Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dalam Naskah Akademik Keppres SU 1 Maret Peran Soeharto Diuraikan, Namanya Disebut 48 Kali

        Dalam Naskah Akademik Keppres SU 1 Maret Peran Soeharto Diuraikan, Namanya Disebut 48 Kali Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Presiden Jokowi baru saja menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara, yang ditetapkan pada 1 Maret.

        Dalam Keppres tersebut, tidak tercantum nama Soeharto sebagai salah satu tokoh yang terlibat dalam Serangan Umum (SU) 1 Maret. Tapi rupanya, peran mantan presiden RI itu, diuraikan dalam naskah akademik.

        Baca Juga: Terkait Serangan Umum 1 Maret 1949, Video Sultan HB X Sebut Nama Soeharto Beredar, Simak Baik-baik!

        "Di dalam konsiderans ditulis nama HB IX, Soekarno, Hatta, Sudirman sebagai penggagas dan penggerak. Peran Soeharto, Nasution, dan lain-lain ditulis lengkap di naskah akademik. Sama dengan naskah Proklamasi 1945, hanya menyebut Soekarno-Hatta dari puluhan founding parents lainnya," ujar Menkopolhukam Mahfud MD, Minggu (6/3).

        Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu kemudian memberikan tautan yang memuat Keppres No 2/22 dan naskah akademiknya. "Publik dan pers bisa mengakses. Ini terkait penyebutan nama Soeharto," imbuhnya.

        Dalam naskah akademik tentang Serangan Umum 1 Maret setebal 138 halaman itu, nama Soeharto disebut sebanyak 48 kali. Mulai dari judul buku referensi naskah akademik itu, hingga isi naskah akademik. Peran sentral Soeharto dalam naskah akademik ini juga banyak diceritakan. Sebagian pernyataannya, bahkan dicetak tebal. 

        Naskah akademik yang disusun Sri Margana, Julianto Ibrahim, Siti Utami Dewi Ningrum, Satrop Dwicahyo dan Ahmad Faisol itu menyebutkan, Sultan Hamengku Buwono IX merupakan pencetus serangan umum 1 Maret.

        Saat itu, Yogyakarta berada dalam tekanan kekuasaan Belanda. Sultan Hamengku Buwono IX kemudian menghubungi Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk meminta dan memanggil Soeharto yang menjabat komandan gerilya Soeharto yang saat itu berpangkat Letkol pun menyanggupi tugas tersebut.

        "Yogyakarta merupakan bagian dari daerah pertahanan atau Wehrkreise III di bawah kepemimpinan Letkol Soeharto. Sebelum ditunjuk sebagai komandan Wehrkreise III, Soeharto merupakan komandan Brigade 10 yang berkedudukan di Yogyakarta," tulis naskah akademik Serangan Umum 1 Maret, halaman 41.

        Soeharto diperintahkan untuk bergerilya bersama pasukannya di wilayah selatan Yogyakarta. Lalu, beserta pasukannya, dia menuju daerah Bantul untuk berkoordinasi dalam gerilya yang akan dilakukan.

        "Pada saat agresi Militer Belanda 19 Desember 1948, Soeharto mendapat penjelasan dari Kol. Zoelkifli Loebis bahwa Soekarno dan Hatta masih berada di kota, tetapi Soedirman sudah bergerak ke luar kota mengadakan gerilya. Sore harinya, Soeharto beserta pasukannya memutuskan melakukan gerilya menuju Ngoto yang berada di sebelah selatan Yogyakarta."

        Setelah lima hari melakukan perjalanan dan konsolidasi di wilayah Yogyakarta, Soeharto memutuskan memindahkan pasukannya dari Ngoto menuju dukuh Bibis, Desa Segoroyoso, yang terletak di Bantul.

        Bantul merupakan tempat yang tidak asing bagi Soeharto dan pasukannya. Desa Segoroyoso sudah sejak lama terbangun hubungan baik melalui pelatihan Laskar Rakyat. Dalam waktu yang tidak begitu lama, menurut naskah akademik itu, Soeharto dapat mengkoordinasikan kembali kekuatan-kekuatan gerilya.

        "Berdasarkan surat dari Panglima Divisi III Bambang Sugeng tanggal 26 Desember 1948 tentang pembentukan Wehrkreise dan Subwehrkreise, Soeharto yang sudah ditunjuk sebagai komandan Wehrkreise III segera membentuk Subwehrkreise (SWK)," tulis naskah akademik tersebut.

        Sementara Sejarawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Margana, yang menjadi salah satu tenaga ahli penyusun naskah akademik ini menyatakan, ada ribuan pelaku sejarah dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 itu.

        Ratusan pemimpinnya tercatat dalam naskah akademik ini, yang telah disebut sesuai dengan porsinya masing-masing. Tak terkecuali, Soeharto.

        "Tidak ada satu tokoh pun dalam sejarah yang memiliki peran penting dalam peristiwa-peristiwa itu yang dihapuskan, termasuk Letkol Soeharto yang ditunjuk memimpin Serangan Umum di pusat kota. Naskah ini justru menempatkan tokoh-tokoh penting yang dalam historiografi di masa lalu dihilangkan atau direduksi perannya," ujar Sri Margana, belum lama ini. 

        Dia menegaskan, Keppres bukanlah historiografi. Keppres disusun dengan bahasa administratif, ringkas, namun representatif.

        "Fungsinya lebih sebagai keputusan penetapan 'Hari Penegakan Kedaulatan Negara' sebagai event nasional untuk membangun nasionalisme dan semangat mengisi kemerdekaan dan bukan legitimasi historiografi," tandasnya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: