Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Punya Potensi Rp4.500 Triliun, Literasi Keuangan Digital Wajib DiGenjot

        Punya Potensi Rp4.500 Triliun, Literasi Keuangan Digital Wajib DiGenjot Kredit Foto: Antara/Kornelis Kaha
        Warta Ekonomi, Nusa Dua, Bali -

        Memasuki hari terakhir The 3rd Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021 di Nusa Dua, Bali, pemerintah dan asosiasi sepakat untuk terus mendongkrak inklusi keuangan, agar semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan fintech, sementara di sisi lain juga meningkatkan literasi keuangan digital.

        Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin dalam sambutannya mengungkapkan pentingnya upaya-upaya peningkatan literasi, sembari mendorong peningkatan model bisnis yang ditopang oleh  kebijakan yang afirmatif.

        “Seluruh pemangku kebijakan, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan asosiasi-asosiasi, saya minta untuk berperan aktif dalam membantu terciptanya kebijakan yang afirmatif. Kita ingin bersama-sama memajukan industri ekonomi dan keuangan digital yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," ungkap Wapres di Nusa Dua, Bali, Senin (13/12/2021). Baca Juga: Biar Nggak Kejebak Pinjol Ilegal, OJK Bakal Kembangkan Literasi Keuangan Digital

        Upaya-upaya ini tidak lain untuk menyambut perkembangan fintech di masa depan. Wapres juga mengutip proyeksi Kementerian Perdagangan (Kemendag), bahwa sektor keuangan digital akan tumbuh delapan kali lipat di 2030, dari sekitar Rp 600 triliun menjadi Rp 4.500 triliun.

        Sementara itu, pada sambutannya  yang bertema “Innovation and Investment in Indonesia's Digital Economy and Finance Ecosystem (Inovasi dan Investasi dalam Ekonomi Digital dan Ekosistem Keuangan Indonesia)", Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut B. Panjaitan menyatakan bahwa tingkat inklusi keuangan digital di Indonesia sudah berada pada indikator yang sangat baik.

        Sayangnya, grafik tersebut belum ditunjang dengan tingkat literasi keuangan, yang menurut Luhut, masih sangat jauh dibanding negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Baca Juga: Peneliti CIPS: Kebijakan PPKM Akan Tingkatkan Transaksi Ekonomi Digital

        “Berdasarkan data OJK pada 2019 Indeks Literasi Keuangan baru mencapai 38,03% dan Indeks Inklusi Keuangan 76,19%. Angka ini berbanding jauh dari Singapura di angka 98%, Malaysia 85%, dan Thailand 82%," ungkapnya.

        Menurutnya, tingkat inklusi tinggi dengan literasi rendah menunjukkan potensi risiko yang begitu tinggi. Karena, meski masyarakat memiliki akses keuangan, sebenarnya mereka tidak memahami fungsi dan risikonya.

        "Peningkatan literasi menjadi kunci agar tingkat inklusi yang sudah terjadi bisa berdampak lebih produktif dengan risiko minim. Inilah yang jadi pekerjaan kita bersama, antara pemerintah dan asosiasi," tutur Luhut.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: