Begini Sejarah dan Asal Muasal Festival Ceng Beng di China
Festival Ceng Beng mungkin terdengar identik dengan hari besar lain yang merayakan kematian. Keluarga memainkan peran sentral dalam banyak budaya Asia, dan hari libur yang menghormati leluhur keluarga adalah hari libur yang sangat umum tersaji. Beberapa contohnya adalah P’chum Ben di Kamboja, Obon di Jepang, dan Chuseok di Korea.
Filosofi Festival Ceng Beng di China
Di Tiongkok, pentingnya keluarga dan bakti pada orang tua (xiào), berasal dari ajaran Konfusius. Xiào mengajarkan rasa untuk mencintai orang tua dan para leluhur, dan ekspresi cinta datang melalui rasa hormat, dukungan, dan kepatuhan.
Orang tua memberi anak kehidupan dan menyediakan rumah, sekolah, makanan dan sejenisnya, sehingga anak akan selalu berhutang budi kepada orang tuanya. Anak-anak dapat berusaha untuk membayar kasih sayang orang tua mereka dengan merawat mereka ketika mereka tua, bekerja keras untuk membuat mereka bangga dan menuruti keinginan mereka.
Baca Juga: Muslim China Puasa 3 April, tetapi Ternyata Masih Dilarang Jalani...
Rasa kewajiban inilah yang menyebabkan banyak orang Tionghoa terus tinggal bersama orang tua atau kakek-nenek mereka hingga dewasa, tidak seperti orang dewasa muda di belahan dunia Barat yang pindah dari rumah ortu mereka di akhir usia belasan atau dua puluhan.
Bahkan setelah kematian, orang Tionghoa merasa ada tanggung jawab untuk menghormati mereka yang sudah meninggal, dan inilah salah satu alasan mengapa Festival Ceng Beng adalah hari libur penting di Tiongkok.
Merayakan Festival Ceng Beng
Inti dari festival Ceng Beng yang juga merupakan salah satu tradisi terpentingnya adalah mengunjungi kuburan untuk membersihkan kuburan para anggota keluarga. Kerabat akan mencabut rumput liar dan membawa bunga atau makanan. Mereka juga akan membakar dupa, uang kertas palsu, mobil, bahkan iPhone agar para nenek moyang mereka bisa menikmati barang-barang mewah tersebut di akhirat.
Orang Tionghoa percaya bahwa nenek moyang mereka mengawasi kemakmuran dan kesehatan anggota keluarga yang masih hidup, jadi penting untuk membuat mereka bahagia dan memastikan mereka memiliki semua yang mereka butuhkan.
Baca Juga: Geger, Pembunuhan Massal di Bucha Ternyata dalam Sejarah Mirip Pembantaian...
Nama lain untuk Festival Ceng Beng adalah Festival Taqing, atau Wisata Musim Semi. Cuaca biasanya sudah menuju ke periode waktu yang lebih hangat, dengan bunga musim semi yang indah dimana ada banyak tanaman hijau yang kembali tumbuh setelah musim dingin.
Kebanyakan orang akan mendapatkan jatah beberapa hari libur dari pekerjaan mereka dan memanfaatkan kesempatan ini untuk menikmati musim semi. Kebanyakannya akan mengunjungi taman nasional, bepergian ke kota lain atau kembali ke kampung halaman dan mengunjungi keluarga mereka.
Selain itu, menerbangkan layang-layang juga adalah tradisi umum dalam Festival Ceng Beng. Tua dan muda menikmati waktu kala menerbangkan layang-layang di siang dan pada malam hari. Pada malam hari, orang-orang akan menggantung lentera di atas layang-layang, sehingga terlihat seperti bintang yang mengedipkan mata di langit yang hitam.
Ada banyak sisi positif yang dapat diambil dari Festival Ceng Beng. Namun, untuk dapat mengerti konsep ini secara mendasar maka diperlukan pemahaman akan budaya Tionghoa. Salah satu jalan pintas yang paling mudah untuk ditempuh adalah dengan belajar bahasa Mandarin di LingoAce.
Startup kelas dunia ini memiliki tim pengajar terbaik yang dapat membantu mempermudah proses belajar bahasa asing yang satu ini. Para guru Mandarin native speaker di LingoAce juga akan dibantu dengan teknologi pengajaran terbaru yang menggunakan pendekatan gamifikasi, ilustrasi digital dan masih banyak lagi. Yuk gabung sekarang dengan LingoAce melalui link kelas free trial gratis di link berikut ini!
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: