Bantuan sosial (bansos) yang tujuannya begitu mulia untuk membantu masyarakat di masa pandemi Covid-19 tak semuanya aman dari tangan-tangan garong. Di tingkat pusat, puluhan miliar bansos diembat garong kakap. Di tingkat desa, ratusan ribu bansos dikentit garong teri.
Tengok saja kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Eks politisi PDIP yang dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir tahun lalu itu, disangka menerima suap sebesar Rp 32,2 miliar dari para pengusaha yang ingin mendapat jatah menyalurkan bansos.
Baca Juga: Bansos di DKI Pakai Beras Premium, Anies Baswedan Dielu-elukan: Pasti Gak Ada yang Dikorupsi
Dalam penyidikan, KPK menemukan ada pemotongan anggaran paket bansos sebesar Rp 10.000 per paket. Atas perbuatan itu, jaksa KPK menuntut Juliari dengan hukuman 11 tahun penjara. Dalam kasus ini, dua pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, juga ikut diseret.
Tak cuma di tingkat pusat. Kasus korupsi bansos juga marak terjadi di daerah. Sebut saja kasus korupsi pengadaan dana bansos di Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat tahun 2020. Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka yaitu Bupati Bandung Barat 2018-2023 Aa Umbara Sutisna (AUM), Andri Wibawa dari pihak swasta/anak dari Aa Umbara, dan pemilik PT Jagat Dir Gantara (JDG) dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang.
Lalu, Di Musi Rawas, Sumatera Selatan, ada kepala desa yang memotong dana bansos. Rusaknya lagi, duit haram tersebut dipakai buat berjudi dan membayar uang muka pembelian mobil selingkuhannya.
Di Desa Cipinang, Rumpin, Kabupaten Bogor, ada Sekdes yang memanipulasi data penerima manfaat bansos.
Kasus teranyar terungkap saat Menteri Sosial Tri Rismaharini melakukan sidak penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST), Program Keluarga Harapan (PKH), maupun Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)/Program Sembako ke RT 03/RW 03 Kota Tangerang, Banten, Rabu (28/7). Saat itu, Risma kaget betul mengetahui ada warga penerima bansos dimintai uang kresek oleh petugas. Ada juga warga yang mengaku bansos yang diterimanya tidak sesuai. Bansos seharga Rp 300 ribu, dipotong Rp 23 ribu.
Risma tampak sangat terpukul. Dua hari sebelumnya, Risma mengatakan, sudah membuat tiga strategi agar kasus bansos tak terulang lagi. Tiga strategi itu adalah perbaikan data, perbaikan mekanisme penyaluran bansos, dan memperluas opsi masyarakat untuk membelanjakan bantuan sembako.
“Kalau begini, bagaimana rakyat bisa sejahtera,” kata Risma saat sidak.
Kasus pemotongan dana bansos juga terjadi di Kabupaten Tangerang. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang resmi menahan dua tersangka kasus dugaan pungli dan penyimpangan dana bansos. Kedua pelaku, DKA dan TS merupakan pendamping program keluarga harapan (PKH) di Desa Sodong, Desa Tapos, Desa Pasir Nangka, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Kedua tersangka ini melakukan modus dengan memotong dan mencairkan ATM penerima manfaat di BRIlink.
Bagaimana tanggapan DPR terkait hal ini? Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily meminta pemerintah memikirkan cara pendistribusian bansos tunai secara elektronik agar sulit diselewengkan. Sejauh ini, penyelewengan bansos biasanya terjadi pada program bantuan non tunai, seperti program sembako, yang nilai paketnya tak sesuai dengan ketentuan.
Dari tiga program bansos oleh Kemensos, kata politisi Golkar ini, Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi satu-satunya program bansos dengan menggunakan sistem transfer uang cash pada rekening penerima. Sementara Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) menggunakan kartu senilai Rp 200 ribu untuk dibelikan sembako di e-warong atau distributor resmi Kemensos.
Sedangkan BST diberikan tunai Rp 300 ribu per bulan dan dapat diambil di PT Pos dengan menunjukkan kartu identitas dan kartu penerima bansos. “Apa yang ditemukan bu Risma saat sidak penyaluran bansos, saya kira mengkonfirmasi bahwa celah kecurangan masih ada,” kata Ace, dalam diskusi virtual, kemarin.
Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menegaskan, pemerintah akan menindak tegas pelaku pungli atau korupsi bansos.
“Dana bantuan dikorupsi, ya kita hantam saja yang mengkorupsi itu. Tidak boleh dikorupsi. Duit yang dipakai untuk penanganan Covid-19 itu duit kita semua, kalau Anda bayar pajak, itu duit Anda berarti, duit kita semua,” ungkap Suahasil, kemarin.
Suahasil mengimbau semua pihak untuk sama-sama mengawasi penyaluran Bansos ini. Kerja sama semua pihak sangat dibutuhkan.
Sementara, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai, celah korupsi bansos ada di data penerima. Data yang bermasalah menjadi peluang bagi kebocoran anggaran negara.
“Dana bansos itu akan benar ketika datanya benar tapi disengaja datanya tidak benar agar mudah dikorupsi,” kata Agus, kemarin.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai, kejadian itu sebagai bukti bahwa pengawasan bansos masih lemah. Harus ada perbaikan pengawasan di internal pemerintah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq