Ade Armando Nongol Lagi, Beri Contoh Sosok Intelektual Mesir yang Mati Ditembak Kaum Radikal
Pengamat komunikasi yang sekaligus dosen Universitas Indonesia, Ade Armando kembali muncul di kanal Cokro TV usai sebelumnya dirawat setelah dianiaya saat mengikut demo mahasiswa di Gedung DPR beberapa waktu lalu.
Ade yang tampil sehat di hadapan pemirsa kanal Youtube itu mengurai alasannya bahwa ia tidak akan pernah mundur dalam menyampaikan kebenaran, terutama menyangkut hidup beragama dan meluruskan pandangan-pandangan sempit tentang Islam.
"Banyak yang menyebut saya berpikir kritis terhadap Islam. Saya tegaskan saya tidak kritis terhadap islam, tapi saya kritis terhadap penafsiran terhadap Islam. Saya percaya bahwa Islam membawa ajaran perdamaian dan rahmat bagi seluruh alam, karena penafsiran yang salah Islam kini dianggap seolah-olah jadi sumber kebencian dan kekerasan," kata Ade.
Ia menegaskan tak akan mundur dalam memberikan pemahaman yang benar tentang Islam yang dalam pandangannya bahwa Islam adalah agama yang memberikan umatnya kebebasan dalam berpikir dan beragama dengan akal sehat.
"Saya harus menegakan kebenaran, kadang akan membawa resiko besar tapi jalan itu harus saya tempuh, karena saya merasa pemahaman dan kepintaran saya untuk menyampaikannya. Karena itu mengkritik cara Islam yang sempit itu adalah kewajiban, apapun resikonya," tandasnya.
Ia lantas menceritakan kisah tentang Faraq Fouda, intelektual dan pemikir Islam liberal dari Mesir yang dengan keberaniannya mengkritik kelompok Islam radikal Mesir yang terlalu mengagungkan kejayaan Islam zaman lampau dan mendesak agar Mesir menerapkan hukum Islam.
"Faraq Fouda, dia pemikir, penulis dan aktivis HAM, ia tak punya latarbelakang pendidikan pendidikan formal studi islam, ia hanya doktor ekonomi pertanian.
Namun secara tekun ia mempelajari Islam dari buku-buku klasik sampai karya pemikiran mutakhir dari para pembaharu, dari pengetahuannya itu ia berkeyakinan pentingnya penafsiran ulang Islam agar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mutakhir di Mesir,"
Akibat pemikiran dan keberaniannya ia harus berhadapan dengan kaum Islam radikal Mesir. Fouda menilai umat Islam tak bisa begitu saja mengikuti ulama sebelumnya, karena agama harus dihidupkan kembali sesuai perkembangan zaman, tunduk pada doktrin lama justru akan mengantarkan kehancuran Islam
Fouda dianggap pemikir liberal, ia selalu menyuarakan kebebasan berpikir dan berekspresi, ia sangat percaya ijtihad, yakni pengunaan akal sehat dalam beragama, ia menolak penerapan Syariat Islam secara formal, ia juga menolak Khilafah, ia mengecam tumbuhnya kelompok-kelompok radikal," tandasnya.
Ia percaya pemisahan agama dan negara, keberanian Fouda dalam melontarkan kritik dan mengungkap sisi kelam dunia politik Islam harus dibayar mahal. Ia dianggap murtad oleh ulama-ulama radikal, Fouda dianggap melecehkan dan organisasi radikal mesir Jamaah Islamiyah menyatakan murtad karena menolak penerapan Syariat Islam. Dan puncaknya pada 8 Juni 1992 Fouda tewas ditembak mati oleh simpatisan JI," tandasnya.
Ade kemudian menjelaskan bahwa cerita tentang Fouda bukan bermaksud menyamakan dirinya dengan sosok intelektual Mesir tersebut.
"Saya bercerita ini bukan untuk membandingkan Fouda dengan saya, dalam hal pengetahuan dan keberanian, saya sangat jauh dengannya. Saya hanya ingin memperjuangkan kebebasan dan keterbukaan dalam beragama memang mengundang banyak resiko, tapi gak boleh mundur," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: