Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidatonya, Kamis (3/3/2022), mengatakan operasi militer ke Ukraina salah satu tujuannya adalah De-Nazisasi Ukraina. Putin menilai musuh dunia pada Perang Dunia III yaitu Partai Nazi Jerman, yang kini berkembang pesat didukung pemerintah Kiev.
Bahkan menurut Rusia, Ukraina sejak 2014 hingga 2022 mengadopsi gerakan Nazi-Fasis. Ideologi Nazi-Fasis selalu mendeskriminasikan kaum minoritas dan mengagungkan para mayoritas.
Baca Juga: Invasi Rusia Ingatkan Presiden Ukraina Tentang Nazi: Kami Ingat Tahun 1941
Tuduhan tersebut bukan tanpa alasan. Rusia mencatat bagaimana presiden Ukraina saat ini Volodymyr Zelensky mengeluarkan kebijakan melarang penggunaan bahasa Rusia, menutup sekolah-sekolah yang berbahas Rusia dan menempatkan suku-suku Rusia sebagai suku bandit yang ingin merdeka dan berbuat keonaran disintegrasi bangsa seperti di Donetsk dan Luhansk, dua propinsi yang kini sudah memerdekaan diri dan didukung Rusia.
Alasan itulah yang membuat Putin memutuskan harus melindungi suku Rus di Ukraina. Suku Rus mendapatkan genosida dari pemerintahan Ukraina baik secara budaya maupun militer sejak 8 tahun lalu.
Namun demikian beda lagi, soal pendapat Ukraina dan media Barat. Media Barat menyebutkan tidak mungkin presiden Zelensky mendukung Nazi dan Neo-Nazi. Zelensky adalah presiden Yahudi pertama di Ukraina. Kakeknya adalah Yahudi korban genosida Nazi. Hal tersebut diakuinya saat kampanye pemilihan presiden yang lalu.
Zelensky dekat dengan Israel bahkan mengusulkan negara penengah konflik Ukraina-Rusia adalah Israel bukan Belarus negara yang dekat dengan Rusia.
Logika yang dibangun Ukraina adalah tidak mungkin seseorang presiden keturunan Yahudi malah mengembangkan Nazi, musuh di negaranya. Tuduhan tersebut mengada-mengada menurut Ukraina.
Gerakan Nazi memang terlihat digandrungi anak-anak muda Ukraina. Seperti lambang tentara elit ZZ Nazi yang berkibar saat demo besar-besaran menentang Presiden Viktor tahun 2014. Bahkan pengamen-pengamen jalanan di Ukraina menyanyikan Mars Nazi Hebat.
Namun kenapa Nazi yang kalah perang 1945 tiba-tiba bangkit dan menjadi isu global. Apakah ini hanya propaganda semata?
Dalam perang, masing-masing pihak memiliki alat propaganda untuk membenarkan tindakannya.
Dunia mengamati manakah argumentasi benar tentang Nazi. Rusia atau Ukraina?
Dunia harusnya tidak hanya mengamati namun perlu mengambil tindakan cepat untuk menghentikan pertumpahan darah kedua pihak. Sayangnya dunia tidak punya asa yang kuat karena ada hak veto dalam sistem PBB.
Pada gilirannya PBB, organisasi multilateral, gagal melindungi pertumpahan darah anak manusia. Sungguh tragis! Tatanan dunia seperti ini harus berubah menjadi lebih baik. Future must be better preventing bloodshed in this near world.
Indonesia di pertemuan Sidang Umum Majelis PBB menjadi negara yang termasuk 141 negara yang meminta Rusia untuk mundur dan tidak melanjutkan penyerangannya terhadap Ukraina.
Mestinya Indonesia sebagai pemimpin G20 memiliki peranan yang lebih strategis untuk penyelesaian perang Rusia-Ukraina. Sikap Negara ASEAN sendiri terkait perang Rusia-Ukraina ini terpecah. Laos dan Vietnam bersikap abstain terhadap serangan Rusia ke Ukraina.
Indonesia masih punya leverage menjadi peacekeepers dari konflik Ukraina-Rusia melalui benar-benar penengah dari segala kepentingan. Kedepan Indonesia harus pandai menempatkan diri dan konsisten menjadi penengah. Semoga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: