Tren Bisnis Ramah Lingkungan dan Taktik RHL Ventures Beri Modal ke Startup
Prinsip ramah lingkungan telah menjadi tren dalam ekosistem bisnis belakangan. Terutama sejak Perjanjian Paris pada 2015 lalu, pelaku bisnis berlomba-lomba untuk mengedepankan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG) dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) guna terlibat dalam upaya penanganan perubahan iklim. Gerakan ini tak hanya berdampak pada iklim, tetapi juga kepada keberlangsungan dan keberlanjutan dari tiap-tiap bisnis.
Perusahaan juga perlu membangun suatu sistem yang mampu beradaptasi dengan pesat sehingga memiliki ketahanan yang mumpuni ketika menghadapi ketidakpastian, seperti yang dirasakan dunia selama dua tahun terakhir akibat pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, strategi perusahaan dalam menerapkan prinsip ramah lingkungan serta membangun ketahanan yang berkelanjutan menjadi suatu aspek penting bagi para pemodal usaha (venture capital/VC) dalam menentukan perusahaan yang akan diberikan dana investasi. Poin-poin ini yang juga menjadi pertimbangan RHL Ventures ketika memberikan modal kepada perusahaan-perusahaan yang tengah berkembang.
Baca Juga: Tutup Pendanaan USD600 Juta, Jungle Ventures Catat Total Dana Kelolaan Lampaui USD1 Miliar
Untuk mengetahui lebih lanjut tren ekosistem bisnis belakangan, terutama kaitannya dengan prinsip hijau, serta bagaimana taktik RHL Ventures dalam menentukan perusahaan yang akan dibiayai, tim redaksi Warta Ekonomi melakukan wawancara eksklusif bersama Co-founder & Managing Partners RHL Ventures, Raja Hamzah.
Bagaimana Anda melihat perusahaan Indonesia saat ini menerapkan praktik bisnis ramah lingkungan? Apakah bisnis Indonesia cukup berkomitmen untuk mengatasi perubahan iklim?
Ya, kami melihat peningkatan jumlah perusahaan lokal dan MNC, serta perusahaan rintisan, yang bekerja untuk mengembangkan solusi yang lebih berkelanjutan. Sebagai contoh, perusahaan pertambangan seperti TBS Energy dan PT Sumber Energi Sukses Makmur telah berjanji untuk menerapkan solusi dan produk ramah lingkungan dengan berinvestasi di energi surya. Pemerintah Indonesia juga telah proaktif dalam bekerja untuk menciptakan kondisi dan pendukung yang diperlukan untuk kelancaran transisi ke lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG) dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) PBB yang selaras dengan agenda pembangunan negara.
Kami baru-baru ini melihat lonjakan investasi dalam solusi energi dan makanan yang berkelanjutan. Pertamina NRE bekerja sama dengan Hyet Solar untuk mengembangkan manufaktur photovoltaic (PV) foil di Indonesia, dan Xurya, startup energi surya, menutup putaran Seri A yang sukses adalah beberapa contohnya.
Selain itu, Green Rebel mengumpulkan US$17 juta dalam putaran pra-Seri A, dan Happy Fresh yang berkomitmen pada solusi hijau dan redistribusi surplus pangan adalah lebih banyak contoh peningkatan investasi berkelanjutan di antara perusahaan rintisan Indonesia.
Gerakan hijau dan berkelanjutan telah menjadi tren dalam ekosistem bisnis akhir-akhir ini. Apakah akan ada dampak signifikan jika perusahaan memutuskan untuk tidak menerapkannya?
Menurut penelitian MSCI, 79% investor APAC meningkatkan investasi ESG secara signifikan atau sedang selama pandemi. Pandemi mengubah hidup kita dan memaksa kita untuk menyesuaikan diri dengan "normal baru", mempercepat adopsi teknologi digital ke dalam kehidupan kita sehari-hari.
Mengingat cuaca buruk yang baru-baru ini kita alami di seluruh dunia, masalah perubahan iklim adalah sesuatu yang tidak dapat kita abaikan lagi. Demikian pula, perusahaan juga tidak dapat lagi maju tanpa mempertimbangkan secara serius bagaimana produk atau layanan mereka akan berdampak pada lingkungan dan generasi mendatang. Praktik ESG jelas membantu perusahaan menjadi lebih tangguh dengan mempersiapkan mereka menghadapi dampak dari masalah yang muncul dan membantu mereka dalam mempertahankan tata kelola, manajemen risiko, dan kontrol yang kuat.
Apa saja aspek yang perlu diperhatikan perusahaan dalam menerapkan bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan?
Berikut adalah beberapa poin penting yang kami yakini penting untuk menerapkan bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pertama, terbuka untuk mengadopsi perubahan. Startup harus tahan terhadap perubahan lingkungan eksternal. Ini memberi mereka kemampuan untuk memanfaatkan peluang potensial di masa depan. Epidemi telah mengubah gaya hidup kita menjadi apa yang dianggap sebagai 'normal baru', sehingga kapasitas pengusaha untuk mengadopsi dengan cepat sangat penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Kedua, kepemimpinan yang beragam. Kesetaraan yang lebih besar dan kepemimpinan yang beragam akan menghasilkan banyak sekali perspektif untuk mengatasi masalah yang kompleks. Pemberdayaan perempuan ditambah dengan jajaran direksi yang beragam akan lebih membekali manajemen perusahaan untuk lebih meningkatkan strategi bisnis.
Ketiga, transparansi dan akuntabilitas. Transparansi yang lebih besar dengan sistem tata kelola internal yang tepat menciptakan kepercayaan yang lebih besar, menghasilkan peningkatan kinerja bagi pemangku kepentingan dan tim manajemen.
Bagaimana perusahaan investasi seperti RHL dapat berperan dalam mengatasi perubahan iklim?
Kami memprediksi ekosistem startup Asia Tenggara akan berkembang, dengan ESG menjadi salah satu pilar inti untuk berinvestasi, karena investor ingin berinvestasi di Asia Tenggara di luar pandemi, terutama di bidang teknologi pangan dan agritech. Ini adalah area yang secara historis kurang diinvestasikan di ASEAN.
Investasi ESG selalu menjadi nilai inti RHL sejak awal. Kami percaya bahwa investasi berkelanjutan harus selalu ada, bahkan sebelum dan sesudah pandemi. Pandemi mengubah hidup kita menjadi normal baru, mempercepat adopsi teknologi digital dalam kehidupan kita sehari-hari. Selama masa pandemi, kami secara agresif berinvestasi di startup foodtech, seperti Glife, HappyFresh, dan TiffinLabs; startup kesehatan Naluri; dan startup teknologi pendidikan Naluri dan Pandai. Di sektor teknologi pertanian, kami telah melihat aplikasi inovatif seperti Fefifo yang membuat pertanian dapat diakses dengan menyiapkan lahan pertanian untuk ditanami tanpa investasi waktu dan uang yang besar.
Kami biasanya berinvestasi pada pendiri hebat yang selaras dengan strategi dan visi kami. Selain pelaporan dan pemantauan rutin, kami juga selalu menjaga komunikasi terbuka dengan para pendiri untuk memastikan bahwa kebijakan keberlanjutan dipatuhi dan dipertahankan. RHL berkomitmen untuk berinvestasi secara berkelanjutan sambil menciptakan nilai jangka panjang bagi masyarakat dan investor kami. Kami bertujuan untuk menginvestasikan setidaknya 50% dari dana kami ke dalam organisasi dengan ESG sebagai intinya.
Faktor apa yang dipertimbangkan RHL Ventures saat memutuskan perusahaan mana yang akan diinvestasikan? Dan apa dampak dari investasi RHL Ventures sejauh ini?
Kami selalu mempertahankan pendekatan yang mengutamakan pendiri dalam mengembangkan perusahaan mereka dan umumnya berinvestasi pada pendiri hebat yang selaras dengan strategi dan visi kami seperti yang disebutkan sebelumnya. Selanjutnya, kami mencari model bisnis yang kuat dengan pertumbuhan yang konsisten. Dua tahun belakangan menjadi tahun yang cukup menyenangkan untuk menyaksikan ekosistem startup lokal tumbuh ke titik di mana ukuran tiket rata-rata untuk penggalangan dana tahap awal telah berlipat ganda dan jumlah startup telah meningkat.
Secara keseluruhan, kami telah melihat lanskap startup berkembang secara eksponensial sejak kami pertama kali masuk ke perusahaan-perusahaan Indonesia. Pengalaman kami sangat baik dengan pendiri ekosistem dan pemodal usaha (venture capital/VC) untuk berinvestasi dan berinvestasi bersama. Kami berharap perusahaan-perusahaan Indonesia kami berkinerja baik dan mudah-mudahan akan menjadi startup terkemuka di industri dan vertikal mereka.
Selain Happyfresh, Kitabeli, Alami, dan lain-lain, apakah ada rencana untuk berinvestasi di startup Indonesia lainnya ke depannya?
Indonesia adalah negara yang sangat menarik bagi Kapitalis Ventura, sebagian besar karena populasinya lebih dari 270 juta orang. Indonesia juga memiliki salah satu populasi termuda dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Oleh karena itu, kontak pertama bagi sebagian besar orang yang menggunakan teknologi dan internet adalah melalui telepon. Menjadi "Mobile First", adopsi tren, konsep, dan ide baru berkontribusi pada pertumbuhan komunitas teknologi dan perusahaan
Saya kira semakin banyak perusahaan investasi global yang pada akhirnya akan berinvestasi di Indonesia atau fokus pada negara yang makmur ini. Dengan lebih banyak modal dan masuknya inovasi, prospek jangka panjang Indonesia menjadi kuat. Hal ini tercermin dari semua dana baru yang dikumpulkan oleh VC Indonesia dengan dana melintasi lebih dari Rp500 miliar hanya dalam rentang waktu 1 tahun.
Selain itu, kami juga sebagian besar fokus pada ruang teknologi. Kami telah melihat banyak perusahaan teknologi yang layak dan inovatif di pasar swasta yang akan mendapat manfaat besar dari akses tepat waktu ke modal, jaringan, dan bimbingan di Indonesia. Saat kami bergerak maju, kami akan secara khusus melihat perusahaan healthtech, edutech, fintech, dan consumer-related yang memprioritaskan inovasi dan pertumbuhan sambil mendisrupsi model bisnis yang ada.
Akankah konsep hijau dan berkelanjutan menjadi tren dalam ekosistem bisnis di masa depan? Bagaimana pandangan dan pendapat Anda tentang hal ini?
Kami percaya bahwa semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, harus bekerja sama untuk mengatasi tantangan keberlanjutan. Kami menemukan bahwa pergeseran terkemuka di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh tekanan dari investor asing.
Melihat hal tersebut, di panggung dunia kami melihat efek yang berarti dan bertahan lama ketika investor bersikeras untuk mengatasi perubahan iklim. Misalnya, kami melihat perubahan besar dalam dana institusional yang mewajibkan investasi ESG. Kami juga melihat aktivisme pemegang saham yang kuat mendorong reformasi di sektor minyak dan gas, seperti yang terjadi pada ExxonMobil di Amerika Serikat. Sangat penting bahwa perusahaan investasi dan dana terus mendorong agenda ini dengan startup.
Tren ini hanya akan berlanjut dari titik ini ketika dunia berjuang untuk mengatasi perubahan iklim sambil juga berurusan dengan ketahanan pangan, populasi yang tumbuh pesat, dan meningkatnya ketidaksetaraan. Dunia tidak bisa menunggu lebih lama lagi bagi pemerintah atau perusahaan multinasional besar untuk memimpin perubahan. Startup muda yang masih muda harus mulai memberikan solusi untuk masa depan yang berkelanjutan bagi semua orang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: