Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Nahloh, Karena Sudah Mengarah ke Otoriter, Demokrat Minta Jokowi Berakhir di 2024

        Nahloh, Karena Sudah Mengarah ke Otoriter, Demokrat Minta Jokowi Berakhir di 2024 Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Partai Demokrat menginginkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakhiri masa jabatan pada tahun 2024 mendatang.

        Pasalnya, pemerintahan saat ini sudah mengarah pada sistem otoriter.

        Baca Juga: Waduh Waduh, Jika Jokowi 3 Periode Maka Komunis Akan Bangkit, Arahan Langsung dari Beijing!

        Karena itu, tidak ada lagi alasan untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi sampai dua tahun atau tiga tahun kedepan.

        “Menurut kami, Ini alarm bahaya buat demokrasi kita. Jadi harus benar-benar mengakhiri jabatannya di 2024,” kata Juru Bicara Demokrat Herzaky Mahendra dalam keterangannya, Selasa (5/4/2022).

        Seharusnya, lanjut Herzaky, sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia selama ini seharusnya membuat masyarakat berani dan bebas berpendapat.

        Sementara itu ketakutan masyarakat untuk berpendapat itu hanya ada di pemerintahan yang otoriter.

        “Karena ketakutan masyarakat untuk berpendapat itu hanya ada di pemerintahan yang otoriter,” ujarnya.

        Baca Juga: Ditanya Soal Jokowi 3 Periode, Eh Ridwan Kamil Bilang Begini

        Anak buah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu pun meminta pemerintah untuk introspeksi diri selama dua periode menjalankan roda pemerintahan.

        “Negara kita bukan menganut aturan otoriter tapi pemerintahan yang demokratis pemerintah harus introspeksi diri,” tuturnya.

        Menurut Herzaky, berdasarkan hasil survei terbaru banyak masyarakat yang merasa takut berpendapat di muka umum.

        Ia menganggap, ketakutan masyarakat yang digambarkan hasil survei itu terjadi karena ada terstruktur dan sistematis yang disengaja oleh Pemerintah.

        “Bisa dengan kebijakan, tindakan, hingga pembiaran yang dilakukan oleh elemen pemerintah,” ungkapnya.

        “Jika tiap warga masyarakat berbeda pendapat, lalu didatangi oleh aparat, seperti terjadi di (desa) Wadas, bagaimana masyarakat bisa berani menyampaikan pendapatnya?” sambungnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Adrial Akbar

        Bagikan Artikel: