Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bamsoet: Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Merupakan Vaksinasi Ideologi Pancasila Kepada Masyarakat

        Bamsoet: Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Merupakan Vaksinasi Ideologi Pancasila Kepada Masyarakat Kredit Foto: Majelis Permusyawaratan Rakyat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan MPR RI yang mengemban visi sebagai rumah kebangsaan, pengawal idelogi Pancasila dan kedaulatan rakyat mendapat mandat untuk menginternalisasikan empat konsepsi kenegaraan, yang kemudian dikenal dengan sebutan Empat Pilar MPR RI. Terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. MPR akan terus melakukan vaksinasi ideologi Pancasila melalui internalisasi Empat Pilar MPR RI kepada seluruh lapisan masyarakat, untuk meningkatkan ketangguhan agar tidak mudah terinfeksi oleh nilai-nilai yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

        "Keberhasilan menjadi individu yang ber-Pancasila tidak sekadar diukur dari hapalnya masing-masing atas isi kelima sila Pancasila. Melainkan terwujud dalam perilaku keseharian. Ketika setiap individu bisa mengalokasikan waktu untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, untuk selalu bersikap memanusiakan manusia lainnya dengan adil dan beradab, untuk selalu berusaha menyatukan saudara sebangsa-setanah air kita yang berbeda, untuk selalu mengedepankan sikap permusyawaratan dalam menyelesaikan perbedaan dan untuk terus menerus mengikhtiarkan tegaknya keadilan sosial, maka kita sedang mewujudkan Pancasila dalam kehidupan nyata kita," ujar Bamsoet dalam peringatan Hari Konstitusi dan Hari Lahir MPR RI, di komplek Majelis, Jakarta, Rabu (18/8/21).

        Baca Juga: Bamsoet: Peringatan Hari Konstitusi Untuk Meneguhkan Arah Cita-Cita Indonesia Merdeka

        Turut hadir secara fisik dan virtual, antara lain Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, Ketua MK Anwar Usman, Ketua BPK Agung Firman Sampurna, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, para Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Syarifuddin Hasan, Zulkifli Hasan, Arsul Sani, Fadel Muhammad dan Hidayat Nur Wahid serta para Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, dan Rachmat Gobel.

        Mantan Ketua Komisi III DPR RI dan Ketua DPR RI ke-20 ini menyampaikan beberapa kisah kehidupan para pendiri bangsa yang kental dengan nilai-nilai Pancasila, sehingga patut diteladani. Seluruh elemen bangsa bisa belajar kesahajaan dan kesederhanaan dari H. Agus Salim, seorang diplomat ulung yang tidak malu mengenakan jas lusuh dan bertambal, seorang menteri, dan pendiri bangsa yang sering kekurangan uang belanja. Dalam kehidupan kesehariannya, H. Agus Salim, adalah seorang kontraktor, karena tempat tinggalnya selalu berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya. 

        "Salah satu kontrakannya adalah sebuah rumah mungil dengan satu ruangan besar, yang berada di gang sempit dan padat penduduk di bilangan Jatinegara. Begitu pintu dibuka akan ada koper-koper terkumpul di sudut rumah, dan kasur-kasur digulung di sudut lainnya. Di situlah H. Agus salim menerima tamu, makan, dan tidur bersama isteri dan anak-anaknya. Kontrakan yang paling dikenangnya adalah di gang listrik, yang justru harus hidup tanpa listrik gara-gara ia tidak mampu membayar tagihan listrik," tutur Bamsoet.

        Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, ketika salah satu anaknya meninggal dunia, H. Agus Salim tidak punya uang untuk membeli kain kafan. Jenazah anaknya dibungkus dengan taplak meja dan kelambu. Ia menolak pemberian kain kafan baru. “Orang yang masih hidup lebih berhak memakai kain baru” kata H. Agus Salim. “Untuk yang mati cukuplah kain itu”. Itulah H. Agus Salim yang mewakafkan dirinya untuk mengabdi kepada Sang Pencipta, bahwa memimpin itu adalah ibadah.

        "Jika ingin meneladani persahabatan, Bung Karno dan Bung Hatta dapat dijadikan contoh. Meski sudah tidak bisa bersama lagi, keduanya tetap hangat dan akrab. Padahal mereka berbeda pandangan yang tidak ada titik temunya tentang demokrasi. Pak Kasimo dan Pak Natsir pun demikian, keduanya bisa berboncengan naik sepeda setelah debat sengit di parlemen," pungkas Bamsoet.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: