Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ramai Tes Covid-19 India Murah, Tolong Disimak! Menkes Turunkan Harga Tes PCR...

        Ramai Tes Covid-19 India Murah, Tolong Disimak! Menkes Turunkan Harga Tes PCR... Kredit Foto: Amiri Yandi/Info Publik/Kominfo Newsroom
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Sadikin mengatakan, pihaknya sedang menghitung kembali berapa sebenarnya harga tes polymerase chain reaction (PCR), yang merupakan instrumen pengujian Covid-19 paling valid.

        “Rencananya, kita turunkan secara bertahap mulai Minggu (14/8). Berapa harga pastinya, masih dihitung. Berapa harga reagen-nya sekarang, berapa harga test kit-nya? Itu masih kita hitung,” ujar Menkes kepada RM.id di Jakarta, Sabtu (14/8).

        Baca Juga: Pangkas Harga Gede-gedean, Tes PCR di India Ramah di Kantong Cuma Rp96.800

        Budi menambahkan, meskipun diturunkan, harga tes PCR di Indonesia mungkin tidak serendah harga tes di India. Namun, relatif lebih murah dibanding negara-negara lain.

        Presiden Jokowi sudah meminta harga obat-obatan dan harga tes PCR diturunkan, supaya terjangkau semua lapisan masyarakat.

        Untuk diketahui, rata-rata harga tes PCR saat ini mencapai Rp 800-900 ribu. Lumayan menguras kocek dibanding harga tes PCR di India, yang hanya Rp 96 ribu. 

        Jika harga tes PCR bisa turun hingga Rp 500-600 ribu, tentunya akan lebih mudah dijangkau oleh masyarakat luas.

        Dari Dulu Sudah Murah 

        Sebelumnya, mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama angkat bicara soal perbedaan harga tes PCR di Indonesia dan India yang kini ramai diberitakan.

        Menurutnya, perbandingan harga tes PCR dengan India bukan hal yang baru.

        "Pada September 2020, ketika akan pulang ke Jakarta dari New Delhi, saya melakukan tes PCR sebelum terbang. Petugasnya datang ke rumah saya, biayanya 2.400 rupee atau Rp 480 ribu. Waktu itu, tarif tes PCR di negara kita masih lebih dari Rp 1 juta rupiah," kata Prof. Tjandra dalam keterangannya, Sabtu (14/8).

        Pada November 2020, Pemerintah Kota New Delhi menetapkan harga baru yang jauh lebih rendah lagi, hanya 1.200 rupee atau Rp 240 ribu. Pada bulan tersebut, tarif PCR hanya 800 rupee saja (Rp 160 ribu) untuk pemeriksaan di laboratorium dan RS swasta.

        "Turun separuhnya, dari yang saya bayar di bulan September 2020," imbuh Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

        Kemudian, pada awal Agustus 2021, Pemerintah Kota New Delhi menurunkan lagi patokan tarifnya, menjadi 500 rupee atau Rp 100 ribu saja.

        "Kalau pemeriksaannya dilakukan di rumah klien, maka tarifnya adalah 700 rupee atau Rp 140 ribu rupiah. Sedangkan tarif pemeriksaan rapid antigen adalah 300 rupee atau Rp 60 ribu rupiah," jelas Prof.Tjandra.

        Mantan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan ini mengatakan, perlu analisis mendalam tentang kenapa tarif PCR di India dapat lebih murah.

        "Teman dari India mengatakan, mungkin ada subsidi dari pemerintah setempat, sesuatu yang nampaknya barangkali saja terjadi sebagai bagian penanggulangan pandemi. Karena kalau harga tes bisa lebih murah, maka jumlah tes di negara kita bisa lebih banyak. Sehingga, penularan di masyarakat juga bisa dikendalikan," paparnya.

        "Mungkin juga, karena ada fasilitas keringanan pajak. Soal itu, saya tidak punya informasi. Atau banyak juga dibicarakan tentang lebih murahnya bahan baku untuk industri, dan ketersediaan tenaga kerja yang besar jumlahnya. Semua kemungkinan ini perlu dianalisis lebih lanjut," sambung Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini.

        Yang jelas, selain tarif PCR, harga obat-obatan di India juga amat murah bila dibandingkan dengan Indonesia. "

        Pada waktu 5 tahun bertugas di WHO Asia Tenggara yang berkantor di New Delhi India, maka setiap kali pulang ke Jakarta, saya selalu membawa titipan obat-obat dari teman-teman di Indonesia untuk konsumsi sehari-hari mereka," pungkas Prof. Tjandra. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: