Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sektor Migas Adalah yang Tersulit untuk Dikonversikan Menjadi EBT

        Sektor Migas Adalah yang Tersulit untuk Dikonversikan Menjadi EBT Kredit Foto: Djati Waluyo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Transisi energi dari bahan bakar fosil menuju bahan bakar terbarukan rasanya tidak akan berjalan dengan mudah untuk beberapa bahan bakar.

        Vice President Pertamina Energy Institute (PEI) Hery Haerudin, mengatakan dalam output yang sudah dibuat apabila kita melakukan transisi energi dengan skenario green ada beberapa hal yang sulit dicapai terkecuali dari sisi batu bara.

        Baca Juga: Ini Strategi PLN Menuju Tercapainya NZE 2060, Simak!

        "Kita lihat gas itu masih cukup panjang waktunya,model yang kami jalankan kebutuhan akan gas di 2050 baru akan turun itu dengan skenario green 2060," ujar Hery dalam Webinar "Menagih Kontribusi Swasta dan BUMN di Masa Transisi Menuju Zero Carbon Emission 2060", Kamis (14/4/2022).

        Hery mengatakan, bukan hanya gas tetapi minyak juga masih ada meskipun sudah didominasi oleh energi bersih yang sudah ditentukan dalam peta jalan NZE.

        "Disini disadari bahwa industri migas masih sangat diperlukan untuk ketahanan energi dan juga untuk kebutuhan industri lainnya di bidang yang menggunakan bahan baku gas," ujarnya.

        Menurutnya,  industri mungkin ada beberapa ada yang tidak bisa digantikan dengan EBT akan tetapi perseroan akan terus mengajak untuk mengarah ke sana setidaknya untuk keperluan pemanasan dapat menggunakan EBT.

        "Kebutuhan akan gas dan oil itu juga akan masih ada," ungkapnya.

        Lanjutnya, begitupun dengan industri penerbangan yang dikatakan masih sangat sulit dalam menggantikan avtur dengan EBT. 

        Baca Juga: Arifin Tasrif: Kolaborasi dan Sinergi Semua Pihak Dibutuhkan dalam Pengembangan EBT

        "Pada saat ini puncak cone dari EBT masih dibawah 10 persen dan itu sangat mahal sekali dan itu memerlukan kebijakan khusus," tutupnya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: