Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pemanfaatan CO2 Sektor Migas Bisa Jadi Alat Produksi Minyak Lewat Metode EOR

        Pemanfaatan CO2 Sektor Migas Bisa Jadi Alat Produksi Minyak Lewat Metode EOR Kredit Foto: Pertamina
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha, menilai jika pemanfaatkan CO2 dalam industri migas sangatlah penting. Hal tersebut bisa dilihat dari emisi gas buang CO2 hasil produksi migas sangat tinggi.

        Hal tersebut ia katakan dalam webinar yang bertajuk “Upaya KKKS Mengurangi Emisi Karbon” yang diselenggarakan oleh Ruang Energi, melalui channel YouTube Ruang Energi, Kamis (16/6/2021). Baca Juga: Perusahaan Migas Dunia Rugi, Pertamina Justru Raih Laba Bersih Rp15 Triliun

        Karena itu, ia mengatakan dengan pengelolaan emisi tersebut bisa dijadikan sebagai alat produksi minyak melalui mekanisme Enhanced Oil Recovery (EOR).

        “Proyek CCUS (Carbon, Capture, Ulitization and Storage) bisa diintegrasikan dengan teknologi EOR di beberapa lapangan Migas seperi Lapangan Sukowati, Lapangan Limau Biru, dan Blok Tangguh. Teknologi CCUS yang meng-absorb carbon tadi bisa di monetisasi,” ujarnya. Baca Juga: Penerimaan Negara dari Sektor Hulu Migas Capai US$3,29 Miliar di Kuartal I 2021

        Adapun, teknologi CCUS ini merupakan solusi untuk mengurangi emisi karbon sesuai target NDC sektor energi sebesar 38% hingga 2030, dan dengan teknologi CCUS ini juga dapat meningkatkan produksi migas nasional melalui teknologi EOR.

        Sementara itu, ia menilai jika pemerintah telah memiliki strategi dalam melakukan transisi energi guna mengurangi emisi karbon sebagaimana tertuang dalam ratifikasi Paris Agreement.

        Jika melihat dari Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia memiliki kontribusi penurunan emisi di sektor energi dengan batas waktu 2030 hanya 38%. Karena sektor yang lain mulai dari waste, industri, agriculture, dan juga forest jika dijumlahkan mencapai 62%.

        “Target penurunan emisi di sektor energi dalam NDC hanya sekitar 38% didalam meliputi berbagai sektor, di antaranya, transportasi; pembangkit listrik; industri migas,” jelas dia.

        Sementara itu, ia mengatakan jika target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagaimana komitmen sektor energi yakni sebesar 314 – 398 Juta Ton Co2, pada tahun 2030, melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT), pelaksanaan efisiensi energi, dan konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih.

        Ia merinci target penurunan emisi GRK di sektor energi melalui pengembangan EBT sebesar 170.42 Juta Ton CO2. Kemudian untuk energi efisiensi target penurunan emisi mencapai 96.33 Juta Ton CO2.

        Selanjutnya, Clean Power (energi bersih) sebesar 31.80 Juta Ton CO2; fuel switching sebesar 10.02 Juta Ton CO2, dan post mining reclamation (perubahan lahan) sebesar 5.46 Juta Ton CO2. Sehingga jika dikalkulasikan sebesar 314 Juta Ton CO2.

        “Kalau ini kita jalani berarti target 29% tahun 2039 bisa dicapai tentunya, tetapi Renewable kalau kita lihat hari ini di 2020 EBT kita 11,2% itu primer, kalau jadi energi final sebesar 14%, dari target 28% di tahun 2030,” jelas Satya.

        Lebih lanjut, ia mengatakan di 2020 Indonesia berhasil memberikan kontribusi penurunan emisi GRK sebesar 64.36 Juta Ton CO2 dari target 314 Juta Ton CO2 di 2030, maka rencana aksinya adalah mulai dari meningkatkan Pembangkit Listrik yang bersumber dari EBT, efisiensi energi, menggunakan Bahan Bakar Nabati (BBN), PLTU Cofiring Biomassa (subtitusi dari batubara), pemanfaatan kendaraan listrik, transisi ke green fuel dan teknologi energi bersih, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 5% – 5.5% per tahun.

        “Ini menjadi faktor yang utama karena Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) di design dengan pertumbuhan ekonomi 7% – 8% per tahun. Otomatis demand akan bertambah jika dibanding pertumbuhan ekonominya dibawah 5% – 5.5% pertahun,” tuturnya.

        Ia mengungkapkan, realisasi penurunan emisi GRK di 2020 melebihi target yang ditetapkan. Di mana Pemerintah menarget di 2020 penurunan emisi GRK sebesar 58 Juta Ton CO2, sementara realisasinya sekitar 64 Juta Ton CO2.

        “Ini menjadi PR ke depan (mengurangi emisi karbon sebesar 230 Juta Ton CO2),” imbuh dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: