Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Apa Itu Buzzer Politik?

        Apa Itu Buzzer Politik? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Istilah ‘buzzer’ saat ini sedang populer di kalangan masyarakat, karena di setiap peristiwa politik yang terjadi, selalu ada counter-narasi yang dilakukan oleh pihak tertentu.

        Hal itu seringkali terjadi di berbagai platform media sosial seperti Facebook dan Twitter. Misalnya, memunculkan tagar yang berisi seruan terkait peristiwa tertentu secara masif, sehingga akan memicu trending topic di platform Twitter.

        Baca Juga: Tegas! Istana Ngomong Begini Terkait Buzzer: Kita Menggunakan Influencer, Cek Perbedannya...

        Narasi yang dibangun seringkali bersifat defensif terhadap kebijakan pemerintah. Tidak jarang juga buzzer seperti ini menggunakan UU ITE kepada lawan politiknya jika merasa sudah terlewat batas. Hal ini tentu saja meresahkan masyarakat yang melontarkan kritiknya kepada pemerintah secara objektif. Namun, apa itu buzzer politik? Bagaimana cara mereka bekerja?

        Mengenal Apa Itu Buzzer

        Pada awal 90’an, internet diluncurkan untuk menjawab tantangan industri global dalam menghadapi dunia digital. Dengan itu, setiap orang yang terkoneksi internet dapat berkomunikasi jarak jauh menggunakan email serta mengakses berbagai informasi melalui mesin pencari seperti Yahoo! dan Google.

        Dunia internet berkembang pesat, sehingga tidak lama kemudian lahir inovasi baru, media sosial. Media sosial pada akhirnya akan membentuk kepribadian manusia untuk selalu tahu segala informasi dengan cepat, dimana pun mereka berada.  

        Dalam bahasa Inggris, Buzzer memiliki arti sebagai lonceng, untuk menyebarkan sinyal atau tanda tertentu. Jika dikaitkan dengan pengertian tersebut, maka buzzer adalah orang yang memiliki pengaruh untuk menyuarakan sesuatu, biasanya berupa ajakan untuk melakukan tindakan tertentu. 

        Awalnya, buzzer dikenal sebagai pekerjaan virtual guna mempromosikan suatu produk di media sosial. Buzzer seringkali diasosiasikan sebagai pemasar bisnis agar orang bisa tertarik untuk membeli produk tersebut. 

        Namun, penggunaan istilah buzzer menjadi terdistorsi, lantaran keahlian mereka dalam memasarkan produk digunakan untuk ‘memasarkan’ kandidat politik dari partai politik tertentu, sehingga istilah tersebut kemudian dikenal sebagai buzzer politik. 

        Banyak sumber menyebutkan penggunaan buzzer politik dilakukan saat berlangsungnya kontestasi Pilgub DKI Jakarta 2012 silam. Kemudian, penggunaan buzzer ini meningkat pesat saat Pemilu 2014. Buzzer politik seringkali menggunakan platform media sosial populer seperti Facebook dan Twitter dalam menjalankan pekerjaannya. Tujuannya adalah untuk melakukan promosi kebijakan baru, melakukan counter-narasi yang dilakukan oleh lawan politik kepada seseorang atau institusi tertentu, atau bahkan juga menjatuhkan kredibilitas lawan politik.

        Buzzer juga dikaitkan erat dengan KOL. Key Opinion Leader (KOL) adalah seseorang yang memiliki jumlah pengikut media sosial yang besar. Youtuber, streamer, selebgram, dan orang berpengaruh di media sosial lainnya adalah contoh dari KOL.

        Saat ini, KOL lebih akrab dikenal dengan sebutan influencer. Sama seperti buzzer, KOL juga memiliki pengaruh terhadap opini publik. Bedanya, KOL memiliki jumlah pengikut media sosial yang lebih besar jika dibandingkan dengan buzzer. Selain itu, KOL biasanya terdiri dari orang yang sudah terpercaya dan dinilai memiliki pengaruh yang besar di kalangan masyarakat luas.

        Bagaimana Cara Buzzer Politik Bekerja?

        Setelah mengetahui apa itu buzzer berdasarkan definisi awalnya, saatnya kita membahas cara kerja buzzer politik di media sosial.

        Buzzer politik menjalankan aksinya melalui berbagai platform media sosial. Buzzer politik biasanya sudah terorganisir dengan baik serta memiliki kemampuan kerja yang produktif dan masif. Salah satu platform favorit buzzer politik adalah Twitter.

        Jika ingin membuat suatu isu politik atau ingin melakukan counter narasi terhadap pernyataan dari lawan politiknya, buzzer biasanya akan membuat tagar berisikan kalimat tertentu, kemudian mencuitkan percakapan yang mengajak pengikutnya untuk mendukung aksinya. Penggunaan tagar ini bertujuan untuk mendapatkan predikat trending topics, sehingga tagar yang sudah termuat misi mereka dapat dilihat oleh banyak orang.

        Terkadang, KOL yang memiliki afiliasi politik ke spektrum tertentu juga ikut diterjunkan bersama buzzer politik. KOL dinilai memiliki tingkat efektivitas yang cukup tinggi karena sering dianggap sebagai sumber yang terpercaya oleh masyarakat luas, terlebih jika memiliki jumlah pengikut media sosial yang banyak, sehingga sering digunakan untuk melancarkan sejumlah kampanye tertentu. Tugas buzzer politik disini adalah membantu KOL agar konten yang dihasilkan tetap naik selama waktu yang telah direncanakan sebelumnya. 

        Buzzer politik menggunakan alat bantu berupa software dan bot untuk dapat bekerja dengan maksimal. Bot ini berupa akun media sosial palsu yang digunakan secara massal menggunakan alat untuk mencuitkan tagar tertentu agar berhasil mendapat perhatian masyarakat luas.

        Jenis-Jenis Buzzer Politik

        Biasanya, buzzer politik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu buzzer politik yang bekerja secara profesional dan buzzer politik yang menjadi sukarelawan kepentingan politik tertentu. Buzzer politik sukarelawan biasanya memiliki motif yang didorong kesamaan ideologi atau kepentingan dengan tokoh atau partai politik.

        Terkadang, buzzer politik sukarelawan seringkali tidak meminta bayaran, karena alasan ingin berkontribusi kepada kepentingan politik tertentu. Sedangkan buzzer profesional memiliki jumlah pengikut media sosial yang lebih banyak, terorganisir, dan memiliki bayaran yang besar.

        Untuk menjadi seorang buzzer politik, seseorang akan mengikuti open recruitment terlebih dahulu. Seorang buzzer politik harus memiliki akun media sosial dengan jumlah pengikut yang besar. Kemudian, buzzer politik perlu memiliki kemampuan mengolah dan menyampaikan pesan yang sifatnya persuasif agar bisa diterima masyarakat. Buzzer politik juga memerlukan keahlian di bidang jurnalistik untuk membingkai serta memilih informasi yang tepat. 

        Menurut CIPG, buzzer terpilih akan melalui tahap seleksi untuk menilai tingkat keaktifan mereka. Untuk buzzer profesional, tinggi rendahnya bayaran ditentukan oleh tingkat kualitas interaksi masyarakat yang dihasilkan seperti like, share, retweet, atau komentar. Buzzer profesional cenderung memiliki peran yang vital dalam mendengungkan pesan, sehingga konten yang dihasilkan juga harus dapat menarik perhatian masyarakat.

        Dampak Kehadiran Buzzer Politik di Media Sosial

        Buzzer bisa digunakan untuk kepentingan bisnis, seperti di bidang pemasaran produk. Hal itu akan menghasilkan dampak positif bagi bisnis tersebut, yakni penjualan produk akan meningkat jika promosi produk berhasil mengundang masyarakat menjadi pembeli.

        Namun jika buzzer digunakan untuk kepentingan politik, maka akan berdampak negatif, terlebih jika muatan konten yang dilontarkan tidak sama sekali memiliki dasar, atau malah cenderung ad hominem.

        Selain itu, buzzer politik juga kerap menimbulkan kebingungan di antara masyarakat, karena saling memberikan informasi yang belum tentu faktual. Maka dari itu, masyarakat harus pintar memilih dan memilah informasi yang tersebar di media sosial dengan bijak. Karena, banyak informasi yang merupakan bagian dari propaganda kepentingan politik tertentu.    

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: