Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Media Amerika Bongkar Data Negara yang Andalkan Vaksin China tapi Tingkat Infeksi Masih Tinggi

        Media Amerika Bongkar Data Negara yang Andalkan Vaksin China tapi Tingkat Infeksi Masih Tinggi Kredit Foto: Reuters/Diego Vara
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Media yang berbasis di Amerika Serikat (AS) pada Rabu (7/7/2021) merilis sebuah analisis terkait negara yang bergantung pada vaksin yang dibuat di China. Di antara negara-negara dengan tingkat vaksinasi tinggi tapi memiliki tingkat infeksi Covid-19 yang juga tinggi.

        Temuan CNBC itu muncul ketika kemanjuran vaksin China menghadapi pengawasan yang semakin ketat, ditambah dengan kurangnya data tentang perlindungannya terhadap varian delta yang lebih menular. CNBC menemukan bahwa kasus Covid mingguan, disesuaikan dengan populasi, tetap meningkat di setidaknya enam negara yang paling banyak diinokulasi di dunia –dan lima di antaranya bergantung pada vaksin dari China.

        Baca Juga: Inallilahi, Tokoh Penting Vaksin Sinovac Indonesia ini Meninggal Terpapar COVID

        CNBC mengidentifikasi 36 negara dengan lebih dari 1.000 kasus mingguan baru yang dikonfirmasi per juta orang pada 6 Juli. Menggunakan angka dari Our World in Data, yang mengumpulkan informasi dari sumber termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pemerintah, dan peneliti di Universitas Oxford.

        Media itu kemudian mengidentifikasi negara-negara di antara 36 negara di mana lebih dari 60% populasinya telah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid.

        Negara-negara tersebut berjumlah enam. Lima di antaranya menggunakan vaksin China sebagai bagian penting dari program inokulasi nasional mereka meliputi Uni Emirat Arab, Seychelles, Mongolia, Uruguay, dan Chili. Satu-satunya negara di antara mereka yang tidak bergantung pada vaksin China adalah Inggris.

        Kantor berita milik negara Mongolia, Montsame melaporkan pada bulan Mei bahwa negara tersebut telah menerima 2,3 juta dosis vaksin oleh Sinopharm milik negara China. Itu jauh melebihi 80.000 dosis Sputnik V Rusia dan sekitar 255.000 dosis suntikan Pfizer-BioNTech yang diterima Mongolia pada minggu lalu.

        Chili memberikan 16,8 juta dosis vaksin dari Sinovac Biotech yang berbasis di Beijing – dibandingkan dengan 3,9 juta dosis Pfizer-BioNTech dan jumlah yang lebih kecil dari dua vaksin lainnya, Reuters melaporkan bulan lalu.

        UEA dan Seychelles sangat bergantung pada vaksin Sinopharm pada awal kampanye inokulasi mereka, tetapi masing-masing baru-baru ini memperkenalkan vaksin lain. Di Uruguay, suntikan Sinovac adalah salah satu dari dua vaksin yang paling banyak digunakan, di samping vaksin Pfizer-BioNTech.

        Sementara itu, Inggris telah menyetujui vaksin oleh Moderna, AstraZeneca-Oxford, Pfizer-BioNTech dan Janssen. Kasus Covid di Inggris telah melonjak dalam beberapa pekan terakhir karena varian delta yang lebih menular telah menyebar di sana.

        Sinopharm dan Sinovac tidak menanggapi permintaan komentar CNBC.

        Beberapa faktor dapat menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi.

        Vaksin tidak menawarkan perlindungan 100%, sehingga mereka yang disuntik masih dapat terinfeksi. Pada saat yang sama, varian baru virus corona terbukti lebih baik dalam mengatasi vaksin.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: