Sempat Jadi Perbincangan Dilematis, Indonesia Mantap Undang Rusia ke G20
Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun ini memiliki kuasa penuh dalam mengundang negara-negara anggota G20, termasuk Rusia. Di tengah kecaman internasional terhadap invasi Rusia ke Ukraina, tak pelak undangan itu memantik reaksi dari Amerika Serikat dan Sekutu Barat-nya. Hal itu sempat menjadi perbincangan hangat, dilematis antara tetap mengundang Rusia atau tidak.
Karena diketahui juga AS sempat memberikan ancaman tidak akan turut menghadiri agenda G20 jika Rusia juga diundang menghadiri rangkaian acara tersebut. Sebelumnya, saat pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Washington D.C. 20 April kemarin, Inggris, AS, dan beberapa negara lainnya sempat melakukan aksi Walk-Out saat perwakilan dari Rusia sedang berbicara di podium.
Baca Juga: Media Rusia Soroti Pernyataan Indonesia yang Ajak Putin ke G20
Akan tetapi, Indonesia bersikukuh untuk tetap mengundang Rusia dalam setiap pertemuan G20 ke depannya. Lalu apa sajakah pertimbangan yang dilakukan oleh Indonesia untuk tetap menghadirkan Rusia di G20? Berikut beberapa perspektif diplomasi multilateral dan kepentingan Indonesia.
Pertama, aspek prinsip diplomasi multilateral. Secara teoretis, ada tiga prinsip diplomasi multilateral: persamaan hak (indivisibility), non-diskriminatif (non-discrimination) dan timbal-balik jangka panjang (diffuse reciprocity).
Persamaan hak memiliki makna, setiap anggota punya hak yang sama untuk ikut dalam deliberasi permasalahan. Dalam konteks G20, ini berarti Rusia berhak untuk ikut di setiap pembahasan isu di G20.
Baca Juga: Kemlu: Semua Aggota G20 Akan Tetap Diundang, Termasuk Rusia
Non-diskriminatif (non-discrimination) merujuk kepada perlakuan yang sama terhadap semua anggota. Setiap negara anggota berhak menerima perlakuan yang sama seperti yang diberikan kepada anggota lain. Dalam hal ini, jika undangan ditujukan untuk semua negara anggota G20, maka Rusia juga memiliki hak untuk tetap diundang mengikuti rangkaian acara tersebut.
Resiprositas (perlakuan timbal balik) dalam diplomasi adalah lumrah. Dalam diplomasi bilateral, resiprositas bisa dinikmati saat itu juga ketika transaksi atau deal politik disetujui. Berbeda dengan diplomasi bilateral, resiprositas dalam diplomasi multilateral bersifat jangka panjang. Jika AS dan Sekutu Barat-nya memberikan konsesi bagi Rusia untuk hadir di G20 saat ini, bukan tidak mungkin di masa yang akan datang (entah kapan) Rusia memberikan konsesi kepada AS dan sekutunya sesuai kepentingan politik mereka.
Kedua, aspek substansi. Sejak awal dibentuk pada 1999 (kemudian ditingkatkan representasinya ke level kepala negara pada 2008), G20 dimaksudkan sebagai forum dialog multilateral yang membahas dan mengoordinasikan kebijakan ekonomi internasional, khususnya terkait stabilitas keuangan internasional, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan.
Pernah memang G20 terombang-ambing mempertimbangkan kehadiran Rusia. Kala itu AS dan Sekutu Barat-nya juga berusaha menghalangi Rusia hadir di KTT G20 di Brisbane, Australia, 2014. Alasannya karena Rusia menduduki Crimea, Luhanks, dan Donetsk, wilayah selatan dan timur Ukraina.
Namun, Putin tetap hadir dalam pertemuan tersebut, meski pulang lebih cepat. Ini tentu atas undangan Australia sebagai tuan rumah. Di sini terlihat bahwa ada preseden di G20: negara tuan rumah tetap mengundang Rusia meski ada masalah politik.
Baca Juga: Klaim Terbaru Ukraina: 21.000 Tentara Rusia Tewas, Ribuan Pesawat dan Tank Hancur
Dalam pakem diplomasi multilateral, preseden sering dijadikan acuan dalam mengambil keputusan bersama. Pertimbangan semacam ini sangat mungkin digunakan Indonesia untuk tetap mengundang Rusia dalam rangkaian acara G20.
Meski terdapat banyak tekanan dari beberapa negara, Indonesia sudah mantap dan tegas untuk tetap mengundang Rusia dalam seluruh rangkaian acara G20. Sikap Indonesia konsisten dengan prinsip bebas-aktif dan non-blok. Beriringan dalam pakem diplomatik, sikap Indonesia ini sudah sesuai dengan prinsip diplomasi multilateral yang selama ini menjadi pegangan para diplomat.
Dengan berpedoman pada karakter dan prinsip diplomasi multilateral, sejatinya diplomasi Indonesia itu rasional. Tidak didorong oleh pertimbangan suka atau tidak (like and dislike) terhadap negara anggota tertentu. Dengan kemandirian politik yang bebas-aktif, Indonesia menunjukkan pada dunia bahwa mengundang Rusia ke G20 adalah keputusan yang "diplomatically proper and politically correct".
Baca Juga: Retno Marsudi Temui Menlu Turki, Bahas G20 Sampai Isu Bilateral Lainnya
Sebelumnya, Staf Khusus Program Prioritas Kementerian Luar Negeri dan Co-Sherpa G20 Indonesia, Dian Triansyah Djani menegaskan, "Pada berbagai pertemuan, tentunya kita menghadirkan semua anggota G20."
Dengan itu, dapat ditarik kesimpulan, Indonesia mantap untuk tetap mengundang Rusia ke dalam seluruh rangkaian acara G20.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: