Perhatian, AS Pastikan Vaksin Ciptaan Johnson & Johnson Cuma Butuh Sekali Suntik
Amerika Serikat sudah menyetujui penggunaan vaksin ketiga untuk menangani penularan virus COVID-19, yaitu vaksin buatan Johnson and Johnson yang hanya butuh satu dosis.
Sejumlah pihak kini semakin optimistis jika usaha vaksinasi akan berjalan lebih cepat dari yang diperkirakan semula.
Baca Juga: Nepal Selidiki Pangeran yang Bawa Vaksin AstraZeneca ke Gunung Everest
Saat ini berbagai vaksin yang ada di seluruh dunia termasuk di Australia memerlukan dua dosis atau dua kali suntikan.
Vaksin Pfizer memerlukan dua dosis dengan perbedaan pemberian vaksin antara 21 hari.
Sementara vaksin buatan Oxford-AstraZenece, yang baru disetujui penggunaannya di Australia tanggal 16 Februari lalu, memerlukan waktu yang lebih lama antara pemberian dosis pertama dan kedua.
Situs Departemen Kesehatan Australia menyebutkan dosis kedua baru bisa diberikan antara empat minggu sampai 12 minggu setelah dosis pertama disuntikkan.
Vaksin lain yang memerlukan dua dosis saat ini adalah Novavax, sudah dipesan Pemerintah Australia juga sebanyak 51 juta dosis, juga vaksin Moderna, vaksin Rusia Sputnik, dan dua vaksin dari China Sinovac yang digunakan di Indonesia, dan Sinopharm.
Sebenarnya bukan Johnson and Johnson saja yang berhasil mengembangkan vaksin dosis satu kali.
Vaksin CanSino Biologics yang dikembangkan di China juga hanya memerlukan pemberian satu dosis.
Jadi apa beda vaksin Johnson & Johnson dengan vaksin satu dosis lain?
Vaksin yang dibuat oleh perusahaan Amerika Serikat Johnson and Johnson menunjukkan hasil yang lebih efektif dibandingkan vaksin satu dosis yang dibuat oleh China.
Badan Pengujian Obat-Obatan AS (USFDA) mengatakan vaksin Johnson & Johnson memberikan perlindungan kuat terhadap penyakit serius, keharusan dirawat di rumah sakit dan kematian.
Dalam uji coba besar-besaran yang sudah dilakukan di tiga benua, dosis vaksin satu kali diketahui bisa 85 persen melindungi dari penyakit serius yang disebabkan oleh COVID-19.
Perlindungan juga masih kuat di sejumlah negara, seperti Afrika Selatan, di mana belakangan ada varian baru virus yang penyebarannya lebih cepat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: