Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Rapor Dua Tahun KPK Dipimpin Firli Bahuri: Kerap Tuai Kontroversi, Kurang dalam Prestasi

        Rapor Dua Tahun KPK Dipimpin Firli Bahuri: Kerap Tuai Kontroversi, Kurang dalam Prestasi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pada 20 Desember lalu, tepat dua tahun Firli Bahuri dan empat pimpinan KPK lainnya memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Selama kurun waktu 2 tahun, KPK lebih banyak mendapat sorotan karena sejumlah kontroversi di internalnya, yang bahkan melibatkan para pimpinan.

        “Alih-alih bisa menunjukkan prestasi, baik Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, Alexander Marwata dan Nurul Ghufron justru banyak memperlihatkan kontroversi di tengah masyarakat,” kata Peneliti Pusat Antikorupsi/PUKAT UGM, Zaenur Rahman dalam diskusi daring, Senin (27/12/2021).

        Baca Juga: Firli Bahuri Buka-Bukaan Soal Keterlibatan KPK dengan Persaingan Politik, Ternyata...

        Kontroversi di KPK, usai dilemahkan lewat revisi Undang-Undang KPK perlahan muncul ke permukaan. Mulai dari dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli Bahuri yang bergaya hidup mewah, menggunakan helikopter, dan pelanggaran etik komisioner KPK Lili Pintauli Siregar, dengan berhubungan dengan pihak yang berperkara.

        Puncak kontroversinya, pemecatan 57 pegawai KPK dengan dalih tidak lolos tes wawasan kebangsaan atau TWK.

        PUKAT UGM bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) mengeluarkan sejumlah catatannya dari hasil pemantauan dua tahun kepemimpinan Firli Cs.

        Pertama, ketidakjelasan arah politik hukum pemberantasan korupsi. Menurut mereka, sejak tahun 2019, pemberantasan korupsi tampaknya tidak dijadikan agenda prioritas oleh pemerintah. Pemberantasan malah lebih diarahkan kepada sektor pencegahan.

        "Itu pun didominasi oleh jargon tanpa menginisiasi suatu program sistemik yang berdampak signifikan untuk membawa perubahan,” ujar Zaenur.

        Kedua, implikasi revisi UU KPK. Kata Zaenur, dampak perubahan regulasi di KPK sudah dapat dirasakan setidaknya dalam dua tahun terakhir ini. Substansi UU 19/2019 pada faktanya memang ditujukan untuk mengendurkan tugas KPK dalam memberantas korupsi.

        Baca Juga: Terungkap! Jadi Ini Alasan Giring Cs 'Menyerang' Anies Baswedan Bertubi-Tubi

        “Mulai dari merobohkan independensi kelembagaan menjadi bagian dari rumpun eksekutif, menghentikan penyidikan perkara korupsi BLBI dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun, hingga mengubah status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN),” jelasnya.

        Ketiga, kinerja sektor penindakan yang semakin mengkhawatirkan. Catatan mereka, setidaknya dapat dilihat dari sejumlah hal, seperti mandeknya supervisi terhadap perkara besar seperti kasus korupsi pengurusan fatwa Mahkamah Agung yang melibatkan Djoko S Tjandra, serta Jaksa Pinangki S Malasari.

        Kemudian jumlah Operasi Tangkap Tangan atau OTT yang dinilai anjlok sejak dua tahun terakhir, dan minimnya penanganan perkara strategis yang melibatkan penegak hukum.

        Keempat, kinerja sektor pencegahan yang belum efektif. Penyesuaian pendekatan antikorupsi yang didorong oleh negara dan KPK belum menunjukkan hasil yang signifikan, kata Zaenur.

        Baca Juga: Memanas! Giring Ditantang Debat Live oleh Seorang Komisaris, Disebut Berotak Sedikit dan Pecundang

        Kemudian Revisi UU KPK yang diklaim memperkuat sektor pencegahan, di saat bersamaan tak cukup mengakomodasi kebutuhan penguatan program pencegahan itu sendiri.

        Terakhir kelima, pengelolaan internal KPK yang buruk. Penerbitan Peraturan Komisi atau Perkom No 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja dinilai tidak memiliki urgensi yang signifikan. Perubahan struktur di tubuh KPK dalam PerKom 7/2020 dinilai dapat memperlambat kinerja organ KPK dan berdampak pada jumlah anggaran yang harus dikeluarkan.

        “Saat institusi lain berusaha merampingkan struktur organisasinya, KPK justru berjalan ke arah sebaliknya. Selain itu Perkom 7/2020 bertentangan pula dengan substansi UU KPK,” kata Zaenur.

        Baca Juga: Elektabilitas Tinggi, Namun Ganjar dan Sandiaga Hanya Bisa Duduk di Bangku Cadangan PDIP-Gerindra

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Adrial Akbar

        Bagikan Artikel: