Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menteri LHK Sambut Dukungan Amerika Serikat Soal FOLU NET SINK 2030

        Menteri LHK Sambut Dukungan Amerika Serikat Soal FOLU NET SINK 2030 Kredit Foto: Instagram/Siti Nurbaya Bakar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, menyambut baik dukungan Amerika Serikat (AS) dalam upaya Indonesia untuk mengimplementasikan Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030. Hal itu disampaikan Menteri Siti dari hasil pertemuannya dengan tim Delegasi Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat untuk Iklim (The US Special Presidential Envoy for Climate, SPEC) John Kerry yang dipimpin oleh Penasehat Senior Robert O. Blake Jr. 

        “Di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo, Indonesia secara konsisten telah berhasil mengurangi deforestasi secara signifikan. Selama tahun 2019 ke 2020 deforestasi Indonesia telah lebih rendah dari masa-masa sebelumnya. Penurunan deforestasi secara simultan ini, mencerminkan upaya serius Indonesia dalam mewujudkan Forestry and Other Land Use (FOLU) NET SINK 2030,” ungkap Menteri Siti, yang baru-baru ini telah meluncurkan Rencana Operasional FoLU NET SINK 2030 melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 Tahun 2022. Baca Juga: Nikmati Keindahan Panorama Labuan Bajo, Wapres Maruf Amin Kunjungi Kampung Air

        Pada awal pertemuan, Penasehat Senior Robert O. Blake Jr., mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia mengucapkan selamat kepada Menteri Siti atas peluncuran Rencana Operasional FOLU NET SINK 2030. Lebih lanjut Jeffery P. Cohen, Direktur Misi untuk Indonesia, USAID menyampaikan bahwa USAID akan memprioritaskan dukungannya untuk mewujudkan rencana operasional FOLU NET SINK 2030.

        Dalam kesempatan tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya memberikan contoh upaya penanggulangan kebakaran hutan dengan menerapkan solusi permanen yang berkelanjutan (monitoring hotspots, teknologi modifikasi cuaca  serta pebyadat tahuan sistem paralegal, yang sudah dilakukan sejak dua tahun lalu). Demikian pula dengan upaya restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove sebagai bagian dari aksi FOLU NET SINK 2030. 

        Blake menyatakan penghargaan atas upaya Indonesia dalam merehabilitasi hutan mangrove. Blake berpendapat bahwa jutaan hektar hutan mangrove di Indonesia merupakan salah satu kekuatan Indonesia dalam memerangi krisis perubahan iklim.

        Menteri Siti lebih rinci menyampaikan  bahwa pada awal bulan Maret tahun 2020, deforestasi Indonesia 2019-2020; tercatat sekitar 115 ribu hektar, lebih rendah 75% dari periode sebelumnya tahun 2018-2019. Dari data ini tampak bahwa Indonesia telah menurunkan tren penurunan deforestasi selama dua periode terakhir. Dan prakiraan data yang masih  dicheck  angka finalnya bahwa deforestasi 2020-2021 bisa lebih rendah lagi. Menanggapi paparan Menteri Siti terkait penurunan deforestasi, Penasihat Senior Blake memuji upaya Indonesia dalam mengurangi deforestasi dimaksud. 

        Selain membicarakan deforestasi dan rencana operasional FoLU NET SINK 2030, Penasehat Iklim untuk Menteri Keuangan Amerika Serikat, John E. Morton juga menyampaikan isu-isu terkait nilai ekonomi dab pasar karbon Indonesia serta tata kelolanya. Menanggapi hal tersebut, Menteri Siti menekankan bahwa Indonesia akan terus memprioritaskan nilai ekonomi karbon Indonesia dapat memenuhi komitmen Nationally Determined Contribution, NDC Indonesia, sesuai penegasan  Bapak  Presiden Joko Widodo dalam KTT COP 26 bulan November 2021.

        Menteri Siti juga menambahkan peluang  Indonesia akan berperan serta dalam pasar karbon internasional seperti telah disampaikan dalam Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon Nonor 98 Tahun 2021. Turunan dari Peraturan Presiden tersebut segera akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Menteri. 

        “Tidak ada bagian dari nilai ekonomi karbon Indonesia yang terlepas dari Peraturan Presiden tersebut. Semuanya sejalan dengan tata kelola karbon yang kuat melalui sistem pemantauan tunggal Sistem Registrasi Nasional (National System Registry, SRN). 

        Tindakan perdagangan karbon di luar sistem tersebut akan menghadapi tindakan penegakan hukum,” jelas Menteri Siti.

        Pada kesempatan tersebut, Menteri Siti juga menjelaskan secara rinci pengaturan hukum mengenai perhitungan pemenuhan kewajiban dan kelebihan cadangan karbon dari upaya pengurangan emisi yang kemudian dapat diperdagangkan. Menurutnya, sudah ada sektor swasta juga yang telah mulai melakukan konsultasi kepada KLHK dan mereka saat ini sudah memulai ambil ancang-ancang untuk  program pengurangan emisi dan nilai kredit karbon yang akan dihasilkan. Beberapa pimpinan dunia usaha telah mulai mengerjakan  dalam kerangka tata kelola karbon.

        “Salah satu kewajiban utama untuk semua pelaku usaha dan entitas lain yang bergerak di pasar karbon adalah terdaftar dalam SRN, Sistim Registri Nasional. Dalam hal ini, saya akan terus mengikuti perkembangan yang terjadi, terkait dengan penerapan praktek tata kelola karbon yang baik,” tambah Menteri Siti.

        Pada kesempatan diskusi dalam pertemuan bilateral tersebut, Blake, Morton dan Penasihat Senior Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat untuk Iklim, Reed Schuler juga mengangkat isu-isu dalam pengelolaan sampah, seperti pembuangan sampah plastik ke laut. Mereka menyampaikan bahwa sampah padatan berkontribusi langsung terhadap emisi metana, sehingga pengelolaan sampah menjadi bagian penting dari upaya Indonesia untuk mengurangi emisi.

        Menanggapi hal tersebut, Menteri Siti menyatakan bahwa Indonesia sudah memiliki Instruksi Presiden tentang penanganan sampah laut, dan upaya bersama lintas kementerian, pemda dan komunitas dengan aktivis serta dunia usaha dan asosiasi terus bekerja mengatasi masalah pengelolaan sampah. Saat ini sudah ada langkah-langkah pelarangan penggunaan plastik sekali pakai, pembangunan bertahap sarana prasarana; juga berkembangnya bank sampah, kerja lapangan pembersihan sampah di laut dan di darat  serta langkah perbaikan ekosistem tepi sungai dengan ekoriparian. 

        Mobilisasi upaya terus dilakukan bersama pemerintah daerah, bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait untuk menangani dan kebiasaan buruk membuang  sampah ke laut dan sungai.

        Menteri Siti juga mengatakan bahwa pengelolaan sampah menjadi salah satu prioritas dalam agenda aksi iklim utama yang mengikat secara hukum di Indonesia, dengan adanya UU persampahan  dan juga dikaitkan dengan aksi  adaptasi iklim. 

        “Di antara capaian kami dalam pengelolaan sampah adalah  dengan Program Kampung Iklim atau Proklim yang mengajak masyarakat dan melibatkan  berbagai pemangku kepentingan, gerakan pembersihan sungai, gerakan pembersihan sampah plastik laut, dan memperluas praktik teknologi daur ulang sampah,” jelas Menteri Siti.

        “Terkait pengelolaan sampah pada akhirnya menjadi gerakan berbasis masyarakat, dan upaya kami saat ini adalah mendorong gerakan masyarakat untuk pengelolaan sampah secara berkelanjutan,” tambahnya.

        Selain Blake, Cohen, dan Schuler, tim delegasi SPEC yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Stephanie Mann, perwakilan dari Kepala USFS, serta Sandy Lien dan Nick Austin dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Secara khusus, Stephanie Mann juga menyampaikan apresiasi atas keberhasilan Indonesia dalam menanggulangi kebakaran hutan. Pembicaraan juga sampai pada bagaimana beratnya persoalan kebakaran hutan yang cukup luas  di California  tahun lalu. Dapat dirasakan bersama kesulitan-kesulitan seperti itu dan Menteri Siti menghargai inisiatif diskusi ini antara Team khusus utusan SPEC Jhon Kerry ke Indonesia.

        Dalam kesempatan pertemuan bilateral tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya didampingi oleh Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Agus Justianto, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Laksmi Dhewanthi, dan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ruandha Agung Sugardiman, serta tim penasihat Menteri untuk memperkuat kemitraan iklim bilateral Amerika Serikat dan Indonesia.  Disebutkan pula untuk peningkatan langkah dalam kerja bersama Tim Task Force RI-US  dengan meningkatkan intensitas  pembahasan  dan juga pengembangan pada cakupan agenda iklim lebih luas termasuk  wilayah  pesisir atau marine-ecosystem.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Laras Devi Rachmawati
        Editor: Lestari Ningsih

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: