Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Persidangan Jerat Pasal Pelanggaran Prokes Terhadap Presiden Myanmar

        Persidangan Jerat Pasal Pelanggaran Prokes Terhadap Presiden Myanmar Kredit Foto: Reuters
        Warta Ekonomi, Yangon -

        Win Myint, Presiden Myanmar yang digulingkan Junta Militer, tak lama lagi bakal menghadapi proses persidangan. Terancam dihukum tiga tahun penjara atas sejumlah tuduhan pelanggaran.

        Win Myint antara lain akan didakwa melanggar protokol kesehatan (prokes) dan konsti­tusi negara. Bocoran dakwaan itu disampaikan Pengacaranya, Khin Maung Zaw, kemarin. Namun demikian, Maung Zaw belum tahu tanggal persidangan Win Myint.

        Baca Juga: Catatan Kematian Sampai di Tangan PBB: Hanya Sehari, 38 Demonstran Myanmar Tewas

        Win Myint ditangkap pada 1 Februari lalu bersama dengan pemimpin partai yang berkuasa, Aung San Suu Kyi, beberapa jam sebelum militer merebut kekuasaan melalui kudeta.

        Sebelumnya, Suu Kyi telah menghadapi berbagai dakwaan. Dia muncul melalui video untuk pertama kali pada Senin (1/3/2021) dalam sidang perdana pemba­caan dakwaan pascakudeta.

        Pengacara Suu Kyi, Min Min Soe mengatakan, perempuan berusia 75 tahun itu didakwa atas beberapa tuduhan. Dakwaan pertama adalah mengimpor enam alat komunikasi walkie talkie secara ilegal dan meng­gunakannya. Setelah itu, dia didakwa melanggar Undang-Undang Bencana dengan meng­gelar pertemuan yang melanggar protokol Covid-19.

        Dalam sidang dakwaan Senin lalu (1/3/2021), Suu Kyi juga menda­pat dakwaan tambahan yakni mempublikasikan informasi yang dapat menyebabkan keta­kutan atau bahaya. Sidang Suu Kyi berikutnya akan digelar pada 15 Maret mendatang.

        Demo Masih Berlanjut

        Demonstrasi menentang ku­deta militer, masih terus ber­lanjut di Myanmar. Dilansir Channel News Asia, kemarin, enam orang tewas dalam unjuk rasa itu.

        Dilansir AFP, menurut sum­ber petugas medis, dari enam korban tewas itu, empat orang ditembak mati selama protes di sebuah kota di Myanmar tengah. Sementara dua lainnya ditem­bak di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar. Kedua korban menderita luka tembak di dada dan di kepala.

        Insiden itu terjadi setelah mili­ter memukul beberapa wartawan yang ditahan, termasuk seorang fotografer Associated Press (AP), dengan tuduhan pidana.

        Selain di Mandalay, demonstrasi juga terjadi di pusat kota Myingyan. Di sini unjuk rasa juga berubah menjadi kekerasan.

        “Mereka menembakkan gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam,” kata seorang relawan medis di tempat kejadian ke­pada AFP, menambahkan bahwa sedikitnya 10 orang terluka dalam kejadian itu.

        Kekerasan kemarin terjadi setelah para menteri luar negeri (menlu) negara-negara Asia Tenggara, termasuk perwakilan junta Myanmar Wunna Maung Lwin, membahas krisis tersebut pada pertemuan virtual.

        ASEAN Desak Solusi Damai

        Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) gagal membuat terobosan untuk Myan­mar, dalam pertemuan virtual 10 menteri luar negeri, kemarin. Semua kompak menyerukan agar elite Myanmar menahan diri. Tetapi, hanya empat anggota -In­donesia, Malaysia, Filipina dan Singapura yang menyerukan pembebasan tahanan termasuk Aung San Suu Kyi.

        “Kami menyatakan kesiapan ASEAN untuk membantu Myanmar dengan cara yang positif, damai dan konstruk­tif,” demikian pernyataan ketua ASEAN Brunei.

        Pada pertemuan informal Menlu Se-ASEAN, Selasa lalu (2/3/2021), Menteri Luar Negeri Ret­no Marsudi menegaskan, bahwa keinginan dan niat baik ASEAN untuk membantu tidak akan dapat dijalankan jika Myan­mar tidak membuka pintu bagi ASEAN.

        “It takes two to tango,” kata Retno di konferensi pers yang digelar usai pertemuan infor­mal Menlu Se-ASEAN secara virtual.

        Menlu Retno menekankan bahwa keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Myanmar adalah prioritas nomor satu. Oleh karena itu, Indonesia men­desak aparat Myanmar menahan diri dan tidak menggunakan kekuatan dan kekerasan.

        Retno juga menekankan pentingnya akses kemanusiaan bagi semua orang yang memerlukan, termasuk para tahanan politik.

        “Dalam sejarahnya, saya sam­paikan ASEAN selalu mengu­tamakan dialog dalam menye­lesaikan masalah. Kebiasaan dialog ini telah berkontribusi bagi keberlangsungan hidup ASEAN selama lebih dari 50 tahun,” kata Retno.

        Indonesia mendesak agar semua pihak terkait untuk memu­lai dialog dan komunikasi dan Kondisi yang kondusif, serta lepaskan para tahanan politik.

        Retno menegaskan, komu­nikasi dan dialog internal antara sesama pemangku kepentingan di Myanmar selalu menjadi pilihan terbaik.

        “Indonesia yakin bahwa ASE­AN juga siap untuk memfasilita­si dialog tersebut jika diminta,” tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: