Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Daya Serap Lapangan Kerja Sektor EBT Potensial, Sektor Non-EBT Diprediksi Lebih Mengkhawatirkan

        Daya Serap Lapangan Kerja Sektor EBT Potensial, Sektor Non-EBT Diprediksi Lebih Mengkhawatirkan Kredit Foto: Unsplash/Dominik Vanyi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Koordinator Riset Institute for Essential Service Reform (IESR) Pamela Simamora mengatakan, penggunaan energi baru terbarukan (EBT) saat ini secara global membuka peluang daya serap lapangan kerja sebanyak 11 juta orang. Angka tersebut diprediksikan akan terus meningkat menjadi sebanyak 42 juta orang pada tahun 2050 mendatang.

        "Artinya, sangat besar. Energi sektor EBT akan menyumbang lapangan pekerjaan paling besar, yaitu 64 persen dari energi primer yang digunakan dalam waktu mendatang," ujarnya pada Sesi II tentang Lanskap Transisi Energi Global dalam Transisi Energi Pelatihan Virtual Jurnalis 2021, Kamis (9/9/2021).

        Baca Juga: China Jawara Pengguna EBT Terbesar di Dunia, Vietnam Jawara di ASEAN, Indonesia Peringkat Berapa?

        Dalam kondisi tersebut, kata Pamela, sebaiknya menjadi perhatian besar karena Indonesia saat ini masih bergantung pada bahan bakar fosil, khususnya daerah-daerah penghasil bahan bakar fosil akan berpotensi memunculkan dampak pemutusan hubungan kerja. Hal ini terutama akan terjadi pada perusahaan di kawasan penghasil migas dan batu bara terbesar di Indonesia.

        Berdasarkan pengamatan Pamela, beberapa provinsi yang akan terkena dampak tersebut adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Utara. Secara spesifik Provinsi Kalimantan Timur, sebanyak 30-40 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berasal dari industri batu bara. Bila ditelisik lebih jauh, sebanyak 3-4 kabupaten dalam provinsi Kalimantan Timur, sebesar 70 persen PDRB didominasi industri batu bara.

        "Pemerintah pusat perlu memikirkan bagiamana agar membantu daerah ini bisa mendiversifikasi ekonomi daerah tidak lagi bergantung energi fosil dan batu bara yang akan hilang dan tidak bisa dimungkiri lagi," katanya.

        Ketersediaan pasokan batu bara Indonesia sebanyak 80 persen diekspor. Sisa sebanyak 20 persen lainnya dikonsumsi secara domestik oleh PLN. Dari total 80 persen ketersediaan batu bara yang diekspor, sebagian besar diekspor ke China sebesar 49 persen, sedangkan sisanya terbagi beberapa negara seperti Korea, Jepang, dan India.

        Karena itulah, besarnya peran batu bara sebagai komoditas ekspor unggulan Indonesia mampu memperbaiki neraca perdagangan Indonesia yang disebabkan oleh masih impornya migas. Namun, saat ini negara-negara yang menjadi pasar ekspor batu bara tersebut sudah mulai melakukan transisi energi dengan menggunakan EBT.

        "Sebanyak 80 persen potensi ekspor tersebut ke depan akan terancam kehilangan pasar di tengah energi fosil yang penggunaannya terus menurun secara global," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: