Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, pada tahun 2022, pihaknya akan me-review kembali kebijakan yang sebelumnya telah dikeluarkan khususnya dalam rangka menjaga daya tahan dan mengendalikan volatilitas Pasar Modal akibat dampak pandemi Covid 19.
"Kebijakan-kebijakan yang dinilai sudah kurang relevan, tentunya akan ditinjau kembali dan selanjutnya mengambil langkah-langkah untuk melakukan normalisasi," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Jakarta, baru-baru ini.
Lebih lanjut, Wimboh menjelaskan beberapa inisiatif dan kebijakan strategis pasar modal yang rencananya akan dikeluarkan OJK di sepanjang tahun 2022. Pertama, mempersiapkan operasionalisasi dan infrastruktur bursa terutama legalitas pendukung penyelenggaraan bursa karbon agar Indonesia menjadi pusat perdagangan karbon dunia. Penerapan ekonomi hijau termasuk bursa karbon akan didukung oleh taksonomi hijau yang segera akan diterbitkan. Baca Juga: Dikuasai Milenial, Jumlah Investor Pasar Modal Melesat 92,7% Sepanjang 2021
"OJK akan terus mengembangkan instrumen berbasis ekonomi hijau dan indeks bursa yang kita sebut IDX ESG Leaders Index dan Indeks Sri Kehati untuk meningkatkan peran emiten dalam mengimplementasikan kaidah ekonomi hijau," ungkap Wimboh.
Kedua, selain dari sisi instrumen investasi, OJK juga akan memperluas basis emiten diantaranya melalui sekuritisasi aset dan pembiayaan proyek strategis untuk mendukung kebutuhan pembiayaan infrastruktur 2020-2024 yang berkisar di angka Rp6.445 Triliun (Bappenas, RPJMN 2020-2024).
"OJK akan terus mengakomodir calon emiten perusahaan start-up berbasis teknologi untuk melakukan Penawaran Umum di bursa domestik melalui kebijakan yang akomodatif dengan mengeluarkan POJK No. 22 Tahun 2021 tentang Multiple Voting Share pada bulan Desember 2021," terangnya.
Ketiga, perluasan dan percepatan pelaku UMKM untuk masuk ke pasar modal melalui platform Securities Crowdfunding dan optimalisasi papan akselerasi UMKM yang bekerja sama dengan Pemda untuk mendapatkan Surat Perintah Kerja yang potensinya sebesar Rp74 triliun.
Keempat, pengembangan instrumen derivatives untuk indeks saham, suku bunga (forward rate agreement dan swap), derivatives nilai tukar (swap, forward rates dan options) dapat ditransaksikan secara transaparan dalam regulated market di bursa.
"Detail strategi dan target pengembangan instrumen derivatif telah dimasukkan dalam Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FKP3K)," cetus Wimboh. Baca Juga: Mitigasi Dampak Pandemi, OJK Ingatkan Pentingnya Sinergi dan Kolaborasi
Kemudian yang terakhir adalah percepatan pengembangan infrastruktur Central Counterparty Clearing house (CCP) yang akan selesai tahun 2022 yang merupakan terobosan penting bagi pendalaman pasar keuangan dalam menjaga integritas pasar sehingga informasi mengenai instrumen yang diperdagangkan baik transaksi dan harga dapat lebih transparan ke publik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman