Majelis Ulama Indonesia memperhatikan perkembangan pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia di bawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam hal ini MUI melihat kesenjangan ekonomi nasional saat ini semakin lebar dan terjal, antara masyarakat dengan ekonomi atas dan masyarakat dengan ekonomi menengah, serta ekonomi bawah.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Anwar Abbas mengatakan, masih banyak warga Indonesia belum merasakan kesejahteraan yang sebenar-benarnya hingga saat ini.
Baca Juga: Ngaku Kepikiran Dikritik Anwar Abbas, Jokowi: Saya Rasakan Betul jadi Orang...
"Saya rasa pemerintah kita sudah berhasil menjesahaterakan rakyatnya, tapi rakyat yang sudah bisa tersejahterakan dan disejahterakan oleh pemerintah tersebut kebanyakan mereka-mereka yang kalau kita kaitkan dengan dunia usaha, itu mereka-mereka yang ada di kelompok usaha besar, dan menengah serta usah kecil," ujar Anwar salam acara Kongres Ekonomi Umat Islam Ke-II di Jakarta Pusat, Jumat 10 Desember 2021.
Anwar mengatakan, para masyarakat yang memiliki penghasilan kecil dengan usaha yang tergolong menengah ke bawah belum sepenuhya sejahtera karena di bawah tekanan ekonomi.
"Sementara mereka-mereka yang berada di level usaha mikro dan ultra mikro, itu tampak oleh kita belum begitu terjamah, terutama oleh dunia perbankan. Sehingga akibatnya kesenjangan sosial dan ekonomi di tengah-tengah masyarakat kita tampak semakin terjal," ujarnya.
MUI berdasarkan hasil penelitiannya mengenai indeks pertumbuhan ekonomi Indonesia, terlihat mengalami penurunan sejak Indonesia dipimpin oleh Presiden Jokowi.
"Itu bisa kita lihat dalam indeks gini ekonomi kita yang berada pada angka 0,39. Kalau saya tidak salah sebelum Pak Jokowi 0,41 ya, tetapi begitu kepemimpinan negeri ini diambil oleh Pak Jokowi turun menjadi 0,39," ujarnya.
Selain turunnya indeks pertumbuhan ekonomi Indonesia, MUI juga menyoroti soal kepemilikan lahan yang harusnya dimiliki langsung oleh warga pribumi, sekarang telah dimiliki asing atau korporat.
"Dalam bidang pertanahan, indeks gini kita sangat memprihatinkan itu 0,59 artinya 1 persen penduduk menguasai 59 persen lahan yang ada di negeri ini. Sementara yang jumlahnya sekitar 99 persen itu hanya menguasai 41 persen lahan yang ada di negeri ini," ujarnya.
MUI menyinggung data kelompok usaha di Indonesia kepada pemerintah, MUI menemukan masih banyak warga yang belum diperhatikan kesejahteraannya oleh pemerintah.
Padahal, dijelaskannya, jumlah usaha besar cuma 0,01 persen dengan jumlah pelaku usaha 5.550 dengan total aset di atas 10 miliar. Usaha menengah besarnya adalah 0,09 persen, dengan jumlah pelaku usaha 60.702. Dengan total aset lebih dari Rp50 juta dan usaha kecil besarnya 1,22 persen dengan jumlah pelaku 783.132 dan total aset di atas Rp50 juta.
“Dari data ini kita ketahui total mereka-mereka yang sudah terperhatikan oleh pemerintah dan dunia perbankan itu ada di sekitar angka 1,32 persen atau lebih kurang kalau dari jumlah pelaku yaitu 849.334 pelaku usaha," tambahnya.
MUI menilai usaha Kecil menengah yang dikelola oleh masyarakat kecil ke bawah jumlahnya sangat banyak di Indonesia, terhitung data dari seluruh wilayah Indonesia, besarannya mencapai 98,68 persen.
"Sementara jumlah usaha mikro dan ultra mikro besarnya adalah 98,68 persen dengan jumlah pelaku usaha yaitu sekitar 63,3 juta pelaku. Di mana total asetnya sama dan atau di bawah 50 juta rupiah, dan itu boleh dikatakan tidak dan atau belum terurus oleh kita secara bersama-sama dengan baik, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh kita," ujarnya.
Dijelaskan Anwar pula, MUI menilai, jika kesenjangan Ekonomi antara masyarakat terlalu jauh dan berlangsung dengan dengan jangka waktu lama, dapat berakibat dua dampak negatif, yakni masalah sosial dan masalah ekonomi.
Anwar mengatakan kesenjangan ini akan berbahaya jika terus berlangsung. Setidaknya ada dua dampak negatif yang dihasilkan dari kesenjangan ekonomi yang terlalu jauh antara masyarakat.
"Bila hal ini terus berlangsung maka tentu dia akan menciptakan sesuatu yang tidak baik. Karena dia (kesenjangan ekonomi) akan menimbulkan kesenjangan sosial yang dari tahun ke tahun akan semakin tajam dan tajam.” ujarnya.
MUI memiliki kesenjangan ekonomi ini jika terlalu lama berlangsung, dan terus dirasakan masyarakat akan mengganggu stabilitas kesatuan bangsa.
“Hal itu tentu jelas tidak baik dan akan sangat berbahaya karena dia sangat potensial akan mengganggu stabilitas, dan rasa persatuan dan kesatuan di antara kita sebagai warga bangsa.” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq