Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Temukan Kejanggalan Big Data Luhut, Pakar Keamanan Siber: Jelas Tidak Mungkin Sekali

        Temukan Kejanggalan Big Data Luhut, Pakar Keamanan Siber: Jelas Tidak Mungkin Sekali Kredit Foto: Instagram/Luhut Binsar Pandjaitan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pakar Keamanan Siber dari Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC, Pratama Persadha menemukan kejanggalan ketika melacak big data Luhut yang memuat 110 juta warganet pendukung penundaan Pemilu 2024 dengan menggunakan open source intelligence (OSINT) akun media sosial Twitter.

        Sebelumnya, Menko Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim punya big data berupa percakapan dari 110 juta orang di media sosial yang menyatakan ketidaksetujuan rakyat soal penyelenggaraan pemilu pada masa pandemi.

        Baca Juga: Bantah Inginkan Jabatan Presiden Jokowi 3 Periode, Luhut: Saya Enggak Pernah Bilang Begitu

        "Jadi, data dukungan melalui media sosial ini jelas tidak mungkin sekali, karena pemakai aktif Twitter sekitar 15 juta," kata Pratama Persadha dilansir Antara, Selasa (12/4/2022).

        Menurut Pratama, yang membicarakan soal perpanjangan jabatan dan tiga periode di kisaran 117.746 (tweet, reply, dan retweet), sementara pemberitaan daring (online) tercatat 11.868 pengguna pada periode analisis mulai 15 Februari hingga 15 Maret 2022.

        Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini menyebutkan data yang kontra penundaan pemilu pada Twitter sebesar 83,60 persen dan pro 16,40 persen. Sedangkan pada media daring dengan kontra sebesar 76,90 persen dan pro 23,10 persen.

        Baca Juga: Luhut Jawab Tuntutan Massa Aksi dengan Arogan, BEM UI: Mencederai Tugasnya Sebagai Pejabat Negara

        Dari data ini saja, terang Pratama, sudah terlihat jelas lebih banyak yang menolak penundaan pemilu. Data tersebut diambil dan dianalisis saat setelah pernyataan Luhut Binsar dengan sejumlah tokoh dan organisasi yang pro dan kontra.

        Disebutkan pula bahwa tokoh kontra penundaan pemilu yang paling banyak terdapat pada artikel berita, yaitu Agus Harimurti (Ketua Umum DPP Partai Demokrat) sebanyak 1.420, disusul Surya Paloh (Ketua Umum Partai NasDem) sebanyak 555.

        Sementara itu, tokoh pro penundaan pemilu yang terbanyak adalah Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB) sebanyak 3.892 artikel berita, diikuti Zulkifli Hasan (Ketua Umum PAN). Ada juga 10 organisasi yang pro penundaan pemilu, seperti PKB, Golkar, dan Kemenkomarves.

        Adapun yang kontra sebanyak 71 organisasi, yaitu PPP, PDI Perjuangan, Lembaga Survei Indonesia (LSI), Partai Demokrat, Muhammadiyah, dan lainnya. Lain halnya, kata Pratama, bila 110 juta data ini mengambil pembicaraan dari Facebook (FB), Instagram, dan TikTok yang jumlah pemakainya relatif sangat banyak.

        Baca Juga: Luhut Tolak Buka Big Data Pemilu 2024 ke Publik, BEM UI: Sangat Arogan!

        Pemakai FB di Indonesia lebih dari 130 juta, Instagram sudah hampir menembus 100 juta pemakai, belum lagi TikTok yang pemakainya bertambah dengan cepat di Indonesia.

        "Namun, tidak semuanya membicarakan penundaan pemilu, banyak yang tidak peduli. Lebih banyak membicarakan hal yang lain," kata Pratama yang pernah menjabat sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara untuk Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014.

        Baca Juga: Tantang Luhut Buka Big Data Penundaan Pemilu, Pakar Siber: 110 Juta Itu Diambil dari Mana?

        Pratama menegaskan bahwa sumber pengambilan data itu harus jelas. Bahkan, untuk mengambil data tersebut dengan survei juga hal yang sangat sulit, bahkan mustahil meskipun secara daring. Hal ini karena harus sesuai dengan usia, apalagi mencapai angka 110 juta warganet.

        "Mengumpulkan dan membaca data FB, IG, dan WA tidak semudah di Twitter yang membuka API (application programming interface). Perlu persetujuan FB untuk pihak ketiga membaca data dan mengumpulkannya," ujar Chairman CISSReC itu.

        Ia mencontohkan Cambridge Analytica ketika membaca kecenderungan pilihan warga Inggris menjelang Brexit, dan pilihan warga Amerika Serikat menjelang Pilpres 2016. Namun, kata pakar keamanan siber ini, pada akhirnya setelah ini bocor menjadi kasus besar, berujung pada makin ketatnya perlindungan data pribadi di Eropa dengan Regulasi Umum Perlindungan Data (General Data Protection Regulation/GDPR).

        Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan menjawab desakan sejumlah pihak yang memintanya membuka big data soal 110 juta rakyat ingin pemilu 2024 ditunda. Luhut mengaku punya data terkait itu namun ia tak bersedia membukanya ke publik.

        Baca Juga: Debat Panas dengan Mahasiswa UI soal Big Data, Lord Luhut: Anak Muda, Kamu Nggak Berhak Nuntut Saya!

        Luhut mengatakan saat ini teknologi berkembang cukup pesat untuk mendapatkan data tersebut. Dia juga menegaskan data yang dimiliki benar-benar ada bukan sekadar kebohongan saja.

        "Ya pasti ada lah (big data), masa bohong. Tapi janganlah (dibuka ke publik), buat apa dibuka," kata Luhut kepada wartawan yang dikutip Rabu (16/3/2022).

        Luhut menjelaskan mengenai apa yang pernah dikatakannya beberapa waktu lalu. Menurutnya, pernyataan terkait penundaan pemilu itu disampaikan karena melihat kondisi di masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah.

        Baca Juga: Ditanya Soal Big Data, Jawaban Luhut Binsar Pandjaitan Menggelegar: Dengerin, Saya Punya...

        Saat ini kondisi sudah mulai tenang tanpa adanya gejolak politik. Maka dari itu, menurutnya, banyak masyarakat kalangan bawah ingin kondisi ini tetap terjaga.

        "Yang saya tangkap ya, saya boleh benar boleh enggak benar. Sekarang kita tenang-tenang kok, yang kedua kenapa duit segitu besar untuk pilpres mau dihabisi sekarang. Kita kan masih sibuk dengan COVID-19, keadaan masih begini, dan seterusnya-seterusnya. Itu pertanyaan, kenapa kita mesti terburu-buru," ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: