Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mulyanto Minta Pemerintah Kendalikan Harga Barang Kebutuhan Pokok Jelang Ramadan

        Mulyanto Minta Pemerintah Kendalikan Harga Barang Kebutuhan Pokok Jelang Ramadan Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wakil Ketua FPKS DPR RI, Mulyanto, minta pemerintah fokus mengendalikan harga kebutuhan pokok daripada berwacana perpanjang masa jabatan presiden. Menurutnya, pemerintah lebih baik mengerjakan hal yang bermanfaat bagi rakyat daripada mengeluarkan pernyataan yang bikin gaduh masyarakat.

        Menurutnya, masyarakat sudah jenuh menghadapi kegaduhan akibat perbedaan pendapat. Mereka ingin pemerintah berbuat sesuatu yang nyata. Sesuatu yang dapat meringankan beban hidup yang makin berat.

        Baca Juga: Harga LPG 3 Kg Tetap, Meski Harga Minyak Dunia Melambung

        "Pemerintah lebih baik fokus urus harga kebutuhan pokok yang terus naik. Selain minyak goreng, kedelai dan daging sapi yang telah naik terlebih dahulu, baru-baru ini pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM dan LPG nonsubsidi. Bahkan, LPG nonsubsidi mengalami kenaikan dua kali, tanggal 25 Desember 2021 dan 28 Februari 2022, hanya berselang dua bulan," kata Mulyanto, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (2/3/2022).

        Terkait masalah ini, Mulyanto yang Anggota Komisi VII dari Fraksi PKS mendesak pemerintah dan elite politik untuk fokus dalam rangka mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat menjelang bulan Ramadan 2022 ini. Pemerintah diminta jangan memperkeruh suasana dengan mengangkat isu penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf serta rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).

        "Tolong Pemerintah fokus pada hal-hal produktif dalam menyelesaiakan masalah-masalah konkret masyarakat di tengah pandemi Covid-19 yang belum tuntas dan kasus positif harian varian Omicron masih tinggi," kata Mulyanto.

        "Jangan mengumbar syahwat kekuasaan dan melabrak konstitusi. Terlalu mewah di tengah kondisi sulit masyarakat seperti sekarang ini, penguasa politik malah egois berpikir untuk memperpanjang kursi kekuasaannya," tegas Mulyanto.

        Mulyanto mendesak pemerintah mengembangkan berbagai opsi kebijakan yang inovatif, yang tidak memicu inflasi dan membebani rakyat di saat pandemi Covid-19 yang belum usai. "Ini adalah tugas penting dan strategis negara. Jangan malah sebaliknya mengembangkan diskursus yang kontraproduktif," imbuhnya.

        Mulyanto menambahkan, defisit transaksi berjalan sektor migas, akibat melonjaknya harga migas dunia, sebenarnya dapat dikompensasi dengan penerimaan ekspor komoditas energi lainnya, seperti batu bara, gas alam, dan CPO yang harganya juga melejit menuai wind fall profit.

        Apalagi ketika iklim investasi yang makin kondusif ini dimanfaatkan untuk meningkatan produksi, penerimaan negara dari sektor ini akan makin meningkat. Jadi, menurut Mulyanto, melonjaknya harga energi dunia tidak otomatis harus diikuti dengan kebijakan kenaikan harga BBM, gas LPG, dan listrik PLN.

        "Itu bukan satu-satunya opsi kebijakan. Ini kan soal kantong kiri dan kantong kanan, yang dapat saling mengompensasi. Ada berbagai opsi kebijakan dan pemerintah diminta untuk mengambil pilihan kebijakan yang tidak memberatkan rakyat," papar Mulyanto.

        Untuk diketahui, defisit transaksi berjalan (DTB) sektor migas disebabkan impor minyak dan LPG pada tahun 2019 sebesar USD 10 miliar. Pada 2020 sebesar USD 10 miliar. Kemudian kembali meningkat menjadi USD 13 miliar tahun 2021. Artinya, pada tahun 2021 terjadi peningkatan defisit transaksi berjalan sebesar USD 3 miiar.

        Di sisi lain, sebagai ilustrasi, penerimaan negara dari ekspor batu bara dan CPO pada tahun 2020 masing-masing sebesar 16 miliar USD dan 18 miliar USD. Kemudian meningkat masing-masing menjadi 27 miliar USD dan 29 miliar USD pada tahun 2021. Artinya pada tahun 2021 terjadi peningkatan devisa dari dua komoditas energi ini, yakni sebesar USD 22 miliar.

        "Jadi sebenarnya untuk menutupi kenaikan defisit transaksi berjalan sektor migas pada tahun 2022 dapat dikompensasi dari kenaikan penerimaan ekspor komoditas batu bara dan CPO pada tahun 2022," pungkas Mulyanto.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: