Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilaiĀ koalisi Gerindra dan PKB tampaknya masih cair. Kedua partai belum final untuk berkoalisi.
"Dua partai tersebut bila berkoalisi sebenarnya cukup ideal. Gerindra mewakili nasionalis, sementara PKB mewakili religius. Hal itu dengan sendirinya mencerminkan pemilih Indonesia," katanya.
Hanya saja, dua partai ini selama ini belum pernah berkoalisi dalam mengusung capres. Karena itu, dua partai ini perlu melakukan penjajakan sebelum final berkoalisi.
"Faktor penentuan pasangan capres-cawapres juga akan menentukan nasib koalisi Gerindra dan PKB. Bila Muhaimin Iskandar tetap memaksakan kehendak menjadi capres, maka koalisi dua partai itu akan bubar di tengah jalan. Nasibnya berpeluang sama dengan koalisi PKB dan PKS," tegasnya.
"Jadi, faktor PKB, khususnya Muhaimin yang selalu memaksakan ingin jadi capres, akan menentukan berlanjut tidaknya koalisi Gerindra-PKB. Tampaknya hal itu yang harus disadari Muhaimin, agar koalisi Gerindra-PKB berjalan lebih langgeng," tegasnya.
Sementara itu, PDIP, kata Jamil, tidak khawatir dengan kemungkinan koalisi Gerindra dan PKB. Apalagi kalau koalisi ini mengusung Prabowo Subianto-Muhaimin Iskandar.
"Tentu PDIP akan bersuka cita. Sebab, pasangan ini akan lebih mudah dikalahkan," jelasnya.
PDIP tentunya akan gelisah bila koalisi Gerindra-PKB mengusung Prabowo-Ganjar Pranowo atau Prabowo-Anies. Sebab, duet tersebut akan sulit dikalahkan pada Pilpres 2024.
"Namun, koalisi Genrindra-PKB tampaknya kecil kemungkinan mengusung duet tersebut. Karena itu, PDIP tetap merasa aman bila nantinya koalisi Gerindra benar-benar terbentuk," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat