Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kekerasan terhadap Anak Meningkat Selama Pandemi Covid-19, Apa Langkah Pemerintah?

        Kekerasan terhadap Anak Meningkat Selama Pandemi Covid-19, Apa Langkah Pemerintah? Kredit Foto: Kementerian PPPA
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Angka kekerasan pada anak disebut meningkat dalam rentang waktu 2019-2021. Jenis kekerasan seksual dan eksploitasi pada anak terlihat mengalami peningkatan di masa pandemi Covid-19. 

        Beberapa waktu lalu masyarakat Sumedang, Jawa Barat sempat dihebohkan dengan adanya seorang anak dirantai. Anak berusia 5 tahun itu ditemukan warga disekap dan terikat rantai dalam rumah di Perumahan Angkrek Regency, Jalan Soka Nomor 27, RT 04/010, Kelurahan Situ, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. 

        Saat kejadian, warga sekitar melihat kepulan asap keluar dari rumah milik pelaku. Karena rumah ditinggal dalam keadaan kosong, warga setempat kemudian membongkar rumah dengan cara mendobrak pintu depan rumah tersebut. Tujuannya untuk memadamkan sumber api.

        Baca Juga: Pasang Kuping Baik-baik! soal Dugaan Kekerasan di Wadas, Mas Ganjar Bilang Begini

        Saat warga bersama sekuriti perumahan masuk ke dalam rumah, terdengar suara anak meminta tolong. Warga kemudian mendatangi sumber lokasi dan didapati adanya seorang anak yang berada dalam kondisi terikat rantai pada pergelangan tangan dan kakinya.

        Dalam kasus tersebut, Polres Sumedang menetapkan seorang perempuan atau pemilik rumah berinisial S sebagai tersangka atas kasus penyekapan dan kekerasan terhadap anak usia lima tahun di Sumedang. Tersangka terancam hukuman 5 tahun penjara. 

        Polisi kemudian mengungkap bahwa motif S yang mengaku sebagai bibi korban yakni R. S menyebut dirinya merasa tidak kuat mengurus bocah yang kini sebatang kara tersebut.

        Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti berupa karpet, rantai besi hingga velg ban mobil yang digunakan untuk mengganjal Rantai.

        Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga prihatin dengan kondisi anak-anak Indonesia yang makin banyak menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh keluarga. Dalam kondisi pandemi, anak-anak justru membutuhkan kasih sayang dan perhatian lebih dari orangtua, karena mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan bermain di rumah.

        DATA PENINGKATAN KEKERASAN ANAK DI MASA PANDEMI

        Menurut data dari KPPPA, selama kurun waktu Januari hingga Desember 2021 terdapat 14.517 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia. Dari jumlah tersebut terdapat 15.971 anak menjadi korbannya.

        Berdasarkan laporan KPPA Tahun 2021 menyebutkan 45,1 persen atau 8.730 kasus tersebut adalah kekerasan seksual.

        Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut pada tahun 2021 kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia meningkat tajam. modus-modus kejahatan seksual yang terjadi kepada anak yakni penyebaran foto pribadi korban. Penyebaran foto pribadi korban dilakukan sebagai alat pemerasan korban yang masih berusia di bawah 18 tahun.

        Selain kekerasan seksual, kekerasan fisik dan psikis mendominasi kekerasan terhadap anak di tahun 2021. Menurut data ada 3437 kasus kekerasan terhadap anak secara fisik dan 3602 kasus kekerasan secara psikis.

        Faktor utama penyebab kekerasan pada anak tidak jauh dari persoalan ekonomi dan kematangan dari kepribadian orang tua. Kebanyakan korban kekerasan merasa takut untuk melapor karena kurangnya informasi untuk mengadu.

        BENTUK-BENTUK KEKERASAN PADA ANAK 

        Kekerasan pada anak adalah setiap perbuatan yang dilakukan pada anak hingga menyebabkan anak sengsara atau menderita secara fisik, psikis, seksual, dan/atau terlantar. Kekerasan pada anak tidak hanya terjadi di keluarga yang miskin atau lingkungan yang buruk. Fenomena ini dapat terjadi pada semua kelompok ras, ekonomi, dan budaya. Bahkan pada keluarga yang terlihat harmonis pun bisa saja terjadi kekerasan pada anak. 

        Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan, sebagian besar pelaku kekerasan pada anak merupakan anggota keluarga atau orang lain yang dekat dengan keluarga. Oleh sebab itu, kita harus lebih berhati-hati dalam melindungi anak. Meski tidak menutup kemungkinan bahwa orang asing juga bisa melakukannya. 

        Bentuk-bentuk kekerasan pada anak yang perlu kita ketahui, di antaranya:  

        Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang terjadi ketika seseorang menyakiti tubuh anak atau membuat fisiknya dalam keadaan yang berbahaya. Anak yang mendapat kekerasan fisik dapat mengalami luka yang ringan, berat, hingga meninggal.  

        Contoh dari kekerasan fisik, yaitu memukul, melempar, mencekik, menyundut rokok pada anak, dan semacamnya. 

        Tak hanya fisik yang dapat tersakiti, mental anak juga bisa terganggu ketika mendapat kekerasan psikis. Kekerasan psikis merupakan kekerasan yang terjadi ketika seseorang menyakiti mental anak hingga membahayakan perkembangan emosinya. Contoh bentuk kekerasan psikis, yaitu membentak, meremehkan, menggertak, mempermalukan, mengancam, dan tidak menunjukkan kasih sayang. 

        Kekerasan seksual merupakan segala jenis aktivitas seksual dengan anak. Tidak hanya kontak fisik, kekerasan seksual juga bisa melalui verbal ataupun materi lain yang dapat melecehkan anak 

        DAMPAK KEKERASAN PADA ANAK 

        Anak korban kekerasan tidak hanya memiliki bekas luka pada tubuhnya, namun juga luka emosional, perilaku menyimpang, dan penurunan fungsi otak. 

        Selain itu, kekerasan yang dialami oleh anak-anak akan mempengaruhi perkembangan kognitif, sosial, emosional, dan fisik anak. 

        Saat anak korban kekerasan menjadi orang tua atau pengasuh, mereka berisiko melakukan hal yang sama pada anak. Siklus ini dapat terus berlanjut jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengatasi trauma. 

        Selain itu, ada pula risiko lain dari korban kekerasan pada anak ketika mereka beranjak dewasa, seperti depresi, gangguan makan, serangan panik, keinginan bunuh diri, gangguan stres pasca trauma (PTSD), dan kualitas hidup yang lebih rendah. Pria yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di masa kecilnya juga lebih berisiko mengalami depresi setelah menjadi ayah nantinya.

        LANGKAH PEMERINTAH 

        Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berupaya mencegah kekerasan di akar rumput dengan melibatkan anak sebagai pelapor dan pelopor melalui Forum Anak. 

        "KPPPA bersinergi dengan daerah menciptakan wadah bagi anak-anak untuk bersuara dan mengekspresikan pemikirannya melalui Forum Anak," kata Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KPPPA Agustina Erni melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (16/2/20222). 

        Hal tersebut karena korban anak dalam kasus kekerasan mungkin tidak tahu bahwa mereka punya hak untuk menyampaikan keberatan atas tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa, termasuk orang dewasa yang selama ini mungkin menjadi panutan dan sehari-hari bersama mereka. 

        "Oleh karenanya Forum Anak diharapkan dapat menjadi wadah bagi anak-anak untuk dapat berbicara," katanya. 

        Forum Anak dibentuk secara berjenjang mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga desa/kelurahan. 

        Saat ini Forum Anak telah terbentuk di tingkat nasional, di seluruh provinsi, 458 kabupaten/ kota, 1.625 kecamatan dan 2.694 desa/kelurahan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: