Ada Rekam Jejak Digital, Perhatikan Kebebasan Berekspresi di Internet
Era transformasi digital, dengan pemanfaatan internet, memunculkan tantangan dalam budaya digital seperti mengaburnya wawasan kebangsaan, menipisnga kesopanan dan kesantunan, serta menghilangnya budaya Indonesia karena media digital menjadi panggung bagi budaya asing.
Dosen Fikom Universitas Dr. Soetomo, Nur'annafi Farni Syam, mengatakan bahwa di era digitalisai tsunami informasi yang terlalu banyak, pengguna media digital harus membangun wawasan dan pengetahuannya akan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sesuai falsafah yang dianut Indonesia sebagai negara demokratis dan memiliki kebebasan dalam berekspresi.
Baca Juga: Pentingnya Bijak Memilah Informasi di Era Digitalisasi
"Media digital bukan hanya sekadar media, melainkan sudah menjadi sebuah kehidupan karena itu ada real life dan virtual life, di mana nilai-nilai budaya Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika harus dipraktikkan sebagai landasan dari kecakapan digital," kata Nur'annafi saat webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk kelompok komunitas dan masyarakat di wilayah Kabupaten Madiun, Jawa Timur, pada Jumat (15/7/2022), dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta.
Lebih jauh dia mengatakan, kebebasan berekspresi merupakan salah satu wuiud hak asasi manusia. Kebebasan berekspresi tak bisa dilepaskan dari kebebasan mencari, menerima, dan berbagi informasi. Kebebasan berekspresi juga termasuk dalam kebebasan berpendapat dan berkekspresi tanpa intervensi untuk mencari, menerima, dan berbagi informasi dan ide melalui media apapun dan tanpa memandang batas negara. Hal ini tertuang dalam pasal 19, Deklarasi Universal Hak-Hal Asasi Manusia tahun 1948.
Akan tetapi, kebebasan berekspresi tetap harus berdasarkan norma yang dianut di Indonesia. Meski setiap orang dapat mencari, menerima, dan berbagi informasi, ada beberapa jenis informasi yang dilarang. Misalnya pornografi khususnya pornografi anak, kemudian penyebaran ujaran kebencian, mengandung hasutan publik, advokasi nasional, ras, atau agama yang bisa memicu hasutan diskriminasi, kekerasan, dan permusuhan.
Karena itu, sebagai warga digital, meski bebas berekspresi, patuhi norma dan hindari hal-hal yang dilarang apalagi saat ini sudah ada jeratan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Merespons perkembangan Teknologi Informasi Komputer (TIK), Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi melakukan kolaborasi dan mencanangkan program Indonesia Makin Cakap Digital. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital, yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada tahun 2024.
Baca Juga: Menghilangnya Toleransi dan Budaya Keramahtamahan Indonesia di Dunia Maya
Webinar #MakinCakapDigital 2022 untuk kelompok komunitas dan masyarakat di wilayah Kabupaten Madiun, Jawa Timur merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siber Kreasi.
Kali ini hadir pembicara-pembicara yang ahli di bidangnya antara lain Komite Media Sosial Mafindo, Silma Agbas. Dosen Fikom Universitas Dr. Soetomo, Nur'annafi Farni Syam dan Bendahara Umum PMII Jatim, Andri Hadi. Untuk informasi lebih lanjut mengenai program Makin Cakap Digital hubungi info.literasidigital.id dan cari tahu lewat akun media sosial Siberkreasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum