Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pesta Demokrasi di Filipina Diwarnai Pertumpahan Darah, 3 Orang Tewas di Tempat

        Pesta Demokrasi di Filipina Diwarnai Pertumpahan Darah, 3 Orang Tewas di Tempat Kredit Foto: Reuters/Willy Kurniawan
        Warta Ekonomi, Manila -

        Proses pemilihan umum (pemilu) di Filipina harus diwarnai dengan teror, dengan sejumlah petugas keamanan sampai ditembak mati oleh kelompok tak dikenal.

        Insiden pembunuhan itu terjadi pada Senin (9/5/2022), di mana orang-orang bersenjata nekat melepaskan tembakan ke sebuah pemungutan suara di wilayah yang bergolak di Filipina selatan. 

        Baca Juga: Ada Manuver Mendadak China di Laut China Selatan, Filipina Dibuat Murka

        Filipina dikenal sebagai negara dengan undang-undang yang melonggarkan pemakaian senjata. Dengan budaya politik yang keras, proses pemilu di negara itu pun secara tradisional tidak stabil.

        Menurut polisi, musim pemilu tahun ini relatif damai, dengan jutaan warga dilaporkan berpartsipasi dalam pemungutan suara. Namun, teror penembakan tetap terjadi, di mana para petugas diberondong peluru tak lama setelah pemungutan suara berlangsung di kotamadya Buluan di pulau Mindanao. Diketahui, wilayah ini menjadi surga bagi berbagai kelompok bersenjata mulai dari pemberontak komunis hingga militan Islam.

        Mantan wali kota itu, Ibrahim Mangudadatu memberikan keterangan soal penembakan tersebut. Kepada AFP, Mangudadatu menggambarkan kepanikan orang-orang berhamburan keluar dari sebuah sekolah, yang digunakan sebagai tempat pemungutan suara. Ketika penembakan dimulai, katanya, orang-orang di dalam gedung belarian mencari perlindungan.

        Seorang penjaga keempat ikut terluka dalam serangan itu, kata juru bicara kepolisian provinsi Maguindanao Mayor Roldan Kuntong.

        Penembakan pada Senin terjadi setelah lima granat meledak di luar sebuah tempat pemungutan suara di kotamadya Datu Unsay. Insiden ini, yang  terjadi pada Minggu (8/5/2022) malam waktu setempat, menyebabkan sembilan orang terluka.

        Beberapa menit setelah serangan itu, sebuah granat meledak di kota tetangga Shariff Aguak. Dalam peristiwa ini, tidak ada korban jiwa yang dilaporkan. Sementara diketahui, kedua kota itu juga berada di provinsi Maguindanao.

        Polisi mengungkap bahwa para korban, yang terkena granat, awalnya berniat untuk memberikan suara. Mereka pun berjalan dari desa pegunungan terpencil ke balai kota di Datu Unsay, tempat pemungutan suara dibuka di seluruh negeri pada Senin pagi. Namun, nahas, partisipasi mereka akhirnya dibalas oleh teror.

        "Adalah kebiasaan bagi mereka untuk turun lebih awal karena dari desa, mereka harus berjalan kaki 8-12 jam," kata Kuntong.

        Baca Juga: Filipina Murka Gegara Ulah Kapal China di Laut China Selatan, Apa Itu?

        Pada tahun 2009, Maguindanao menjadi tempat bagi kekerasan politik paling mematikan di Filipina.

        Pada saat itu, 58 orang dibantai oleh orang-orang bersenjata yang diduga bekerja untuk seorang panglima perang lokal. Puluhan warga itu meregang nyawa usai para pelaku menyerang sekelompok orang demi menghentikan saingan panglima untuk mengajukan pencalonannya.

        Puluhan korban adalah jurnalis yang meliput pemilu.

        Seorang juru bicara Komisi Pemilihan mengatakan mereka mencoba untuk memverifikasi apakah penembakan dan serangan granat terkait dengan pemilihan.

        Calon wakil presiden Sara Duterte, yang juga mantan wali kota Davao di Mindanao, berharap para pemilih tidak akan 'dihilangkan haknya' sebagai akibat dari kekerasan tersebut.

        Sementara teror mulai muncul, putra mantan diktator Ferdinand Marcos, masih menjadi favorit untuk memenangkan pemilihan presiden. Jika dia menang, dipastikan klan Marcos akan kembali ke puncak kekuasaan politik.

        Ribuan personel dari kepolisian, angkatan bersenjata dan penjaga pantai telah dikerahkan di seluruh negeri untuk mengamankan tempat pemungutan suara dan surat suara. 

        Namun, hingga Minggu, sudah ada 16 'insiden terkait pemilu', dan ini terjadi sejak 9 Januari. Kasus termasuk empat peristiwa penembakan, kata juru bicara polisi nasional Brigadir Jenderal Roderick Alba.

        Sementara dilaporkan, pada pemilihan presiden 2016, jumlah insiden mencapai hingga 133 kasus.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: