Sepanjang tahun 2021 Indonesia mengalami berbagai dinamika dan tantangan dalam penangan pandemi Covid-19. Diawali dengan lonjakan pertama pada Januari, yang diikuti lonjakan kedua pada Juli lalu, hingga Desember, saat ini kasus terkendali. Patut disayangkan, akibat lonjakan, tidak sedikit masyarakat harus kehilangan kerabat, keluarga, hingga sanak saudara.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito mengajak masyarakat melihat kilas balik penanganan pandemi di Indonesia di tahun 2021 agar dapat menjadi pembelajaran dan korban tidak terus bertambahnya di hari depan. Dengan begitu, Indonesia terbebas dari pandemi dan mencapai endemi Covid-19 di tahun 2022.
Baca Juga: Adanya Kasus Omicron Peringatan bagi Masyarakat agar Tidak Melakukan Perjalanan
"Sudah sepantasnya kita bersama-sama memetik pelajaran penanganan pandemi satu tahun ini, terutama sebagai fondasi dalam memantapkan langkah bersama menuju 2022 yang produktif aman Covid," ujarnya dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19, Selasa (27/12/2021), yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Jika melihat kembali kasus positif, tahun ini terjadi 2 kali lonjakan. Yang pertama dimulai pada akhir 2020, dan terus meningkat mencapai puncaknya pada 25 Januari 2021. Lonjakan ini berhasil diturunkan selama 15 minggu berturut-turut. Saat itu, lonjakan diatasi berbarengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro dan Posko pada tiap desa/kelurahan. Dampak kebijakan ini, menurunnya kasus hingga 70,5% dari puncak kasus pertama, dan mencapai titik kasus terendah pada pertengahan Mei.
Selanjutnya, lonjakan kedua puncaknya pada bulan Juli. Penyebabnya varian Delta yang diberi peluang menular akibat tingginya mobilitas selama periode Idulfitri 2021. Kasus melonjak signifikan hingga mencapai puncaknya sebesar 1.200% dari titik terendah pada bulan Mei, hanya dalam waktu 9 minggu. "Kebijakan peniadaan mudik saat itu, nyatanya tidak cukup menurunkan mobilitas penduduk," lanjutnya.
Kendati demikian, berkat usaha keras seluruh pihak khususnya peran aktif masyarakat, lonjakan kedua berhasil ditangani dan hingga saat kini telah turun selama 23 minggu berturut-turut. Terlebih lagi, kasus diturunkan hampir 100%, yaitu 99,6% atau angka ini jauh lebih rendah dibanding penambahan kasus positif pada Januari lalu, bahkan lebih rendah dibanding periode sebelum lonjakan pertama.
"Artinya, jika kita bisa mencapai 100% penurunan dari puncak kasus tertinggi tersebut atau 0,4% lagi, tidak ada lagi penambahan kasus positif dan kita dapat bebas dari Covid-19," tegas Wiku.
Selaras dengan itu, perkembangan baik juga pada persentase kasus aktif, persentase kesembuhan, dan jumlah kematian. Pada persentase kasus aktif sempat mencapai puncaknya pada lonjakan kedua hingga sebesar 18,84%. Dibandingkan saat ini, persentasenya 0,11%. Sementara, persentase kesembuhan sempat menyentuh angka terendah, yaitu 79,28%. Namun, kini berhasil ditingkatkan kembali hingga sebesar 96,51%.
Tak kalah penting ialah angka kematian. Sejak awal pandemi hingga kini ada 144.063 kasus meninggal akibat Covid-19. Tahun ini, angka kematian harian sempat mencapai titik tertinggi saat lonjakan kasus kedua, yaitu merenggut 2.048 jiwa per hari.
"Ini adalah angka yang sangat besar. Di dalamnya mungkin saja terdapat sanak saudara dan orang-orang tercinta kita yang turut berpulang akibat virus ini," imbuh Wiku.
Namun kini, angka kematian harian sudah ditekan hingga sekecil mungkin. Data per 27 Desember, kasus harian telah turun drastis menjadi 8 orang per hari. Bahkan, angka harian ini pernah mencapai angka terendah, yaitu 1 kematian dalam sehari per 28 November lalu. "Meskipun angka kematian sudah berhasil ditekan, nyawa tetaplah nyawa yang tidak tergantikan meskipun hanya satu saja orang meninggal," lanjutnya.
Perkembangan baik selanjutnya angka positivity rate, yaitu angka yang menunjukkan banyaknya orang yang terdeteksi positif dari keseluruhan orang yang dites. Kondisinya saat ini cukup baik di angka 0,07%. Meski sebelumnya pada puncak kedua angka ini sempat mencapai 33,25%.
Lalu, angka testing. Pada akhir tahun ini, jumlah angka testing didominasi masyarakat yang berkepentingan skrining seperti untuk syarat perjalanan. Hal ini menunjukkan kebijakan testing sebagai syarat perjalanan efektif mendukung aktivitas masyarakat yang produktif aman Covid sehingga dapat menghindarkan penularan antarwilayah. Meskipun demikian, di tahun depan, angka testing patut ditingkatkan dengan cakupan orang yang dites untuk tracing kontak erat dan testing pada orang bergejala.
Untuk itu, adanya pencapaian baik tersebut tentunya tidak terlepas dari kontribusi seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah. Apalagi, karakteristik Indonesia yang merupakan negara luas dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Namun dengan upaya keras yang dilakukan bersama akhirnya penanganan berangsur membaik.
Beberapa upaya yang dilakukan pada tahun ini seperti peningkatan jumlah tempat tidur RS rujukan, laboratorium rujukan, fasilitas isolasi terpusat, serta posko tingkat desa/kelurahan. Rinciannya, upaya pertama, pada tempat tidur ruang isolasi dan ICU rumah sakit rujukan. Awal tahun 2021, total ada 45 ribu tempat tidur, saat ini meningkat 2 kali lipat hingga 81 ribu. Jika dilihat angka keterisian tempat tidur (BOR), BOR isolasi keterisiannya 2,24% dan BOR ICU 3,88%.
Kedua, jumlah laboratorium rujukan Covid-19. Pada Januari 2021, jumlahnya ada 510 laboratorium. Dibandingkan, saat ini jumlahnya meningkat hampir 2 kali lipat atau 902 laboratorium. Terlebih, persentase testing dari laboratorium ini sudah jauh melebihi target testing WHO, yaitu sebesar 503% dibandingkan awal tahun lalu sebesar 85%. "Bahkan, saat ini kita memiliki lebih dari 23 ribu fasilitas pemeriksa antigen yang tersebar di seluruh Indonesia," tambah Wiku.
Baca Juga: Meski Terancam Omicron, Indonesia Lebih Untung karena...
Ketiga, tempat tidur isolasi terpusat. Per Juli 2021, ada 20 ribu tempat tidur isolasi terpusat yang tersebar di seluruh Indonesia. Fasilitas ini siap dan fleksibel diaktifkan kembali sewaktu-waktu dibutuhkan.
Keempat, jumlah posko desa/kelurahan. Posko ini alat pengawasan hingga di tingkat terendah di seluruh wilayah di Indonesia. Sepanjang tahun 2021, pembentukannya mencapai 29 ribu posko. Artinya, 35,81% dari total desa/kelurahan di Indonesia telah memiliki posko. Angka ini tentunya masih harus terus ditingkatkan, mengingat posko merupakan garda terdepan penanganan di tingkat mikro.
Dengan daya dan upaya yang dimiliki Indonesia, menunjukkan kemampuan adaptasi, kesigapan dan resiliensi seluruh lapisan masyarakat dalam penanganan pandemi. Ini menjadi modal penting Indonesia untuk terus bertahan melawan tantangan pandemi yang dinamis. Termasuk varian Omicron saat ini, bahkan membawa Indonesia keluar dari pandemi di masa yang akan datang.
Karenanya, dengan memahami kilas balik dapat menjadi pengingat bahwa lonjakan kasus adalah hal yang mudah terjadi apabila lengah. Terlebih pula terdapat faktor-faktor lain yang lebih sulit dikendalikan, seperti munculnya varian baru. Yang perlu diperhatikan, ketika sudah terjadi lonjakan kasus membutuhkan waktu lebih lama menurunkannya. Kilas balik ini juga diharapkan menjadi pengingat bahwa betapa besar dampak lonjakan kasus, terutama terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
"Mempertahankan kasus agar tetap rendah dan mengendalikan kenaikan kasus sedini mungkin masih harus menjadi fokus utama kita di tahun yang akan datang," pungkas Wiku.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: