Kontestasi Pilpres 2024 menghangat dalam sebulan ini pascamunculnya di permukaan friksi di internal PDI Perjuangan ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tidak diundang dalam acara pertemuan kader dan pejabat daerah dari PDIP se-Jateng.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Herryansyah menyarankan agar publik dan elite parpol tidak terjebak euforia figur capres yang besar karena survei. Apalagi, di tengah persoalan ekonomi dan utang luar negeri pemerintah dan BUMN yang sudah dalam status 'lampu kuning' lebih Rp8.000 triliun tahun 2021, dan berpotensi menjadi Rp10.000 triliun di akhir 2024.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Dapat Angin Segar Lagi untuk Pilpres, Ini Buktinya...
"Kita jangan terjebak pada euforia figur capres yang besar di survei. Jika fokus Pilpres 2024 kagum pesona capres, tapi ujungnya capres terpilih malah menambah utang negara dengan berbagai macam alasan kebijakan," kata Herryansyah dalam sebuah perbincangan di Depok, Jawa Barat.
"Itu sama dengan menggiring anak cucu kita ke dalam jurang kesusahan yang tidak berkesudahan pasca-2024," kata Herry, panggilannya.
Menurutnya, figur capres 2024 tidak perlu sibuk bermain medsos dan pencitraan. Tetapi yang dibutuhkan adalah sosok yang memiliki jaringan keuangan luar negeri, kecakapan finansial, ataupun modal yang cukup, dan mampu menyelesaikan persoalan utang negara.
"Dear capres 2024, siapapun Anda bahkan diusung partai hantu blauk dari hutan belantara pun, akan saya pilih dan kampanyekan dengan syarat dia bisa konkret menegosiasikan utang RI dan bunganya sebelum 2024. Juga network finansial luar negeri yang kuat buyback (membeli kembali) surat utang RI yang jatuh tempo 2021-2024. Itulah yang harus dipilih jadi Presiden 2024," jelas Herry.
Dia mengaku masih berpandangan positif dan meyakini bahwa utang jumbo era Jokowi yang saat ini digunakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur.
Untuk itu, Herry berharap calon presiden berikutnya harus bisa memberi solusi konkret penyelesaian utang negara.
"Pemerintahan saat ini berutang jumbo mempercepat pembangunan infrastruktur yang dirasakan nyata. Jadi jika capres 2024 hanya ingin menjabat saja dan tidak mau ikut memikirkan solusi utang pemerintah saat ini, anak alay dan ABG juga bisa daftar capres 2024," sindirnya.
"Tahun 2024 itu tantangannya berat. Potensi bom waktu pengangguran generasi milenial X dan Y di era 2024-2029, karena krisis ekonomi-sosial dan inflasi tinggi pascapandemi yang siap menerkam negara manapun yang gagal mengelola utang dan neracanya, diperberat lagi jika Trade War China dan USA belum reda," ungkapnya.
Lebih lanjut, dosen FISIP UI ini menilai syarat capres 2024 bukan sekadar mempunyai modal kampanye Rp5 trliiun sampai Rp10 triliun, plus visi-misi utopis "too good to be true". Tetapi setelah memenangkan pilpres bukan menjadi bagian solusi, bahkan capres setelah terpilih menjadi sumber masalah baru dengan jalan menambah utang baru ribuan triliun dengan alasan demi rakyat dan menutupi utang pemerintah sebelumnya.
"Hai milenial wake up, buka mata hati dan pikiran, bukan eranya lagi milih capres 2024 karena ganteng, dizalimi, gagah, dan alim. Tapi setelah jadi presiden malah negara berutang lebih banyak di 2024-2029,” ujarnya. "Atau parahnya presiden yang Anda pilih di 2024 malah menaikkan pajak kalian semua saat ngopi ke kafe, makan di warteg, atau berbelanja online shop dan minimarket dan pajak-pajak lain menutupi defisit APBN dan bayar utang," ungkapnya.
“Saya ora (tidak) bangga nama beken Prabowo, Ganjar, Anies, Airlangga, AHY, Erick Tohir, Gatot. Janji kampanye capres 2024 seharusnya diminta publik dibayar di muka," ujar Herry.
Menurutnya, momen saat ini bisa digunakan oleh semua capres 2024 serta tim sukses-bandar fulus para capres untuk berani pasang badan menyelamatkan ekonomi negara sebelum berakhirnya pemerintahan Jokowi di 2024, dengan jalan membeli kembali puluhan bahkan ratusan triliun surat utang negara agar bangsa ini tertunda pembayaran utang pokok dan bunga yang diperkirakan jatuh tempo tahun 2021-2022 akan menyentuh Rp370 triliun.
"Jika ada seorang capres yang mau melangkah seperti itu akan membuat Soekarno-Hatta dan founding fathers tersenyum bahagia di alam kubur," katanya.
Herry menyematkan capres tersebut dengan gelar 'capres patriot bin nasionalis' karena berkorban buat rakyat memundurkan pembayaran utang negara ini di tengah ancaman krisis ekonomi yang berat dan nyata di masa datang.
Herry pun berharap para pimpinan parpol dan Jokowi membuka sayembara dan mendorong lahirnya capres yang mampu mengatasi masalah bangsa saat ini khususnya bidang ekonomi untuk maju di Pilpres 2024 demi menyelamatkan perekonomian tiga sampai lima tahun mendatang.
"Nah, kaum milenial, nama-nama capres saat ini muncul di survei siapapun dia, dari partai apa pun itu sejatinya kualitas sama saja. Tapi saatnya kita jeli, siapa di antara capres yang paling besar hasil survei buyback surat utang negara. Itulah yang layak dipuja-puji dan pajang fotonya di Facebook, Instagram dan DP WhatsApp di 2024. Jangan milih capres ilusi yang lagi halu (halusinasi, red). Kita bisa terbawa 'halu bin stress' juga pasca-2024," kata Herry.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami