Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pimpinan KPK Langsung Beri Peringatan kepada Luhut dan Erick Thohir Soal Vaksin Berbayar

        Pimpinan KPK Langsung Beri Peringatan kepada Luhut dan Erick Thohir Soal Vaksin Berbayar Kredit Foto: JPNN
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan adanya peluang perbuatan melawan hukum atau rasuah di balik pelaksanaan program Vaksinasi Gotong Royong individu.

        Hal itu disampaikan Firli dalam rapat koordinasi membahas pelaksanaan vaksinasi mandiri dan gotong royong bersama Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Menteri BUMN Erick Thohir, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dan Jaksa Agung ST Burhanuddin, Selasa (14/7).

        Baca Juga: Kasus Korupsi Lahan Memanas, Anies Baswedan Masuk Radar KPK

        "Saya menyampaikan materi potensi fraud mulai dari perencanaan, pengesahan, implementasi, dan evaluasi program," kata Firli dalam siaran pers, Rabu (14/7).

        Dalam rapat tersebut, Firli menyampaikan saran strategis untuk menyikapi potensi terjadinya fraud jika mandiri dilaksanakan berbayar ke masyarakat serta vaksinasi selanjutnya.

        Meski, tidak memiliki kapasitas mengintervensi pembuat keputusan, Firli menyampaikan saran tersebut untuk mencegah terjadinya korupsi.

        "Saya ingin memastikan tidak ada korupsi, sehingga saya tidak memasuki domain kementerian. Tetapi, kemarin saya sudah memberikan masukan, latar belakang, regulasi, dasar hukum, kerawanan fraud di setiap tahapan, yaitu perencanaan, pengesahan, implementasi, dan evaluasi pengawasan," kata Firli.

        Eks Kabaharkam Polri itu menyadari permasalahan implementasi vaksinasi saat ini sekaligus mendukung upaya percepatan vaksinasi.

        Namun, kata dia, KPK menilai penjualan vaksin gotong royong kepada individu melalui Kimia Farma (KF) berisiko tinggi dari sisi medis dan kontrol vaksin, meski telah dilengkapi Peraturan Menteri Kesehatan. Salah satunya lantaran potensi munculnya reseller.

        "Sebab efektivitas rendah dan jangkauan KF terbatas," kata dia.

        Di sisi lain, perwira tinggi aktif Polri itu juga menyarankan perluasan penggunaan vaksin gotong royong kepada individu direkomendasikan tidak boleh menggunakan produk dari hasil hibah baik bilateral maupun skema COVAX.

        Selain itu, perlu dibukanya transparansi data alokasi dan penggunaan vaksin gotong royong secara rinci. Seperti nama, alamat, dan badan usaha.

        Kemudian, kata Firli, pelaksanaan vaksin gotong royong kepada individu hanya dapat melalui lembaga atau intitusi yang menjangkau kabupaten atau kota, seperti rumah sakit swasta seluruh Indonesia atau Kantor Pelayanan Pajak.

        Hal ini lantaran Kantor Pajak memiliki database wajib pajak yang mampu secara ekonomis atau lembaga lain selain retail seperti Kimia Farma.

        "Perbaikan logistik vaksin untuk mencegah vaksin mendekati kadaluarsa dan distribusi lebih merata," katanya.

        Lebih jauh Firli mengatakan, sesuai Perpres Nomor 99 Tahun 2020, Menkes diperintahkan untuk menentukan jumlah, jenis, harga vaksin, serta mekanisme vaksinasi.

        Kemudian, perlu dibangun sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan minitoring pelaksanaan vaksin gotong royong secara transparan, akuntabel dan memastikan tidak terjadinya praktik-praktik fraud.

        "Jangan ada niat jahat untuk melakukan korupsi," tegas eks Kapolda Sumatera Selatan itu.

        Dia menekankan, data merupakan kata kunci dalam pelaksanaan vaksin gotong royong. Untuk itu, Kementerian Kesehatan harus menyiapkan data calon peserta vaksin sebelum dilakukan vaksinasi.

        Berdasarkan kajian, Firli menekankan KPK tidak mendukung pola vaksin gotong royong melalui Kimia Farma karena efektivitasnya rendah sementara tata kelolanya beresiko.

        KPK, kata Firli, mendorong transparansi logistik dan distribusi vaksin yang lebih besar.

        "Sebelum pelaksanaan vaksin mandiri, Kemenkes harus memiliki data peserta vaksin dengan berbasis data karyawan yang akuntabel dari badan usaha, swasta, instansi, lembaga organisasi pengusaha atau asosiasi," katanya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: