Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengaruh Indeks Persepsi Korupsi terhadap Tingkat Pertumbuhan Investasi di Indonesia

        Pengaruh Indeks Persepsi Korupsi terhadap Tingkat Pertumbuhan Investasi di Indonesia Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa pemerintah saat ini sangat berkomitmen dalam memperbaiki dan meningkatkan iklim investasi yang lebih baik serta ingin seluruh pihak yang terkait terus melakukan reformasi struktural perekonomian nasional (Heru Andriyanto, 2021). Hal ini menurutnya penting dilakukan mengingat peningkatan investasi merupakan instrumen yang penting dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional.

        Sejalan dengan hal tersebut, ekonom asal Inggris, Harrod-Domar, mengemukakan bahwa menumbuhkembangkan suatu perekonomian membutuhkan pembentukan modal yang sering disebut sebagai penanaman modal atau investasi (Jackson, 2021).

        Gambar 1. 1 Pergerakan Investasi dan GDP Indonesia Tahun 2000 - 2015

        Sumber: Macroeconomic Dashboard Faculty of Economic and Business Gadjah Mada University (2015)

        Baca Juga: Investasi Saham dan Reksadana Makin Populer di Kalangan Gen Z dan Y

        Setali tiga uang, menurut teori ekonomi makro, investasi menjadi salah satu komponen penting dalam penghitungan pendapatan nasional, yakni Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) (Dynan & Sheiner, 2018). Untuk membuktikan keterkaitan investasi dengan GDP, pada gambar 1.1, tingkat GDP Indonesia pada rentang tahun 2000–2015 secara keseluruhan selalu mengikuti arah pergerakan grafik investasi. Dengan demikian, investasi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia.

        Berbagai faktor dapat memengaruhi tingkat investasi, baik itu dari internal ataupun eksternal. Akan tetapi, menurut Sukirno dalam Lutfi et al., (2020), terdapat 7 (tujuh) faktor yang memengaruhi iklim investasi di Indonesia, di antaranya suku bunga (interest rate), keuntungan yang didapat (return), pendapatan nasional (GDP), situasi politik (politic), kemajuan teknologi (technology), dan kemudahan dalam berinvestasi (birochracy).

        Selain itu, Sukirno juga menyebutkan bahwasanya dalam situasi politik, Corruption Perception Index (CPI) di suatu negara juga dapat memengaruhi tingkat investasi. Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) periode 2003– 2011, Yunus Husein, yang menyatakan bahwa adanya korupsi sangat berpengaruh tidak hanya terhadap investasi, tetapi juga perekonomian secara menyeluruh (Riana Astuti, 2021).

        Pengaruh Corruption Perception Index (CPI) terhadap Investasi

        Korupsi merupakan istilah latin, yakni corruptio, yang memiliki kata kerja corrumpere yang berarti 'busuk', 'rusak', 'menggoyahkan', 'memutar balik', atau 'menyogok'. Dari bahasa tersebut diturunkan ke bahasa negara Eropa, seperti bahasa Belanda yaitu corruptie yang seterusnya diturunkan ke bahasa Indonesia, yakni korupsi (Ardisasmita, 2006). Dengan demikian, korupsi dapat diartikan sebagai tindakan untuk memperkaya diri sendiri atau untuk mengutamakan kepentingan pribadi.

        Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), korupsi dapat merugikan perekonomian negara yang mana salah satunya dapat menghambat investasi. Secara singkatnya, korupsi dapat menimbulkan adanya trade barrier, investment barrier, dan development barrier yang pada ujungnya akan merugikan negara (Waluyo, 2010).

        Tabel 1. 1. Hasil Uji Regresi Data Panel Penanaman Modal Asing dengan CPI

        Sumber: Setyadharma (2007)

        Tabel 1.1 merupakan tabel hasil uji regresi data panel yang dilakukan secara independen pada enam negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Vietnam, Singapura, Thailand, dan Filipina pada rentang tahun 1997-2005 oleh Andryan Seryadharma–Mahasiswa Pascasarjana Universitas Gadjah Mada–yang menunjukkan bahwa tingkat korupsi memengaruhi masuknya penanaman modal atau investasi pada negara-negara tersebut. Makin baik nilai CPU, maka tingkat investasi akan makin meningkat.

        Dengan menggunakan empat variabel penjelas dengan variabel dependen pada CPI menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0,992, artinya adanya investasi menjadikan korupsi makin berkurang dengan perbaikan CPI. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Habib & Zurawicki (2002) yang menyatakan bahwa investor cenderung menghindari korupsi dengan alasan bahwa hal tersebut akan menimbulkan adanya inefisiensi (Setyadharma, 2007).

        Baca Juga: Hati-Hati! Jangan Terjerumus dalam Investasi Ilegal di RoyalQ Indonesia

        Selain itu, jika kita merujuk pada Gambar 1.2, peningkatan CPI pada rentang tahun 2015–2019 di Indonesia juga diikuti oleh peningkatan realisasi investasi. Tentunya hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menyatakan bahwa peningkatan realisasi investasi dipengaruhi oleh peningkatan CPI.

        Kesimpulan

        Menurut teori Harrod-Domar bahwasanya pertumbuhan ekonomi suatu negara salah satunya didukung dengan adanya investasi, maka peningkatan investasi wajib dilakukan oleh suatu negara untuk menjaga stabilitas perekonomian negara. Akan tetapi, peningkatan investasi harus sejalan dengan upaya untuk menghilangkan hambatan dalam berinvestasi, salah satunya adalah dengan meminimalisasi tindakan korupsi.

        Jika merujuk pada pernyataan Presiden RI sebelumnya, hal ini dapat dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andryan Setyadharma dan Habib & Zurawicki bahwasanya perbaikan CPI harus menjadi salah satu fokus negara dalam meningkatkan investasi dan penanaman modal sebab makin baik CPI, makin baik pula tingkat investasi yang akan dihasilkan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: