Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel mendukung kebijakan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) yang melarang ekspor batubara. “Larangan harus bersifat permanen, jangan sementara,” katanya, Kamis, 6 Januari 2022.
Seperti diberitakan berbagai media, Kementerian ESDM melarang ekspor batubara selama 1-31 Januari 2022 ini. Hal ini dilakukan untuk memasok kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk menjamin pasokan batubara bagi kebutuhan pembangkit listrik di dalam negeri. Namun demikian, Gobel mempertanyakan mengapa larangan itu terjadi untuk Januari saja. “Ini aneh. Apalagi selama Desember 2021 harga batubara di pasar internasional justru sedang anjlok. Jadi mestinya pasokan di dalam negeri tercukupi dengan kondisi seperti itu,” katanya.
Baca Juga: Gobel: Jangan Biarkan Harga Kebutuhan Rakyat Naik Melangit
Anjloknya harga batubara di pasar internasional itu dipicu oleh intervensi pemerintah Tiongkok yang menaikkan produksi batubara dalam negerinya. Hal itu mereka lakukan karena sejak awal 2021 harga batubara di pasar internasional terus merangkak naik. Sebagai konsumen batubara terbesar di dunia, Tiongkok dirugikan oleh situasi itu. Karena itu, Tiongkok menaikkan produksi batubara di dalam negerinya. Dengan meningkatnya suplai, maka secara otomatis harga pun jatuh hingga 26 persen.
Melihat situasi itu, Gobel mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan Harga Batubara Acuan (HBA). “Jangan sampai HBA di dalam negeri menjadi lebih mahal daripada harga batubara di pasar internasional. Dengan begitu, justru merugikan PLN, yang ujungnya merugikan rakyat sebagai konsumen PLN. Yang tentu ujung akhirnya melemahkan daya saing Indonesia di tingkat internasional. Jadi ketentuan larangan ekspor batubara ini jangan sampai diartikan hanya untuk melindungi pengusaha batubara saja,” katanya.
Lebih lanjut Gobel mengingatkan jangan sampai larangan ekspor batubara ini lebih karena harga pasar internasional batubara yang sedang merosot. “Semua kebijakan harus berdasarkan kepentingan nasional (national interest), jadi bukan untuk melindungi segelintir orang,” katanya. Tiongkok meningkatkan produksi batubaranya karena sepanjang 2021, harga batubara internasional terus meningkat. Dengan menaikkan produksinya, Tiongkok berhasil membuat harga batubara internasional merosot tajam.
Gobel juga menyatakan bahwa saat ini sudah ada teknologi yang bisa mengubah batubara untuk menjadi puluhan jenis materi kimia dasar untuk beragam keperluan industri. “Hal ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi Indonesia. Ini juga sekaligus memperkuat industri kimia dasar Indonesia dan juga memperkuat pasokan bahan baku bagi beragam industri Indonesia secara keseluruhan,” katanya.
Karena itu, ia menyebutkan, pengusaha batubara sudah saatnya berinvestasi dan membangun industri pengolahan batubara tersebut untuk menjadi produk yang lebih unggul. “Bukan sekadar mendapat konsesi dan menggali lalu menjual. Proses mencipta itu yang justru yang harus menjadi kekuatan bangsa. Karena itu, larangan ekspor batubara harus dipertimbangkan untuk bersifat permanen. Pengalaman masa lalu Indonesia soal pertambangan minyak tanpa diiringi pembangunan pengilangan membuat Indonesia menderita. Negara lain yang tak memiliki pertambangan minyak, dan cukup membangun pengilangan, justru yang mendapat untung lebih besar. Jadi Indonesia jangan menjadi keledai dua kali,” katanya.
Pembangunan industri pengolahan batubara menjadi materi kimia dasar, kata Gobel, merupakan salah satu bentuk national interest tersebut. “Jadi jangan sampai batubara kita habis cuma untuk dibakar. Karena itu, pembangunan pembangkit listrik non-batubara harus digiatkan, seperti panas bumi, angin, matahari, bahkan bila perlu energi nuklir,” katanya.
Untuk menuju tahapan ke larangan ekspor secara penuh dan secara permanen, kata Gobel, pemerintah bisa memulainya dengan meningkatkan Domestic Market Obligation (DMO). Penaikan DMO tersebut harus diimbangi secara tegas untuk membangun industri pengolahan batubara untuk menjadi bahan kimia dasar tersebut. “Kasus minyak bumi jangan berulang di batubara,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: