Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengatakan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) merupakan upaya pembaharuan hukum untuk mengatasi berbagai persoalan terkait kekerasan seksual di Indonesia.
"Lahirnya UU TPKS yang bersifat lex specialis diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum, sehingga menjamin kepastian dan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, khususnya pada kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas," ujar Menteri PPPA dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/6/2022).
Baca Juga: RUU KIA Segera Disahkan, Menteri PPPA Apresiasi DPR Persiapkan Generasi Unggul
Menurutnya, dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas disebutkan sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan, terbelakang, dan/atau miskin hal ini dikarenakan masih adanya pembatasan, hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas.
"Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang memberikan aksesibilitas yang layak sehingga penyandang disabilitas mendapatkan kesamaan, kesempatan, termasuk perlindungan dari kekerasan seksual," tutur Menteri PPPA.
Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) menunjukkan adanya 25 kasus kekerasan terhadap laki-laki disabilitas dan 185 kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitsas. Di sisi lain, berdasarkan data Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2021, pada 2020 tercatat 77 kasus kekerasan terhadap penyandang disabilitas dan 42 persennya adalah kekerasan seksual.
“Ini harus menjadi perhatian kita semua mengingat 14,2 persen atau 30,38 juta penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas yang turut mendukung keberhasilan pembangunan bangsa dan negara kita,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA berharap UU TPKS yang menempuh proses panjang hingga diundangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada 9 Mei 2022 tidak hanya menjadi regulasi semata, tetapi dapat diimplementasikan dan bermanfaat bagi masyarakat, khususnya perempuan, anak, dan disabilitas.
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati mengatakan, UU TPKS bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan zero tolerance terhadap kekerasan, terutama kekerasan seksual.
"Ini menjadi bagian sinergi yang harus terus kita dorong, seluruh Kementerian/Lembaga akan berbuat sesuatu sesuai dengan tugas dan fungsinya," ujar Ratna.
Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Baleg DPR RI), Willy Aditya sepakat, UU TPKS merupakan kolaborasi antara eksekutif, legislatif, dan dorongan masyarakat sipil dalam memperjuangkan hak sipil dan hak warga negara.
"UU TPKS hadir memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi kelompok rentan. Bagaimana memuliakan perempuan, menjaga anak-anak, serta yang menjadi titik penting dari kehadiran UU ini adalah perlindungan bagi kaum disabilitas," kata Willy.
Menurut Willy, terdapat beberapa pasal dan norma yang krusial dalam UU TPKS terkait perlindungan terhadap disabilitas, contohnya Pasal 45 Ayat 4 yang menyebutkan, keterangan korban atau saksi orang dengan disabilitas mempunyai kekuatan yang sama dengan keterangan korban dan saksi selain orang dengan penyandang disabilitas.
"Akan tetapi, perjuangan kita belum berhenti. Persatuan kita harus terus berlanjut untuk memastikan semua aparat penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, hakim, serta pemerintah memiliki perspektif korban dan sensitivitas terhadap disabilitas. Selain itu, DPR akan menjalankan tugas dan fungsi pengawasan untuk memastikan semua aturan turunan UU TPKS bisa dieksekusi secara cepat," tutur Willy.
Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti menjelaskan, bahwa Pasal 45 Ayat 4 UU TPKS hanyalah satu dari sebelas pasal yang memberikan perlindungan khusus dan lebih bagi penyandang disabilitas dalam UU TPKS.
"Ini merupakan satu-satunya produk legal yang secara jelas mengakui bahwa kesaksian kita keterangan kita memiliki bobot atau kekuatan hukum yang sama dengan saksi atau korban bukan disabilitas," pungkas Yeni.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Lestari Ningsih