Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sponsori Liga 1, Direktur Utama BRI Analogikan Sepak Bola Seperti Miniatur Organisasi

        Sponsori Liga 1, Direktur Utama BRI Analogikan Sepak Bola Seperti Miniatur Organisasi Kredit Foto: BRI
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kompetisi terbesar sepak bola tanah air akan segera dimulai setelah BRI diumumkan sebagai title sponsor pada 12/08 lalu. Partisipasi BRI secara langsung dilakukan untuk mendukung kompetisi BRI Liga 1 kembali bergulir, sehingga dapat menggerakkan perekonomian nasional khususnya agar industri sepak bola nasional, termasuk UMKM di industri turunannya kembali bergeliat.

        Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa dengan peran yang sedemikian besar, BRI tergerak untuk menjadi title sponsor. “Sebagai perusahaan BUMN, BRI terus menciptakan value, baik economic value maupun social value kepada seluruh stakeholders, utamanya kepada masyarakat. Dengan menjadi sponsor utama Liga 1, BRI mewujudkan komitmen tersebut, bahwa keberadaan BRI memberikan makna bagi masyarakat Indonesia,” tambahnya.

        Baca Juga: Integrasi Ekosistem Ultra Mikro Kian Dekat, BRI One Culture Menjadi Kunci Keberhasilan

        Menurutnya, sepak bola bukan sekadar olah raga dan hiburan masyarakat. Melampaui hal itu sepak bola adalah seni manajerial untuk meraih tujuan bersama yaitu kemenangan dan menjadi juara. Dia menuturkan, sudah tertarik dengan sepak bola sejak sejak kecil. Hobinya bermain sepak bola ternyata berlanjut hingga saat ini.

        Ketika sudah meraih kesuksesan sebagai orang nomor satu di bank terbesar di Tanah Air pun, Sunarso masih suka bermain sepak bola. Kini dia sering bermain dengan seragam kesebelasan dari BRI, tentunya lengkap dengan sepatu sepak bola. Namun, sekarang sepak bola baginya bukan cuma hobi. Sunarso tak segan membawa filosofi sepak bola dimanapun ia memimpin perusahaan. Di bawah kepemimpinannya, BRI bahkan mampu melalui tantangan yang sifatnya global atas krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

        Menurut Sunarso, sepak bola adalah miniatur dari sesuatu yang besar atau simplifikasi dari sesuatu yang kompleks. Yakni sebagai organisasi. Dalam bermain sepak bola di dalam lapangan 11 orang pada satu tim harus teroganisir dengan baik yang tujuannya untuk menciptakan Gol (goal - tujuan). Pun demikian dengan organisasi yang juga memiliki goal (tujuan) yang ingin dicapai bersama.

        “Baik dalam sepak bola ataupun organisasi yang profit oriented seperti BRI, ada kerja sama, hingga mekanisme pengambilan keputusan agar bisa menciptakan goal. Itu (sepak bola) menurut saya baik untuk saya jadikan modelling untuk melakukan strategizing di organisasi,” tuturnya.

        Sebagai CEO, dia pun menyinggung strategic management dalam dunia sepak bola maupun dalam korporasi besar seperti BRI. Dia mencontohkan ada satu negara di Asia yang menetapkan visinya ingin menjadi juara dunia sepak bola pada 2050.

        Jika pemain sepak bola berada pada masa produktifnya pada usia 25 tahun, artinya pemain-pemain yang dirancang untuk mejadi juara dunia tersebut saat ini belum dilahirkan. Dari contoh tersebut, menurut Sunarso menjadi juara dunia memerlukan visi yang harus dibangun dan dipersiapkan sejak jauh-jauh hari.

        Pembangunan dan persiapan dalam menggapai visi juara tersebut, lanjut dia, akan terkait dengan proses pembentukan fisik, karakter, keterampilan, hingga tingkat kecerdasaan pemain. Pun demikian dengan perusahaan besar seperti BRI, manajemen saat ini harus merancang visi atau road map sematang mungkin untuk menentukan keberlajutan dan meraih keberhasilan di masa depan.

        Sunarso mengambil contoh lain yang terjadi di dunia sepak bola dan bisa diaplikasikan dalam perseroan. Pada musim 2003, 2004 dan 2005, rival abadi FC Barcelona, Real Madrid, memiliki tiga gelandang hebat dunia saat itu yaitu David Beckham, Luis Figo dan Zinedine Zidane. Namun, hal itu tak menjamin Real Madrid menjadi jawara sepak bola Spanyol.

        Real Madrid hanya menjuarai Piala Super Spanyol dalam rentang waktu tersebut. Sedangkan musuh abadinya, Barcelona, selama 2003-2005 mengoleksi satu gelar Liga Spanyol sebagai kompetisi kasta tertinggi, dan musim 2004-2005 menjuarai Piala Super Spanyol.

        “Barcelona kenapa hebat pada saat itu? Dia konsisten untuk mendidik pemainnya, membangun timnya sejak dari masih muda. Saya bisa tarik kesimpulan, sebenarnya adalah tim yang hebat itu bukan dibeli meskipun kita mampu beli, tim yang hebat itu memang harus dibangun dan dipersiapkan. Dan Barcelona punya tradisi untuk membangun tim seperti itu,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: