Dear Mas AHY Dkk, Moeldoko Punya Hak Hukum, Dengar Yah! Jangan Dikaitkan dengan Jabatan KSP!
Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando EMaS merespons soal langkah Moeldoko yang tetap melanjutkan perjuangan partai Demokrat versi KLB ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ia membeberkan langkah hukum yang dilakukan Moeldoko tidak terkait dengan jabatannya di KSP. Baca Juga: Anak Buah Mas AHY Si Pangeran Cikeas Serang Jokowi dengan Santun, Pak Presiden Pecat Moeldoko!
"Langkah hukum ini justru mengindikasikan bahwa Moeldoko sangat menghargai hukum dan Presiden Joko Widodo," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/7/2021).
"Sehingga ketika ditolak Kemenkumham, Moeldoko mengambil langkah hukum lain dan itu sudah diatur oleh konstitusi," sambung dia. Baca Juga: Gugat Putusan Yasonna, Partai Demokrat KLB Deli Serdang: Bukan Langkah Pribadi Moeldoko
Lebih lanjut, ia mengatakan tidak ada yang salah dengan keputusan Moeldoko dan Demokrat KLB untuk menguatkan langkahnya di PTUN.
"Moeldoko bahkan punya 2 hak yang membuat langkahnya kuat di PTUN, yaitu Hak politik dan hak hukum sehingga sah-sah saja menggugat ke PTUN," ujarnya.
"Sebab, selama itu masih sesuai konstitusi, apa yang dilakukan Moeldoko boleh dilakukan," tambahnya.
Diketahui sebelumnya, Kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat Deli Serdang menggugat Menkumham Yasonna Laoly ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Jumat (25/6/2021).
Baca Juga: Anak Buah Mas AHY Si Pangeran Cikeas Serang Jokowi dengan Santun, Pak Presiden Pecat Moeldoko!
Baca Juga: Inalillahi, Kabar Mengejutkan datang dari Cikeas, Mantu SBY Positif Covid-19, Nyonya AHY Makan Enak
Aksii tersebut diambil untuk menolak keputusan Menkumham terkait pengesahan kepengurusan Demokrat hasil KLB yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Maret 2021 lalu.
Kuasa hukum kubu Moeldoko, Rusdiansyah, membeberkan beberapa alasan hukum mengapa KLB Demokrat Deli Serdang harus disahkan.
"Pertama, KLB konstitusional karena diikuti oleh pemilik suara sah yaitu para pengurus Demokrat Kabupaten/Kota maupun Provinsi," katanya.
Kemudian, ia menyebut KLB dilakukan secara demokratis dan konstitusional mengikuti ketentuan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat tahun 2015.
"Ketiga, KLB merupakan hasil desakan dari pendiri, senior, dan pengurus Partai Demokrat di daerah-daerah," ujarnya.
Adapun, Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat, Syahrial Nasution, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memecat Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
Menurut anak buah Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Moeldoko tidak patuh hukum dan beretika karena membegal Partai Demokrat dan kalah.
Namun, Moeldoko kembali beraksi dengan berusaha menggugat keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
"Saya ingin kritik Pak Presiden @jokowi dengan sopan dan santun: tolong, pecat KSP Moeldoko. Pegawai istana yang tidak patuh hukum dan tidak beretika," cuit @syahrial_nst dalam akun Twitternya, seperti dilihat, Kamis (1/7/2021).
"Dia membegal @PDemokrat dan kalah. Tapi masih berusaha menggugat keputusan Menkumham Yasonna Laoly, memaksakan kehendak. Ini kritik pak," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil