Sejak tahun 2006 lalu, Indonesia sudah dinobatkan sebagai produsen dan eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Produksi minyak sawit Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan rata-rata produksi 40 juta ton per tahun.
Peningkatan produksi ini seiring dengan volume dan nilai ekspor minyak sawit Indonesia yang juga meningkat. Data BPS dan GAPKI mencatat nilai ekspor minyak sawit mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni dari US$1,08 miliar atau setara dengan Rp15,66 triliun (dengan kurs Rp14.500) pada tahun 2000 menjadi sekitar US$23 miliar atau setara dengan Rp333 triliun (dengan kurs Rp14.500) pada tahun 2020.
Baca Juga: Potensi IVO untuk Tingkatkan Perekonomian Pekebun Sawit
“Peningkatan nilai ekspor minyak sawit tersebut makin memperbesar kontribusinya pada neraca perdagangan non migas,” seperti dikutip dari laporan PASPI Monitor.
Bahkan, dalam 10 tahun terakhir, kontribusi devisa minyak sawit cukup signifikan dan mempengaruhi kinerja neraca perdagangan migas Indonesia. Mengacu pada data BPS yang diolah PASPI Monitor, dalam periode tahun 2010 – 2020, hanya 3 tahun yakni pada tahun 2010, 2011, dan 2020, dimana neraca non migas tanpa devisa sawit mengalami surplus. Selain ketiga tahun tersebut, neraca non migas tanpa sawit selalu mengalami defisit.
“Jika diperhitungkan devisa sawit pada neraca non migas menunjukkan bahwa neraca non migas dengan devisa sawit selalu mengalami surplus. Dengan demikian, cukup jelas terlihat bahwa kontribusi devisa sawit membuat neraca perdagangan non migas selalu surplus,” seperti ditulis dalam laporan PASPI Monitor.
Surplus neraca non migas di Indonesia sangat diperlukan untuk menutup atau memperkecil neraca perdagangan yang selalu defisit sejak tahun 2004. “Sehingga pengurangan aliran darah perekonomian (leakages) tidak terjadi,” catat PASPI Monitor dalam laporannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: