Soal Serangan Buzzer pada Tokoh Politik, Data Evello Bantah Adanya 'Orkestrasi Penguasa'
Kredit Foto: Unsplash/Shamin Haky
Politisi PDI Perjuangan, Guntur Romli, sebelumnya menyatakan bahwa serangan buzzer terhadap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan partainya diduga mendapat sokongan dari jaringan kekuasaan dalam pemerintahan saat ini.
Ia menduga ada upaya untuk membiarkan buzzer menyebarkan fitnah dengan memanfaatkan jaringan di pemerintahan, yang ia tekankan bukan berarti pemerintahan Presiden Prabowo, melainkan oknum-oknum yang merasa terancam dengan posisi PDIP di masa depan.
Menanggapi hal tersebut, Pendiri firma analitik Big Data Evello, Dudy Rudianto, menolak pandangan tentang adanya orkestrasi dari penguasa di balik serangan yang ia sebut "kecil" terhadap Megawati.
Menurutnya, terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa serangan yang menggunakan model bot yang seragam pasti digerakkan oleh penguasa.
"Justru, buzzer seperti ini bisa dikatakan sebagai buzzer receh," ujarnya.
Dudy kemudian menjelaskan dengan mengambil contoh periode 13 Februari hingga 21 April 2022. Saat itu, publik memberikan perhatian besar terhadap kelangkaan minyak goreng, dan PDIP justru menjadi bagian dari kekuasaan.
"Ibu Mega saat itu menjadi sasaran sentimen bahkan serangan di media sosial akibat pernyataannya soal minyak goreng. Namun, mengapa kekuasaan saat itu tidak bisa membantu memberikan opini publik yang positif? Ini menunjukkan bahwa interaksi besar di media sosial tidak selalu ada tangan kekuasaan di dalamnya," kata Dudy.
Ia mengungkapkan, pada periode tersebut, jumlah tayang topik kelangkaan minyak goreng mencapai 50 juta di Instagram, 38 juta di YouTube, dan 204 juta di TikTok, yang tidak dapat dibendung oleh kekuasaan saat itu.

Dudy juga memberikan contoh lain, yaitu saat isu #SaveRajaAmpat dan #PapuaBukanTanahKosong viral. Menurutnya, pemerintahan Prabowo-Gibran pun tidak kuasa membendung opini publik dan tidak mampu mengorkestrasi serangan balik.
"Justru karena mandat kekuasaan, Presiden Prabowo mencabut izin usaha pertambangan di Raja Ampat yang menjadi polemik publik," kata Dudy.
Ia memaparkan data bahwa gerakan #PapuaBukanTanahKosong di TikTok mencapai 206 juta tayangan dengan 7.908 video, sementara #SaveRajaAmpat diunggah dalam 70.628 video dengan total tayang mencapai 1,6 miliar kali.
"Sekali lagi, penguasa juga tidak kuasa melawan opini yang berkembang," tambahnya.
Baca Juga: Petinggi Partai Republik Sebut Kemungkinan Saat ini Akan Jadi Shutdown Terpanjang dalam Sejarah AS
Selain itu, Dudy menyoroti isu lain yang konsisten muncul, yaitu serangan terhadap ijazah Presiden Joko Widodo.
"Jika benar bahwa kekuasaan yang dimandatkan kepada Gibran memiliki kemampuan untuk mengorkestrasi buzzer, mengapa tidak digunakan untuk membalikkan opini ini saja?" ujarnya.
Berdasarkan perbandingan-perbandingan tersebut, Dudy menyimpulkan bahwa serangan terhadap Megawati kemungkinan besar adalah kerja buzzer receh dengan bayaran yang tidak seberapa.
"Sangat jauh untuk menyimpulkan ini sebagai orkestrasi penguasa," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement