Tuntutan hukuman mati yang telah ditetapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada salah satu terdakwa kasus korupsi PT Asabri, yaitu Heru Hidayat, terus jadi sorotan masyarakat luas. Sedari awal sudah memantik pro dan kontra sejak wacananya digulirkan pertama kali oleh Jaksa Agung, ST Burhanuddin, kini persoalan penerapan hukuman mati bagi koruptor itu justru seolah jadi bola liar yang tak hanya berimplikasi pada masalah hukum semata, melainkan lebih luas lagi ke banyak sektor lain. Tak terkecuali ke dunia investasi dan industri pasar modal nasional. "Jika putusannya nanti hukuman mati atau misal penjara seumur hidup sekalipun, tetap akan berpengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan industri pasar modal dan investasi di dalam negeri. Karena itu (kasus) ini harus benar-benar dikawal sejak awal,” ujar Pakar Hukum Bisnis dari Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Budi Kagramanto, kepada media, Rabu (8/12).
Dampak buruk yang ditimbulkan tersebut, menurut Budi, adalah bakal menurunnya minat masyarakat dan investor untuk melakukan penanaman modal di Indonesia. Bahkan dampak buruk itu diyakini Budi tetap bakal terjadi meskipun misal nantinya vonis hukuman mati telah benar-benar dijatuhkan dan lalu pihak Heru HIdayat mengajukan banding hingga kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA) serta permohonan grasi kepada presiden juga ditolak. “Intinya (kalau hukuman mati jadi terapkan) akan sangat repot sekali. Masyarakat akan semakin tidak berminat atau malah takut untuk berinvestasi atau menempatkan dananya di pasar modal. Makanya jangan sampai hal ini nantinya benar-benar terjadi,” tutur Budi.
Tak hanya mengingatkan dampak buruk yang bakal terjadi, Budi juga mempertanyakan apakah seorang pengusaha yang diduga melakukan tindak pidana korupsi layak untuk dijatuhi hukuman mati. Karena menurut Budi hukuman mati sejauh ini memang belum pernah diterapkan di Indonesia, kecuali pada kasus narkoba atau terorisme yang dinilai masuk dalam kategori extra ordinary crime. “Ya memang korupsi juga masuk kategori extra ordinary crime. Tapi (hukuman mati) untuk (koruptor yang) seorang pengusaha, apakah layak? Karena tentu berbeda bila kita bandingkan dengan, misal, kasuskorupsi mantan Menteri Sosial yang notabene adalah pejabat tinggi yang telah disumpah, tapi justru korupsi di saat pandemi, saat ekonominegara dan rakyat sedang kacau. (Kasus) Itu saja hanya dituntut 11 tahun penjara dan lalu divonis penjara 12 tahun,” keluh Budi.
Dengan adanya argumen ini, Budi menekankan bahwa bukan berarti praktik korupsi oleh kalangan pengusaha harusnya dibiarkan saja. Bagaimana pun proses hukum tetap harus berjalan dan hukuman juga tetap wajib dijatuhkan kepada pihak-pihak yang telah terbukti bersalah. “Hukum bagaimana pun memang wajib ditegakkan. Justru dengan penegakan hukum maka tercipta kepastian hukum, dan itu bagus bagi dunia usaha. Tapi kalau sampai sanksinya hingga hukuman mati, ya pengaruhnya pasti besar sekali. Investor pasti was-was. Bisa jadi yang sudah ada planning invest akhirnya dibatalkan karena takut dan khawatir. Padahal saat ini kita masih sangat butuh investasi besar untuk kelanjutan pembangunan ekonomi dan juga infrastruktur,” tegas Budi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma