Badai atau siklon tropis seroja yang terjadi di Nusa Tenggara Timur atau NTT baru pertama kali terjadi. Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, badai ini merupakan yang terdahsyat sejak tercatat pada 2008 lalu.
"Tampaknya merupakan yang paling kuat dibandingkan siklon-siklon sebelumnya," kata Dwikorita usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Selasa 6 April 2021.
Baca Juga: BMKG: Ada hal yang Mendesak untuk Kami Sampaikan...
"Yang dikhawatirkan, ini mirip tsunami. Jadi gelombang tingginya itu masuk ke barat. Meskipun tidak sama dan sekuat gelombang tsunami, tetapi sama-sama masuk ke darat. Dan dapat merusak," sambungnya.
Sebetulnya, kata Dwikorita, siklon tropis seroja ini puncaknya terjadi pada tanggal 5 April atau hari Minggu yang lalu. Hujan lebat, disertai angin kencang dan gelombang tinggi menerjang ke daratan; merusak bangunan, jembatan bahkan rumah-rumah warga hanyut.
"Padahal pada umumnya, siklon yang terjadi di Indonesia itu tidak masuk ke daratan," kata dia.
Dwikorita memaparkan bahwa fenomena ini dampak dari perubahan iklim. Naiknya suhu permukaan air laut harus menjadi perhatian bersama semua pihak. Jika biasanya, dan itu pun sudah di atas batas normal, suhu muka air laut sudah mencapai 26 deraajat celcius. Kini saat terjadi siklon tropis di perairan wilayah NTT mencapai titik terpanas, yakni 30 derajat celcius. Dampaknya diprediksi hingga tanggal 7 April atau esok hari.
"Ketinggian gelombang di Samudera Hindia dapat mencapai 6 meter. Namun di perairan di Nusa Tenggara Timur, di Flores, di Laut Sawu di Perairan Selatan Pulau Sumba ini dapat mencapai 4-6 meter gelombang tersebut sehingga ini yang perlu diwaspadai juga di perairan dan lautan," kata Dwikorita.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum