyeri otot atau sendi lebih sering daripada mereka yang tidak pernah terkena virus setelah vaksin dosis pertama.
Menurut hasil ini, para ilmuwan menyarankan bahwa orang yang sebelumnya terinfeksi virus corona bisa diberi hanya satu dosis vaksin untuk menciptakan kekebalan yang sama dengan mereka yang tidak tertular virus dan menerima dua dosis vaksin.
"Mengubah kebijakan untuk memberi orang-orang ini hanya satu dosis vaksin tidak akan berdampak negatif pada titer antibodi mereka. Ini juga bisa menghindarkan mereka dari rasa sakit yang tidak perlu dan memberikan banyak dosis vaksin bagi yang membutuhkan," kata penelitian itu.
Fatih Sahiner, seorang ahli mikrobiologi medis dan ahli virologi di Universitas Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran Gulhane di ibu kota Ankara, setuju dengan penelitian ini.
“Pemberian vaksin dosis kedua kepada penyintas virus corona tidak akan memberikan manfaat tambahan. Dengan satu dosis vaksin yang diberikan kepada orang-orang ini, sangat mungkin jutaan lebih orang dapat mendapatkan vaksin dan mengembangkan kekebalan terhadap virus,” kata Sahiner dalam wawancara eksklusif dengan Anadolu Agency.
Vaksinasi hanya satu dosis akan menjadi strategi yang masuk akal selama pandemi, kata dia.
"Karena seseorang yang sembuh dari penyakit menular sudah memiliki kekebalan perlindungan sampai batas tertentu, sistem kekebalan mereka menganggap vaksin itu sebagai infeksi baru dan merespons dengan kuat," kata dia.
Itulah mengapa efek samping vaksin yang tidak menyenangkan secara signifikan lebih tinggi pada penyintas daripada mereka yang tidak tertular virus sebelumnya.
Mengesampingkan kemungkinan bahaya besar yang mungkin terpapar oleh dosis vaksin yang berlebihan, Sahiner mengatakan: "Penting untuk mempertimbangkan kemungkinan bahwa dosis vaksin yang tidak perlu dapat meningkatkan risiko hipersensitivitas seperti alergi pada individu yang hipersensitif."
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), "Hingga Desember 2020, terdapat lebih dari 200 kandidat vaksin untuk Covid-19 yang sedang dikembangkan. Dari jumlah tersebut, setidaknya 52 kandidat vaksin sedang dalam uji coba pada manusia. Ada beberapa lainnya yang saat ini dalam fase I/II, yang akan memasuki fase III dalam beberapa bulan mendatang."
GAVI, Vaccine Alliance, mengatakan ada empat kategori vaksin yang berbeda dalam uji klinis; vektor virus, Asam Nukleat (RNA dan DNA), virus utuh, subunit protein, menambahkan beberapa di antaranya mencoba memasukkan antigen ke dalam tubuh, yang lain menggunakan sel tubuh untuk membuat antigen virus.
Oxford-AstraZeneca dan Russia's Sputnik V adalah vaksin vektor virus, sedangkan Pfizer-BioNTech dan Moderna adalah vaksin berbasis mRNA. Sedangkan CoronaVac China adalah virus yang tidak aktif.
Menurut Universitas Johns Hopkins AS, pandemi sejauh ini telah merenggut lebih dari 2,25 juta jiwa di 192 negara dan wilayah sejak muncul pada Desember 2019. Lebih dari 104 juta kasus dan lebih dari 57,78 juta orang telah sembuh dari penyakit ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: