Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Rizal Ramli Soroti Pertanian Tanah Air, Wakil Menteri: Masa Pandemi Sektor Pertanian Jadi Penyelamat

        Rizal Ramli Soroti Pertanian Tanah Air, Wakil Menteri: Masa Pandemi Sektor Pertanian Jadi Penyelamat Kredit Foto: Panpel Webinar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ekonom Senior Rizal Ramli kembali mengungkap permasalahan besar para petani di Indonesia. Yakni, perihal pupuk murah.

        Bukan tanpa sebab, menurut dia, akses terhadap pupuk murah saat ini sangat sulit, karena dalam setiap prosesnya, baik itu distribusi pupuk bersubsidi, maupun distribusi bantuan pertanian, seluruhnya sudah menggunakan pola-pola modern, menggunakan sistem kartu maupun perbankan. Baca Juga: Termasuk Rizal Ramli, Yang Minta Jokowi Mundur Pasang Kupingnya: Jokowi Tidak Bisa Digulingkan!

        Sementara karakteristik petani Indonesia yang rerata sudah berumur diatas 50 tahun, tidak familiar dengan hal tersebut. 

        Selain itu, ia juga menyoroti peran Koperasi Unit Desa (KUD) yang pada zaman Orde Baru dahulu sudah baik dan mampu mengakomodir kepentingan petani, namun saat ini peranannya justru semakin memudar.   Baca Juga: Hasil Riset Hubungan Perusahaan Sawit dan Petani Sawit Menunjukan Sejumlah Persoalan

        "Sistem yang sudah bagus itu kok diubah. Padahal mereka bisa beli bibit disitu, beli pupuk disitu, jual disitu, pinjam modal juga disitu, kalau sekarang semua serba kartu, mau jual harus ke kota dan lainnya. Maka itu karena gak mau ribet, petani akhirnya membeli pupuk non subsidi yang lebih mahal. Hasilnya, biaya produksi mahal, padahal harga jual gabah nya rendah," ujarnya dalam diskusi virtual bertajut 'Potensi Sektor Pertanian Dalam Mencegah Krisis Ekonomi Di tengah Pandemi', Kamis  (29/7/2021).

        Selain itu, ia juga mengatakan bahwa program Food Estate seharusnya melibatkan petani sebanyak-banyaknya. 

        "Memang kita harus buka lahan pertanian baru 2 juta hektar, tapi ini harus dilakukan petani-nya sendiri. Dicari juga lahan yang resikonya kecil, seperti di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, karena mataharinya banyak, tanahnya gak berbukit-bukit, air juga banyak, Tidak perlu Food Estate, yang penting petaninya terlibat," tukasnya.

        Sementara itu, menurut Wakil Menteri Pertanian RI, Harvick Hasnul Qolbi, sektor pangan dan pertanian bisa menjadi salah satu faktor yang bisa menjaga stabilitas ekonomi-sosial dan politik di masa pandemi Covid-19 ini.

        Menurut dia, sektor ini dinilai strategis karena berhubungan dengan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan ketersediaan pangan. ng diselenggarakan Aktual.com, Kamis (29/7). 

        "Di tahun 2020 sektor pertanian sebagai penyumbang APBN terbesar di tahun 2020, sebesar 16 persen atau tumbuh 2 persen lebih (dibanding 2019). Dan di 2021 sampai dengan hari ini terus tumbuh. Kami terus berupaya untuk bagaimana meningkatkan pemasukan negara," ujar Harvick. 

        Tak hanya itu, sektor pertanian juga saat ini menjadi penyelamat perekonomian karena banyaknya tenaga kerja sektor industri yang beralih ke Pertanian di masa pandemi. 

        "Ada 3 juta lebih, hampir 4 juta di catatan kami di Kementerian Pertanian, ini mungkin satu berkah utamanya di masa pandemi ini. Walaupun ini dilakukan secara sporadis, tapi ini terus kita bina, kita bimbing agar mereka siap pakai dan menjadi petani profesional," ungkapnya. 

        Program-program pertanian lain yang sedang dan akan terus dijalankan yaitu program-program yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas pangan, Namun demikian diakui Harvick, kondisi pandemi memang membuat kinerja anggaran menjadi kurang optimal. 

        "Per Juli penyerapan anggaran baru 20 persen, Ini memang berkaitan dengan Covid, jadi akhirnya bagaimana menstimulasi dana tersebut untuk bisa langsung diserap," tuturnya. 

        Namun demikian, Harvick memastikan bahwa program-program Kementan bakal tetap di optimalkan, baik kepada petani maupun terkait dengan ketersediaan pangan kedepan, termasuk di masa pandemi. 

        "Kita terus usahakan dan ini bisa dibuktikan dengan tidak langkanya kebutuhan pangan kita. Kita bisa mengurangi impor, utamanya beras. Kita sudah lakukan itu," tegasnya. 

        Adapun ditempat yang sama, Prof Emil Salim, yang juga Ekonom Senior mengingatkan pemerintah terkait beberapa hal dalam sektor pertanian, yakni fokus orientasi sektor pertanian, serta kesejahteraan dari petani itu sendiri, Pemerintah diminta untuk tidak hanya fokus mengejar ketersediaan pangan (Food Security), melainkan harus mengejar kedaulatan pangan atau Food Sovereignty. 

        "Orientasi harus diubah, yang kita kejar bukan Food Security, bukan jaminan pangan, tapi Food Sovereignty atau kedaulatan pangan. Kalau Food Security  apabila harga naik, jalan keluar adalah impor dan itu selalu dilakukan, padahal harga-harga dilapangan tidak menguntungkan para petani kita. Jangan melihat dari suplai demand, itu salah. Tapi yang kita utamakan adalah production capacity," ujarnya.

        Lanjutnya, ia mengingatkan pemerintah agar dalam menyusun kebijakan pertanian, tetap bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Ia pun menyebut situasi saat ini, dimana nilai tukar petani sangat rendah, bahkan lebih rendah dari modal yang harus dikeluarkan petani. 

        "Nilai tukar petani pada tahun 2021 ini dibawah 100. Seluruh Pulau Jawa, Bali, kemudian NTT, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Timur, Maluku Utara, Aceh dan Lampung, semua menduduki posisi nilai tukar petani di bawah 100. Berarti yang diterima oleh para petani lebih kecil dari apa yang dikeluarkan petani. Harga-harga di lapangan tidak menguntungkan para petani kita," ungkapnya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: