Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Karena Hal Ini, Singapura dan Kamboja Tolak Lockdown

        Karena Hal Ini, Singapura dan Kamboja Tolak Lockdown Kredit Foto: Unsplash/Justin Lim
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kamboja mengakhiri lockdown total di Phnom Penh, kemarin, setelah tiga pekan. Padahal, saat kasus Covid-19 justru tengah melonjak. Pemerintahan Perdana Menteri (PM) Hun Sen punya alasannya sendiri.

        Kamboja telah mencatat in­feksi Covid-19 meningkat dari sekitar 500 pada akhir Februari menjadi 17.621 sekarang, dengan 114 kematian. Pihak ber­wenang mencatat 650 kasus baru dan 4 kematian, kemarin.

        Baca Juga: Sekali Lagi Hati-hati! PM Kamboja Sudah Sebut Negaranya di Ambang Kematian Akibat Covid-19

        Para ahli kesehatan memperingatkan tentang pencabutan lockdown ini sebenarnya terlalu cepat. Namun pemerintah beralasan, akan melakukan pengetatan di wilayah dengan kasus tinggi, namun melonggarkan di wilayah yang kasusnya terkendali.

        “Saya meminta agar warga tidak lalai, karena kita hidup di bawah cara hidup baru dalam konteks Covid19,” kata Wakil Gubernur Phnom Penh, Mean Chanyada, dilansir Reuters.

        Pihak berwenang mengha­pus barikade pada Rabu malam (5/5/2021) di zona “kuning” yang ditetapkan sebagai aman untuk mobilitas. Sementara zona “mer­ah” dan “oranye” dengan tingkat infeksi yang lebih tinggi akan tetap diisolasi hingga 12 Mei.

        Di zona kuning, akan terlihat aktivitas ekonomi dan arus lalu lintas yang lebih besar, tetapi tetap berada di bawah jam malam dari pukul 8 malam sampai pukul 3 pagi.

        Ketika Phnom Penh terbuka, pihak berwenang juga telah memperkenalkan langkah-langkah baru, seperti hanya mengizinkan 50 persen pekerja di pabrik untuk kembali dan dengan prioritas pada mereka yang divaksinasi.

        Tindakan lainnya, adalah melakukan lebih banyak pengujian Covid-19 dan vaksinasi yang lebih tinggi di beberapa bagian Phnom Penh.

        Sementara Singapura, negara dengan populasi 5,7 juta jiwa itu kembali memperketat kebijakan penanganan Covid-19, menyusul merebaknya lagi wabah penyakit menular ini.

        Kementerian Kesehatan Singapura telah mengumumkan membatasi pertemuan dan mengurangi jumlah pengunjung ke sebuah rumah dari 8 orang menjadi 5 orang mulai 8 Mei hingga 30 Mei.

        Pengetatan lain, proporsi karyawan yang diizinkan kem­bali ke tempat kerja juga akan berkurang selama periode yang sama. Sementara kapasitas akan berkurang di tempat-tempat wisata, perpustakaan, dan tur.

        “Penting bagi kami mengklarifikasi, kami tidak mengesampingkan kemungkinan pemutus sirkuit (mirip lockdown). Tentu kami berharap, kami tidak akan sampai di sana dan kami harus melakukan apa yang kami bisa dengan serangkaian tindakan yang baru saja kami umumkan ini,” kata Menteri Kesehatan, Gan Kim Yong seperti dikutip Channel News Asia.

        “Dengan kerja sama dan dukungan semua warga Singapura, kami mungkin akan dapat menghindari situasi pe­mutus sirkuit. Tapi kami tidak dapat mengesampingkan itu,” tambahnya.

        Ia menegaskan, Pemerintah Singapura akan terus waspada, memantau situasi dan akan me­nyesuaikan tindakan.

        Menteri Pendidikan, Lawrence Wong menyamakan rangkaian pembatasan baru sebagai lang­kah “kembali ke Fase 2”. Situ­asi saat ini, ujarnya, tidak persis sama dengan tahun lalu ketika pemutus sirkuit diterapkan.

        Periode pemutus sirkuit diber­lakukan dari 7 April hingga 1 Juni tahun lalu, dengan langkah-langkah yang mencakup sekolah berbasis rumah dan sebagian besar tempat kerja ditutup.

        Wong menambahkan, Singapura juga memiliki kemam­puan yang jauh lebih baik dalam hal pengujian dan pelacakan kontak sekarang. Ini memung­kinkan pihak berwenang bergerak lebih cepat dalam mengidentifikasi potensi kontak dekat dan mengujinya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: