Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jangan Takabur Karena Kasus Positif Aktif Turun, Faktanya Kasus Kematian RI Tertinggi Di Dunia

        Jangan Takabur Karena Kasus Positif Aktif Turun, Faktanya Kasus Kematian RI Tertinggi Di Dunia Kredit Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Turunnya jumlah kasus baru dan kasus aktif, serta meningkatnya jumlah pasien sembuh dalam statistik Covid-19 nasional belakangan ini, mestinya tak membuat kita takabur.

        Sebab, alarm dari kasus kematian masih berbunyi kencang.

        Baca Juga: Sindir Telak Megawati, Rocky Gerung: Harusnya Kita Menangis Banyak Yang Tewas Karena Corona

        Jumlah kasus kematian kita masih tinggi. Sejak 16 Juli 2021, angkanya masih di atas 1.000. Bahkan pernah 2 kali menyentuh angka 2.000.

        Berdasarkan data Satgas Covid-19 per Jumat (20/8/2021), kasus kematian harian Indonesia mencapai angka 1.348.

        Our World in Data mencatat, kasus kematian harian di Indonesia saat ini tertinggi di dunia. Mengungguli Amerika Serikat yang hanya membukukan 1.000 kasus kematian.

        Disusul Rusia (785), Brazil (778), dan Iran (555).

        Merespon hal tersebut, mantan Direktur WHO yamg juga Guru Besar FKUI Prof. Tjandra Yoga Aditama mengingatkan, Indonesia perlu melakukan 7 hal untuk menurunkan jumlah angka kematian.

        "Kematian Indonesia memang paling tinggi di dunia, untuk saat ini. Karena itu, kita harus melakukan 7 langkah penanggulangan. Mulai dari analisa kematian di lapangan, audit mortalitas RS, pembatasan sosial, testing dan tracing, vaksinasi, penanganan isoman, hingga penanganan di rumah sakit," kata Prof. Tjandra dalam pesan singkatnya kepada RM.id.

        Berikut penjelasan rinci atas 7 langkah penanggulangan kasus kematian akibat Covid-19:

        a. Analisis Kematian di Lapangan

        Data kematian harian harus dianalisis. Berapa yang wafat di rumah sakit, berapa yang meninggal di rumah, berapa yang sudah dibawa ke rumah sakit tapi tidak mendapat tempat dan lain-lain.

        "Pola umur dan jenis komorbid juga harus dianalisis," kata Prof. Tjandra.

        b. Audit Kasus Kematian

        Audit kasus kematian adalah suatu prosedur yang sudah rutin dilakukan di berbagai rumah sakit.

        Kalau hasil audit kematian ini dikumpulkan dan dikompilasi, maka akan didapat pola nasional tentang apa faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian.

        "Sudah jelas, tingginya angka kematian berhubungan dengan besarnya jumlah kasus yang ada. Kalau angka penularan di masyarakat masih amat tinggi, maka kasus akan terus bertambah. Secara proporsional, kasus yang berat dan meninggal juga akan terus bertambah," terang Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini.

        c. Pembatasan Sosial

        Penularan di masyarakat yang ditandai dengan angka positivity rate, harus ditekan dengan pembatasan sosial yang ketat.

        Mulai dari pelaksaan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer) 5M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas yang tak perlu), hingga ke berbagai jenis PPKM.

        d. Testing dan Tracing

        Meningkatkan testing dan tracing, merupakan upaya yang amat penting. Hanya dengan testing dan tracing yang masif, kita dapat menemukan kasus di masyarakat.

        "Segera berikan penanganan kepada mereka sebelum terlambat. Isolasi mereka yang positif, sehingga rantai penularan dapat dihentikan," imbau Prof. Tjandra.

        e. Tingkatkan Vaksinasi

        Target  1 atau 2 juta per hari harus dapat terlaksana secara konsisten. Cakupan vaksinasi pada lansia yang masih belum optimal, juga harus dimaksimalkan.

        f. Penanganan Pasien Isoman 

        Menurut Prof. Tjandra, penanganan pada isoman terdiri dari 4 hal penting. 

        "Pertama dan utama adalah evaluasi keadaannya secara rutin setidaknya 2 kali sehari. Mulai dari suhu dengan termometer, saturasi oksigen dengan oksimeter  serta perubahan gejala yang terjadi. Termasuk, perubahan pada penyakit komorbid yang ada," papar Prof. Tjandra.

        Selain itu, pasien/keluarga pasien baiknya berkomunikasi dengan petugas kesehatan secara rutin, setiap hari.

        Ini dapat dilakukan dengan telpon/WA ke rumah sakit atau Puskesmas, atau lewat Telemedicine yang disediakan pemerintah.

        "Setidaknya selalu berkomunikasi dengan dokter atau petugas kesehatan lain yang dikenal," tutur mantan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)/Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan ini.

        Penanganan pasien komorbid sangat penting. Karena kalau komorbidnya memburuk, maka bisa memperburuk Covid-nya juga.

        Mereka yang isoman harus tetap menjaga pola hidup bersih sehat, selalu makan bergizi, melakukan aktivas fisik, istirahat yang cukup, serta mengelola stress dengan baik.  

        g. Penanganan pasien di rumah sakit

        Dalam menangani pasien gawat dan kritis di rumah sakit, perlu ketersediaan ruang isolasi, ICU dengan peralatannya, serta obat-obatan Tocilizumab, immunoglobulin intravena, atau antibodi monoklonal dan sebagainya.

        "Yang paling utama adalah peran sentral tenaga kesehatan. Mereka harus mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugasnya, jam kerja yang wajar, keamanan kerja dengan alat pelindung duri (APD) yang memberi proteksi maksimal, serta pemenuhan hak mereka dalam menjalankan tugas," tandas Prof. Tjandra.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: